Rabu, 17 Desember 2014

MAKALAH MANAJEMEN KEMASJIDAN "TANTANGAN MASJID DI MASA KINI"

MAKALAH MANAJEMEN KEMASJIDAN "TANTANGAN MASJID DI MASA KINI"- Assalamu'alaikum warohmatullahi wa barokatuh. salam sejahterah buat pembaca sekalian, pada saat nikmat allah masih diberikan kepada hambanya yang lemah ini maka saya menyempatkan diri untuk membuat sebuah tulisan tentang bagai mana tantang rumah Allah Swt (masjid) di dalam zaman modern ini dan bagai mana solusinya. Berikut saya persembahkan buat pembaca sekalian.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masjid bukan sekedar tempat sujud sebagaimana makna harfiahnya, tetapi memiliki beragam fungsi. Menurut pakar kebudayaan Islam asal Palestina itu, sejak zaman Nabi Muhammad Saw. masjid tidak hanya berfungsi hanya sebagai tempat ritual murni (ibadah mahdah seperti shalat dan itikaf. Masjid Nabawi juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan, sentra pendidikan, markas militer dan bahkan lahan sekitar masjid pernah dijadikan sebagai pusat perdagangan..
Rasulullah menjadikan masjid sebagai sentra utama seluruh aktivitas keummatan. Baik untuk kegiatan pendidikan yakni tempat pembinaan dan pembentukan karakter sahabat maupun aspek-aspek lainnya termasuk politik, strategi perang hingga pada bidang ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Pendek kata, masjid difungsikan selain sebagai pusat kegiatan ibadah rilual juga dijadikan tempat untuk melaksanakan ibadah muamalah yang bersifat sosial.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penyusun membuat rumusan masalah sebagai barikut:
1.  Problematika Masjid di zaman Sekarang
2.  Bagaimana solusi dari problematika tersebut

C. Tujuan Penulisan  
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagi berikut:
                  1.  Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Kemasjidan
                  2.  Untuk menambah wawasan keilmuan mengenai Masjid


BAB II
PEMBAHASAN

A. Tantangan Mesjid Dimasa Kini
a. Masjid dalam Arus Informasi Modern
Islam sebagai agama universan (Kaffah atau menyeluruh)ditaqdirkan sesuai dengan tepat dan jaman, ia sempurna sebagai sumber dari segala sumber nilai. Dewasa ini kita memasuki era globalosasi. Era yang ditandai dengan gencarnya pembangunan menyeluruh dan pemamfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dengan arus informasi sebagai acuan utamanya.
Dampak negatif globalisasi sudah banyak kita rasakan contohnya mempermudah penyusupan budaya asing praktik gaya hidup bebas yang mengakibatkan krisis moral, lenyapnya rasa gotong royong dan silaturahmi dan lain-lain. Pada sisi lain ia menghembuskan dampak fositif berupa kesanggupan melahirkan masyarakat yang kreatif, baik itu krearif dalam berfikir maupun dalam hal berkarya. Jelasnya manusia bisa mengaktifkan potensi insani dan alaminya. Bagi masjid dampak fositif ini berarti kesnaggupan meningkatkan wawasan yang luas dan jauh ke depan. Dengan bekal tersebut setidaknya ada kesiapan dalam
mengambil tindakan ataupun langkah yang tepat dan cepat.


b . Sebab tantangan/hambatan masjid dimasa kini   
Tujuan kurang terformulasikan dengan baik manajemen sambilan  Sumber daya         manusia(SDM) pembagian tugas tidak berjalan karena ketua centris keterbatasan sumber dana, sistem control, laporan, pengawasan belum membudaya, pengaruh teknologi informasi, dan budaya barat. Fungsi dan peran masjid dipengaruhi berbagai factor seperti waktu/zaman, tempat/lingkungan, corak perkembangan masyarakat, berbeda-beda/tidak sama.

