MAKALAH MANAJEMEN KEMASJIDAN "TANTANGAN MASJID DI MASA KINI"- Assalamu'alaikum warohmatullahi wa barokatuh. salam sejahterah buat pembaca sekalian, pada saat nikmat allah masih diberikan kepada hambanya yang lemah ini maka saya menyempatkan diri untuk membuat sebuah tulisan tentang bagai mana tantang rumah Allah Swt (masjid) di dalam zaman modern ini dan bagai mana solusinya. Berikut saya persembahkan buat pembaca sekalian.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masjid bukan sekedar tempat sujud sebagaimana makna
harfiahnya, tetapi memiliki beragam fungsi. Menurut pakar kebudayaan Islam asal
Palestina itu, sejak zaman Nabi Muhammad Saw. masjid tidak hanya berfungsi
hanya sebagai tempat ritual murni (ibadah mahdah seperti shalat dan itikaf.
Masjid Nabawi juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan, sentra pendidikan,
markas militer dan bahkan lahan sekitar masjid pernah dijadikan sebagai pusat
perdagangan..
Rasulullah menjadikan masjid sebagai sentra utama seluruh
aktivitas keummatan. Baik untuk kegiatan pendidikan yakni tempat pembinaan dan
pembentukan karakter sahabat maupun aspek-aspek lainnya termasuk politik,
strategi perang hingga pada bidang ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Pendek
kata, masjid difungsikan selain sebagai pusat kegiatan ibadah rilual juga
dijadikan tempat untuk melaksanakan ibadah muamalah yang bersifat sosial.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penyusun membuat
rumusan masalah sebagai barikut:
1. Problematika Masjid di zaman Sekarang
2.
Bagaimana solusi dari problematika tersebut
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini adalah sebagi berikut:
1. Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Kemasjidan
2. Untuk menambah wawasan
keilmuan mengenai Masjid
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tantangan Mesjid Dimasa Kini
a. Masjid dalam
Arus Informasi Modern
Islam sebagai agama universan (Kaffah
atau menyeluruh)ditaqdirkan sesuai dengan tepat dan jaman, ia sempurna sebagai
sumber dari segala sumber nilai. Dewasa ini kita memasuki era globalosasi. Era
yang ditandai dengan gencarnya pembangunan menyeluruh dan pemamfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), dengan arus informasi sebagai acuan
utamanya.
Dampak negatif globalisasi sudah banyak
kita rasakan contohnya mempermudah penyusupan budaya asing praktik gaya hidup
bebas yang mengakibatkan krisis moral, lenyapnya rasa gotong royong dan
silaturahmi dan lain-lain. Pada sisi lain ia menghembuskan dampak fositif
berupa kesanggupan melahirkan masyarakat yang kreatif, baik itu krearif dalam
berfikir maupun dalam hal berkarya. Jelasnya manusia bisa mengaktifkan potensi
insani dan alaminya. Bagi masjid dampak fositif ini berarti kesnaggupan
meningkatkan wawasan yang luas dan jauh ke depan. Dengan bekal tersebut
setidaknya ada kesiapan dalam
mengambil tindakan ataupun langkah yang tepat dan cepat.
b . Sebab tantangan/hambatan masjid dimasa
kini
Tujuan kurang
terformulasikan dengan baik manajemen sambilan
Sumber daya manusia(SDM)
pembagian tugas tidak berjalan karena ketua centris keterbatasan sumber dana,
sistem control, laporan, pengawasan belum membudaya, pengaruh teknologi
informasi, dan budaya barat. Fungsi dan peran masjid dipengaruhi berbagai factor seperti
waktu/zaman, tempat/lingkungan, corak perkembangan masyarakat,
berbeda-beda/tidak sama.
Pada
tahap awal, zaman nabi justru fungsi dan peran masjid sangat optimal-ideal,
perkembangan terakhir disesuaikan dengan perubahan masyarakat serta modernisasi.