Pada tahap awal, zaman nabi justru fungsi dan peran masjid sangat optimal-ideal, perkembangan terakhir disesuaikan dengan perubahan masyarakat serta modernisasi
Beberapa faktor kritis yang mempengaruhi tingkatan peran di antaranya: tujuan/program, organisasi, pengurus,/SDM, dana, prasarana/ sarana, partisipasi jamaah.[1]

c. Problematika Masjid
Masjid tidak luput dari berbagai problematika, baik menyangkut masalah pengurus, kegiatan, maupun berkenaan dengan jama’ah. Jika saja problematika masjid ini dibiarkan begitu saja, maka hal inilah yang akan menjadikan tantangan bagi masjid. [2]
Secara umum ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam pengelo-laan masjid-masjid zaman sekarang. Pertama pengelolaan masjid secara konven-sional. Gerak dan ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-dimesi vertikal saja sedang dimensi-dimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari masjid. Indikasi tipe pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak digunakan kecuali untuk shalat jamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat. Bahkan terkadang jamaah pun hanya tiga waktu; Maghrib Isya’ dan Shubuh. Tipe lainnya adalah pengelolaan masjid yang melewati batasan syara’.
Biasanya mereka berdalih untuk memberi penekanan pada fungsi sosial masjid tetapi mereka kebablasan. Maka diselenggarakanlah berbagai acara menyimpang di masjid . Misalnya pesta pernikahan dengan pentas musik atau tarian perayaan hari-hari besar Islam dengan ragam acara yang tak pantas diselenggarakan di masjid dan sebagainya. Mereka lebih mengutamakan dimensi sosial -yang ironinya menabrak syari’at Islam- dan tidak mengabaikan fungsi masjid sebagai sarana ibadah dalam arti luas.
Belum lagi tiap masjid akan mempunyai masalah tersendiri yang berbeda dari masjid lainnya. Misalnya masjid kurang terurus jarangnya pengurus dan jamaah sekitarnya yang shalat ke masjid terjadinya perselisihan antar pengurus dalam menentukan kebijaksanaan masjid yang tidak lagi buka 24 jam dan lain sebagainya. Nampaknya faktor internallah yang menjadi penyebab utama terbengkalainya rumah-rumah Allah tersebut.
Beberapa kendala yang ditemukan dalam upaya menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan umat  dan pengembanagn risalah. kendala ini tidak terjadi begitu saja tanpa penyebab, baik akibat kesalahan umat kita maupun akibat faktor luar diluar control dan jangkauan kita. Beberapa penyebab dapat dikemukaakan sebagai berikut:
1.      Perbedaan Pandangan
Polalirasi umat islam akibat pertikaian politik baik aliran politik zaman mengakibatkan masjid menjadi salah satu penyebab perbedaan “kami dan kamu”. Sehingga masjid di Indonesia membuat pengelompokan sendiri ada masjid muhamadiyah, masjid NU, masjid Alwashiliyah, masjid persisi dan lain lain. Yang lebih aneh lagi dalam  suatu kampung  tidak jarang  yang memiliki ddua atau tiga buah masjid. Keadaan ini menimbulkan pemborosan energi ummat islam dalam membangun masjid dengan dan investasi yang begitu besar, pemborosan karena biaya pengelolaan yang perlu ditanggung, terkurasnya kekayaan umat, berkurangnya pengembang-an ide, akhirnya timbul konflik sehingga kekuatan umat islam terbagi menjadi lebih kecil dan akhirnya melemah dan bermuara pada kelemahan umat islam secara keseluruhan. Kemungkinan besar pola ini merupakan kesenjangan dan merupakan strategi rapi dari kalangan penjajah sejak dulu dengan “devide et ampera" atau menguasai umat islam dan menghancur-kannya dari dalam.
2.      Politis
3.      Faktor Ekonomi
Tingkat kesejahteraan ekonomi ummat yang masih bergelut dengan kemiskinan juga merupakan kendala pengembangan masjid sebagai pusat kebudayaan ibadah
4.      Faktor Keahlian
Tingkat intelektualitas dan keakhlian rata-rata ummat islam pada awalnya memang cukup menyedihkan, sehingga tidak terfikir bagaimana sebaiknya mengelola masjid secara professional.
5.      Ketiadaan Perencanaan
Tidak adanya konsep manajemen termasuk konsep perencanaan tentang fungsi masjid juga mengurangi optimalisasi masjid.
6.      Jamaah dan Struktur Organisasi
Sulit kadangkala mengidentifikasi siapa pemilik dan penguasa masjid jugan dapat menjadi kendala. Setiap orang merasa ikut memiliki masjid, pada saat yang sama setiap orang merasa tidak bertangggung jawab pada masjid. Keadaan ini menimbulkan kesulitan dan menentukan siapa mengtur siapa dan siapa yang harus kita dengar.
7.      Pemahaman Fiqih
Bebera pendapat yang sangat ketat tentang masjid pada masa lalu seperti banyaknya yang tidak boleh daripada yang boleh. Seperti tidak boleh hiburan, tidak boleh rebut, anak-anak tidak boleh dibawa kemasjid, tidak boleh pemuda main-main dimasjid. Sehingga masjid dibiarkan sendiri sebagai pusat ibadah saja, dan tempat yang soleh saja.

8.      Pengetahuan Umat
Kurangnya pengetahuan pada konsep islam, khususnya tentang bagaimana peranan masjid dalam membangun umat, menimbulkan keengganan dalam memenej masjid.
9.      Dominasi Ulama
Aggapan yang salah dalam mengurus masjid juga memberikan andilnya. Ada anggapan yang menyatakan masjid hanya boleh diurus oleh para kyai atau mereka yang menguasai agama, sehingga mereka yang mempunyai potensi dan kemauan tetapi bukan ulama tidak berani tampil.

Selain yang di atas ada juga problematika masjid yang lain yaitu[3]:
1.      Pengurus Tertutup
Pengurus dengan corak kepemimpinan tetutup biasanya tidak peduli terhadap apresiasi jamaahnya. Mereka mengaggap diri lebih tahu dan bersikap masa bodoh atas usulan dan pendapat. Apabila pengurus berwatak seperti ini sangat  riskan mengharapkan masjid yang maju dan makmur sesuai dengan fungsinya.
2.      Jemaah Pasif
Dalam pembangunan ataupun dalm pelaksanaan kegiatan-kegiatan masjid, dukungan dan partisifasi dari jamaah sangat diharapkan. Dinamika sebuah masjid hanya terjadi aktif mau peduli, mau berbagi, ringan langkahnya dan sudi berderma. Kebanyakan jamaah pasif cederung tidak menyimak khutbah khotib ketika salat jum’at. Mereka malah tidur di masjid; suatu pemandangan meyedihkan tetapi kerap kita jumpai.
3.      Berpihak pada Satu  Golongan atau Paham
Pengurus masjid yang dalam melaksanakan tugas pembangunan ataw kegiatan pelaksanaan ibadah memihak satu golongan atau paham akan mengakibatkan jemaah itu pasif. Menolak sikap / paham golongan yang kebetulan tidak sehaluan, disamping tidak memperlihatkan jiwa besar, juga akan menjadikan kegiatan masjid kehilangan gairah.
4.      Kegiatan Kurang
Memfungsikan masjid semata-mata sebagai ibadah solat jum’at otomatis menisbikan inisiatif untuk menggelorakan kegiatan-kegiatan lain. Masjid hanya ramai dalam seminggu, di luar jadwal itu barangkali hanya para musafir yang dating untuk salat dan beristirahat. Masjid seperti ini namanya tetap masjid tapi sugguh jauh dari status maju apalagi makmur. Masjid “nganggur” semacam ini memerlukan suntikan program untuk lebih berfungsi.
5.      Tempat Wudhu Kotor
Kurangnya pemeliharaan mengakibatkan masjid kotor dan rusak. Bila tepat mengambil air wudlu dan Wc-nya kurang dirawat dan dibersihkan, dari situ meruyak bau yang menyengat. Bau tidak sedap itu dapat menganggu orang-orang yang hendak beribadah di masjid.
Sebagai contoh problematika masjid yang terjadi di inggris:
Di Inggris, Sebagian besar sekitar 1.200 masjid mengadakan khotbah dalam bahasa non-Inggris. Ini disebabkan 85% imam masjid di Inggris berasal dari Pakistan, Bangladesh, atau India. Situasi tersebut mencerminkan keadaan di Inggris yang 2/3 warga Muslimnya berasal dari Pakistan dan Bangladesh. Hanya 6% imam atau khatib di Inggrris yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pertama. Komunitas-komunitas Muslim ini merasa lebih "sreg" bila mengimpor imam dari desa-desa asal mereka di Pakistan dan Bangladesh untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka. Tidak mengherankan apabila khotbah di masjid tidak bisa dipahami pemuda Muslim Inggris yang sudah tidak menguasai bahasa asal orang tua mereka, seperti kata seorang pekerja sosial di Birmingham bernama Abdul Ghaffar.
"Menurut pengalaman saya jarang sekali ada imam yang omongannya bisa nyambung dengan anak muda," kata Abdul Ghaffar. "Ini persoalan yang harus diatasi oleh masjid-masjid di Inggris. Pesan dari imam tidak bisa dimengerti karena hambatan bahasa," tambahnya.