Beberapa faktor kritis yang mempengaruhi tingkatan peran di antaranya:
tujuan/program, organisasi, pengurus,/SDM, dana, prasarana/ sarana, partisipasi
jamaah.[1]
c. Problematika Masjid
Masjid tidak luput dari berbagai
problematika, baik menyangkut masalah pengurus, kegiatan, maupun berkenaan
dengan jama’ah. Jika saja problematika masjid ini dibiarkan begitu saja, maka
hal inilah yang akan menjadikan tantangan bagi masjid. [2]
Secara umum ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam
pengelo-laan masjid-masjid zaman sekarang. Pertama pengelolaan masjid secara
konven-sional. Gerak dan ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-dimesi
vertikal saja sedang dimensi-dimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari
masjid. Indikasi tipe pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak
digunakan kecuali untuk shalat jamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat.
Bahkan terkadang jamaah pun hanya tiga waktu; Maghrib Isya’ dan Shubuh. Tipe
lainnya adalah pengelolaan masjid yang melewati batasan syara’.
Biasanya mereka berdalih untuk memberi penekanan pada fungsi
sosial masjid tetapi mereka kebablasan. Maka diselenggarakanlah berbagai acara
menyimpang di masjid . Misalnya pesta pernikahan dengan pentas musik atau
tarian perayaan hari-hari besar Islam dengan ragam acara yang tak pantas
diselenggarakan di masjid dan sebagainya. Mereka lebih mengutamakan dimensi
sosial -yang ironinya menabrak syari’at Islam- dan tidak mengabaikan fungsi
masjid sebagai sarana ibadah dalam arti luas.
Belum lagi tiap masjid akan mempunyai masalah tersendiri
yang berbeda dari masjid lainnya. Misalnya masjid kurang terurus jarangnya
pengurus dan jamaah sekitarnya yang shalat ke masjid terjadinya perselisihan
antar pengurus dalam menentukan kebijaksanaan masjid yang tidak lagi buka 24
jam dan lain sebagainya. Nampaknya faktor internallah yang menjadi penyebab
utama terbengkalainya rumah-rumah Allah tersebut.
Beberapa kendala yang ditemukan dalam
upaya menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan umat dan pengembanagn
risalah. kendala ini tidak terjadi begitu saja tanpa penyebab, baik akibat
kesalahan umat kita maupun akibat faktor luar diluar control dan jangkauan
kita. Beberapa
penyebab dapat dikemukaakan sebagai berikut:
1. Perbedaan Pandangan
Polalirasi
umat islam akibat pertikaian politik baik aliran politik zaman mengakibatkan
masjid menjadi salah satu penyebab perbedaan “kami dan kamu”. Sehingga masjid
di Indonesia membuat pengelompokan sendiri ada masjid muhamadiyah, masjid NU,
masjid Alwashiliyah, masjid persisi dan lain lain. Yang lebih aneh lagi
dalam suatu kampung tidak jarang yang memiliki ddua atau tiga
buah masjid. Keadaan ini menimbulkan pemborosan energi ummat islam dalam
membangun masjid dengan dan investasi yang begitu besar, pemborosan karena
biaya pengelolaan yang perlu ditanggung, terkurasnya kekayaan umat,
berkurangnya pengembang-an ide, akhirnya timbul konflik sehingga kekuatan umat
islam terbagi menjadi lebih kecil dan akhirnya melemah dan bermuara pada
kelemahan umat islam secara keseluruhan. Kemungkinan besar pola ini merupakan
kesenjangan dan merupakan strategi rapi dari kalangan penjajah sejak dulu
dengan “devide et ampera" atau menguasai umat islam dan menghancur-kannya
dari dalam.
2. Politis
3. Faktor Ekonomi
Tingkat
kesejahteraan ekonomi ummat yang masih bergelut dengan kemiskinan juga
merupakan kendala pengembangan masjid sebagai pusat kebudayaan ibadah
4. Faktor Keahlian
Tingkat
intelektualitas dan keakhlian rata-rata ummat islam pada awalnya memang cukup
menyedihkan, sehingga tidak terfikir bagaimana sebaiknya mengelola masjid
secara professional.
5. Ketiadaan Perencanaan
Tidak
adanya konsep manajemen termasuk konsep perencanaan tentang fungsi masjid juga
mengurangi optimalisasi masjid.