Kebutuhan jemaah masjid di inggris
Kesadaran bahwa masjid harus lebih mampu memenuhi kebutuhan jemaahnya sudah lama dipahami oleh para pemuka Islam. Dengan munculnya wacana tentang Islam radikal dan Islam ekstrim di Inggris, pemerintah mendesak organisasi-organisasi Islam mengedepankan agenda ini. Pemerintah Inggris membantah mereka berniat mencampuri urusan dapur umat Islam. Menteri Muda Dalam Negeri ketika itu, Hazel Blears, menjelaskan bahwa pembenahan itu akan dilakukan umat Islam sendiri.
"Pendekatan saya adalah dengan menguatkan setiap komunitas agar mengambil tindakan sendiri," katanya. "Saya kira cara untuk mendapat perubahan jangka panjang yang berkesinambungan adalah dengan memperkuat masyarakat lokal di tingkat bawah," kata Blears.

Masjid di Leeds
Makkah Masjid adalah salah satu masjid terbesar di Leeds, kota asal tiga dari empat pelaku pemboman 7 Juli 2005. Mereka jadi asing dengan Islam.
Setelah pemboman 7 Juli 2005 pergantian imam yang berbahasa Inggris semakin cepat. Jemaahnya sebagian besar adalah warga Muslim keturunan Pakistan. Masjid tiga lantai ini bisa menampung sekitar 2500 jemaah.
Imam Hafiz Asim memenuhi profil yang diinginkan pemerintah Inggris: umurnya sekitar 30 tahun serta fasih berbahasa Inggris dan sehari-harinya bekerja sebagai pengacara. Hafiz Asim menjalankan tugas-tugas yang lazim dilakukan imam dan khatib di mana-mana, tetapi lebih dari itu dia juga berfungsi sebagai duta bagi masjid dan komunitasnya.
"Pertama tugas saya adalah menjadi imam dan khatib sholat Jum'at, mengajar anak-anak, menikahkan jemaah saya dan mengurus kematian ," kata Hafiz Asim.
"Di luar itu saya terlibat aktivitas antara agama, untuk memberitahu tentang budaya dan agama kita, Saya juga datang ke sekolah-sekolah, dan universitas," tambahnya.
Dia sepakat bahwa imam harus mampu berbahasa Inggris agar bisa berkomunikasi dengan jemaahnya dan dengan masyarakat yang lebih luas.
"Saya kira semua orang sangat setuju bahwa imam harus mampu berkomunikasi dengan jemaahnya; dan di negara ini 75% ummat Islam berusia di bawah 25 tahun."
"Mereka jadi asing dengan Islam. Setelah pemboman 7 Juli 2005 pergantian imam yang berbahasa Inggris semakin cepat. Tetapi reaksi pemerintah juga berlebihan."
Lebih dari itu, Hafiz Asim sadar bahwa sebagai pemimpin ummat di sebuah negara sekuler dimana Islam merupakan minoritas, dia perlu membuka diri.
Makkah Masjid sudah beberapa kali mengadakan pameran dengan mengundang komunitas non Muslim dan para pejabat kota Leeds, di dalam lokasi masjid.
"Kami masjid pertama di Yorkshire yang mengadakan pameran tentang Islam. Seiring dengan pameran ini kami adakan event yang kami sebut connecting cultures. Kami mengundang kepala polisi, menteri, pejabat lokal, kalangan bisnis dan pemuka agama Kristen," demikian Hafiz Asim.
Pesannya adalah Makkah Masjid juga melayani komunitas sehingga kesan bahwa komunitas Islam itu tertutup dan terasing bisa hilang. Jujur saja banyak imam masjid di Inggris yang tidak memenuhi syarat untuk menyampaikan pesan yang tepat, dengan cara yang tepat baik dalam bahasa maupun dari segi pengetahuan...
Salah satu masjid lain adalah Leeds Grand Mosque, yang terletak tak jauh dari Makkah Masjid.
Berbeda dengan Makkah Masjid yang sengaja dibangun sebagai masjid, Leeds Grand Mosque adalah bekas gereja yang diubah menjadi masjid sekitar 15 tahun yang lalu. Dari luar bentuknya tidak mengesankan sebagai masjid. Jemaahnya pun berbeda.
Sebagian besar pengunjung makkah Masjid adalah orang-orang keturunan Pakistan, sedangkan jemaah Leeds Grand Mosque adalah kaum Muslim dari Timur Tengah dan mahasiwa Universitas Leeds yang berasal dari berbagai bangsa.
Ketua pengurus masjid adalah Dr Bashir yang berasal dari Libya. Dia merasa bahwa sekarang ini terlalu banyak imam yang tidak mengerti kehidupan ummat Islam di Inggris.
"Jujur saja banyak imam masjid di Inggris yang tidak memenuhi syarat untuk menyampaikan pesan yang tepat, dengan cara yang tepat baik dalam bahasa maupun dari segi pengetahuan, bagi masyarakat di sini."
"Tapi apakah sebaiknya pemerintah ikut campur dalam masalah ini, itu soal lain, tujuannya akan menjadi politis. Memang pemerintah berhak memberi saran dan dukungan, misalnya dalam perbaikan pengetahuan bahasa."
Untuk itu organisasi-organisasi Muslim di Inggris dengan restu pemerintah, telah membentuk Mosques and Imams National Advisory Body, atau Dewan Penasehat Nasional untuk Imam dan Masjid.
Tujuannya merumuskan panduan bagi imam dan masjid di Inggris. Hafiz Asim mempunyai pandangan mengenai atribut - atribut yang harus dimiliki seorang imam di Inggris.
"Saya kira semua kalangan Muslim sepakat bahwa seorang Imam harus bisa berbahasa Inggris. Masjid juga harus lebih banyak mengadakan kegiatan untuk kaum muda. "
"Di samping itu juga kegiatan untuk kaum Muslimah. Dulu anak muda dan kaum Muslimah agak diabaikan karena banyak pengurus masjid sudah lanjut usia. Misalnya kami mengundang orang-orang islam yang sukses agar anak muda bisa punya teladan yang menunjukkan bahwa mereka bisa berhasil di negara ini, kata Hafiz Asim"
Dr Bashir menolak tegas menolak anggapan sebagian kalangan bahwa banyaknya imam impor ikut menyuburkan radikalisme di negara ini. Pemerintah Inggris mendorong agar para imam mampu berbahasa Inggris dan mempunyai standard pengetahuan tertentu agar masjid tidak menjadi sumber radikalisme tetapi justru menjadi benteng melawan radikalisme.
Banyak kalangan Muslim di Inggris tidak setuju dengan argumen ini, tetapi mereka sependapat bahwa para imam harus mampu berkomunikasi dengan jemaahnya, agar tetap relevan dengan kehidupan kaum muda Muslim di negara ini.[4]