6. Jamaah dan Struktur Organisasi
Sulit
kadangkala mengidentifikasi siapa pemilik dan penguasa masjid jugan dapat
menjadi kendala. Setiap orang merasa ikut memiliki masjid, pada saat yang sama
setiap orang merasa tidak bertangggung jawab pada masjid. Keadaan ini
menimbulkan kesulitan dan menentukan siapa mengtur siapa dan siapa yang harus
kita dengar.
7. Pemahaman Fiqih
Bebera
pendapat yang sangat ketat tentang masjid pada masa lalu seperti banyaknya yang
tidak boleh daripada yang boleh. Seperti tidak boleh hiburan, tidak boleh
rebut, anak-anak tidak boleh dibawa kemasjid, tidak boleh pemuda main-main
dimasjid. Sehingga masjid dibiarkan sendiri sebagai pusat ibadah saja, dan
tempat yang soleh saja.
8. Pengetahuan Umat
Kurangnya
pengetahuan pada konsep islam, khususnya tentang bagaimana peranan masjid dalam
membangun umat, menimbulkan keengganan dalam memenej masjid.
9. Dominasi Ulama
Aggapan
yang salah dalam mengurus masjid juga memberikan andilnya. Ada anggapan yang
menyatakan masjid hanya boleh diurus oleh para kyai atau mereka yang menguasai
agama, sehingga mereka yang mempunyai potensi dan kemauan tetapi bukan ulama
tidak berani tampil.
Selain
yang di atas ada juga problematika masjid yang lain yaitu[3]:
1. Pengurus Tertutup
Pengurus
dengan corak kepemimpinan tetutup biasanya tidak peduli terhadap apresiasi
jamaahnya. Mereka mengaggap diri lebih tahu dan bersikap masa bodoh atas usulan
dan pendapat. Apabila pengurus berwatak seperti ini sangat riskan mengharapkan
masjid yang maju dan makmur sesuai dengan fungsinya.
2. Jemaah Pasif
Dalam
pembangunan ataupun dalm pelaksanaan kegiatan-kegiatan masjid, dukungan dan
partisifasi dari jamaah sangat diharapkan. Dinamika sebuah masjid hanya terjadi
aktif mau peduli, mau berbagi, ringan langkahnya dan sudi berderma. Kebanyakan
jamaah pasif cederung tidak menyimak khutbah khotib ketika salat jum’at. Mereka
malah tidur di masjid; suatu pemandangan meyedihkan tetapi kerap kita jumpai.
3. Berpihak pada Satu Golongan
atau Paham
Pengurus
masjid yang dalam melaksanakan tugas pembangunan ataw kegiatan pelaksanaan
ibadah memihak satu golongan atau paham akan mengakibatkan jemaah itu pasif.
Menolak sikap / paham golongan yang kebetulan tidak sehaluan, disamping tidak
memperlihatkan jiwa besar, juga akan menjadikan kegiatan masjid kehilangan
gairah.
4. Kegiatan Kurang
Memfungsikan
masjid semata-mata sebagai ibadah solat jum’at otomatis menisbikan inisiatif
untuk menggelorakan kegiatan-kegiatan lain. Masjid hanya ramai dalam seminggu,
di luar jadwal itu barangkali hanya para musafir yang dating untuk salat dan
beristirahat. Masjid seperti ini namanya tetap masjid tapi sugguh jauh dari
status maju apalagi makmur. Masjid “nganggur” semacam ini memerlukan suntikan program
untuk lebih berfungsi.
5. Tempat Wudhu Kotor
Kurangnya
pemeliharaan mengakibatkan masjid kotor dan rusak. Bila tepat mengambil air
wudlu dan Wc-nya kurang dirawat dan dibersihkan, dari situ meruyak bau yang
menyengat. Bau tidak sedap itu dapat menganggu orang-orang yang hendak
beribadah di masjid.
Sebagai contoh
problematika masjid yang terjadi di inggris:
Di Inggris, Sebagian besar sekitar 1.200 masjid mengadakan
khotbah dalam bahasa non-Inggris. Ini disebabkan 85% imam masjid di Inggris
berasal dari Pakistan, Bangladesh, atau India. Situasi tersebut mencerminkan
keadaan di Inggris yang 2/3 warga Muslimnya berasal dari Pakistan dan
Bangladesh. Hanya 6% imam atau khatib di Inggrris yang menggunakan Bahasa
Inggris sebagai bahasa pertama. Komunitas-komunitas Muslim ini merasa lebih
"sreg" bila mengimpor imam dari desa-desa asal mereka di Pakistan dan
Bangladesh untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka. Tidak mengherankan apabila
khotbah di masjid tidak bisa dipahami pemuda Muslim Inggris yang sudah tidak
menguasai bahasa asal orang tua mereka, seperti kata seorang pekerja sosial di
Birmingham bernama Abdul Ghaffar.
"Menurut pengalaman saya jarang
sekali ada imam yang omongannya bisa nyambung dengan anak muda," kata Abdul Ghaffar. "Ini persoalan yang harus diatasi oleh
masjid-masjid di Inggris. Pesan dari imam tidak bisa dimengerti karena hambatan
bahasa," tambahnya.
Kebutuhan jemaah masjid di
inggris
Kesadaran bahwa masjid harus lebih mampu memenuhi kebutuhan
jemaahnya sudah lama dipahami oleh para pemuka Islam. Dengan munculnya wacana
tentang Islam radikal dan Islam ekstrim di Inggris, pemerintah mendesak
organisasi-organisasi Islam mengedepankan agenda ini. Pemerintah Inggris
membantah mereka berniat mencampuri urusan dapur umat Islam. Menteri Muda Dalam
Negeri ketika itu, Hazel Blears, menjelaskan bahwa pembenahan itu akan
dilakukan umat Islam sendiri.
"Pendekatan saya adalah dengan
menguatkan setiap komunitas agar mengambil tindakan sendiri," katanya. "Saya kira cara untuk mendapat perubahan jangka panjang yang
berkesinambungan adalah dengan memperkuat masyarakat lokal di tingkat
bawah," kata Blears.
Masjid di Leeds
Makkah
Masjid
adalah salah satu masjid terbesar di Leeds, kota asal tiga dari empat pelaku
pemboman 7 Juli 2005. Mereka jadi asing dengan Islam.
Setelah
pemboman 7 Juli 2005 pergantian imam yang berbahasa Inggris semakin cepat. Jemaahnya
sebagian besar adalah warga Muslim keturunan Pakistan. Masjid tiga lantai ini
bisa menampung sekitar 2500 jemaah.
Imam Hafiz Asim memenuhi profil yang diinginkan pemerintah
Inggris: umurnya sekitar 30 tahun serta fasih berbahasa Inggris dan
sehari-harinya bekerja sebagai pengacara. Hafiz Asim menjalankan tugas-tugas
yang lazim dilakukan imam dan khatib di mana-mana, tetapi lebih dari itu dia
juga berfungsi sebagai duta bagi masjid dan komunitasnya.
"Pertama tugas saya adalah menjadi imam dan
khatib sholat Jum'at, mengajar anak-anak, menikahkan jemaah saya dan mengurus
kematian ," kata Hafiz Asim.
"Di luar itu saya terlibat
aktivitas antara agama, untuk memberitahu tentang budaya dan agama kita, Saya
juga datang ke sekolah-sekolah, dan universitas," tambahnya.
Dia
sepakat bahwa imam harus mampu berbahasa Inggris agar bisa berkomunikasi dengan
jemaahnya dan dengan masyarakat yang lebih luas.
"Saya kira semua orang sangat
setuju bahwa imam harus mampu berkomunikasi dengan jemaahnya; dan di negara ini
75% ummat Islam berusia di bawah 25 tahun."
"Mereka jadi asing dengan
Islam. Setelah pemboman 7 Juli 2005 pergantian imam yang berbahasa Inggris semakin
cepat. Tetapi reaksi pemerintah juga berlebihan."
Lebih
dari itu, Hafiz Asim sadar bahwa sebagai pemimpin ummat di sebuah negara
sekuler dimana Islam merupakan minoritas, dia perlu membuka diri.
Makkah
Masjid sudah beberapa kali mengadakan pameran dengan mengundang komunitas non
Muslim dan para pejabat