D. Solusi Problematika Masjid
Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti dahulu-kala memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya adalah niat yang ikhlas karena Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan dalam berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria yang amat mendasar yang harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah masjid.yang artinya:

“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS Attaubah ayat 18).

Merupakan satu langkah mundur jika kepengurusan masjid diserahkan kepada orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena itu menggali dan mengkaji kembali perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa Rasulullah dan generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik untuk merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya tidak memilih para pengurus masjid kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam. 
Ramainya jamaah barometer umum makmurnya sebuah masjid Setiap pengurus masjid hendaknya memulai dalam mengembalikan fungsi masjid dgn menggalakkan kegiatan shalat jamaah lima waktu. Hal itu misalnya dengan terlebih dahulu memahamkan pentingnya shalat berjamaah dan keutamaan pergi ke masjid.
 Dituturkan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya nabi SAW bersabda:
مَنْ غَدَا اِلَ اَلْمَسْجِدِ اَوْ رَاحَ اَعَدَّ اَللــهُ لَهُ فِيْ الْجَنَّةِ نُزُلاًكُلَّمَاغَدَاَوْرَاحَ

“Barang siapa yang kala pagi atau sore hari pergi ke masjid, maka ALLAH menyediakan makanan yang lezat dalam surga setiap dia pergi kala pagi atau sore hari”[5]
Ibnu Mas’ud berkata “Dan tidaklah seorang laki-laki berwudhu kemudian ia membaikkan wudhunya lalu menuju ke masjid di antara masjid-masjid ini kecuali Allah menulis tiap langkah yg ia langkahkan satu kebaikan untuknya dan Allah meninggikannya satu derajat serta menghapuskan satu keburukannya karenanya. Dan sesungguhnya kita telah menyaksikan bahwa tidaklah meninggalkan kecuali seorang munafik yg tampak jelas kemunafikannya. Dan sesungguhnya dahulu ada seorang laki-laki yg dipapah oleh dua orang kemudian ia diberdirikan di dalam shaf”. Dari sini lalu dirutinkan kegiatan ta’lim dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya sehingga lambat laun masjid kembali menjadi pusat pembinaan masyarakat Islam.
Setiap problematika yang mucul perlu diatasi sesuai dengan keadaan dan kemampuan pengurus dan jemaah masjid. Tentu saja tidak semuanya dapat diatasi, tetapi niscaya ada yang dapat diatasi dengan baik dengan mendahulukan yang lebih patut. Problematika yang muncul tidak boleh dibiarkan berlarut sehingga menimbulkan keadaannya semakin parah dan berat. Diantara cara mengatasi problematika yang dihadapi masjid adalah sebagai berikut:
1.      Musyawarah
Dalam mengatasi problematiak masjid, antara pengurus dan jemaah mesjid perlu untuk  senantiasa melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini diharapkan berbagai pemikiran dan pendangan dapat dikemukakan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang baik. Berbagai kegiatan masjid akan berjalan dengan baik dan lancar apabila dimusyawarahkan dan dilaksanakan secara bersama-sama.  
2.      Keterbukaan
Pengurus masjid harus bersifat terbuka dan memiliki keterbukaan. Dengan attitude begini, mereka memiliki kekuatan untuk menggerakan jamaahnya. Jamaah pun akan merasa ikhlas menyumbangkan pemikiran, senang turut melaksanakan berbagai kegiatan, dan terlibat dalam mengatasi problematika masjid.interaksi yang demikian akan memajukan dan memakmurkan masjid. 
3.      Kerja sama
Hubungan dan kerjasama ppengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam mengatasi berbagai problematika masjid. Tanpa kerjasama masalah tetap tinggal masalah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
   Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa, yang dimaksud masjid adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus kaum muslimin (orang islam) untuk menjalankan ibadah kepada Allah swt, terutama salat berjamaah.
Mengingat telah bergesernya peran dan fungsi masjid, maka optimalisasi fungsi masjid harus segera dilakukan. Optimalisasi fungsi masjid, baik pada tingkat Intensifikasi maupun ekstensifikasi, pada gilirannya dapal bermanfaat bagi pembinaan masyarakat, bukan saja dalam aspek kegiatan ibadah mual tapi juga bagi pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta wawasan-wawasan lainnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Isyarat teologis yang menyatakan bahwa masjid itu adalah Rumah Tuhan sesungguhnya memberikan makna bahwa masjid tidak lagi mengikat individu sebagai sosok pemiliknya, lapi merupakan gambaran ko-lektifitas yang terikat pada semangat ketuhanan yang universal. Pola pembinaan umat yang dilakukan Rasulullah yang berbasis di masjid hingga kini diikuti oleh pengurus dan pengelola masjid di seluruh dunia, termasuk di tanah air. 
B. Pesan dan Saran
            Pesan dari pemakalah adalah marilah kita perhatikan problematika masjid pada saat sekarang ini, karena kalau kita biarkan hal ini akan menjadikan tantangan bagi masjid untuk menjadi masjid yang diinginkan oleh rasululllah SAW.


DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan Syarfi. 1993. Manajemen Masjid; Suatu Pendekatan Teoritis dan Organisatoris. Yogyakarta: PT Dana BAkti Wakaf
Ayub, Moh.E. Mukhsin MK. Ramlan Marjoned. 2001. Manajemen Masjid; Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus. Jakarta:  Gema Insani Press
Al-Nawawi,Imam. 2011.  Mutiara Riyadhushshalihin; Rujukan abadi umat muslim tentang akhlak dan keutamaan amal. Bandung: PT. Mizan pustaka Anggota IKAP








[1] http://wendys-andesbon.blogspot.com/2010/08/peluang-dan-tantangan-peningkatan-peran.html

[2] Ayub, Moh.E. Mukhsin MK. Ramlan Marjoned. 2001. Manajemen Masjid; Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus. Jakarta:  Gema Insani Press Hal,21

[3] Ibid,Hal,21-25
[4] http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2009/11/091125_mosque_uk.shtml

[5]Imam Al-Nawawi, Mutiara Riyadhushalihin(Bandung:PT.Mizan Pustaka,2011),Hal,601,Bab10,721.


hanya demikian yang dapat saya tuliskan mudah-mudahan apa yang sudah saya tuliskan menjadi pedoman bagi pembaca sekalian untuk selalu menilik lebih dalam lagi bagai mana keadaan masjid di era modernisasi saat sekarang ini.semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar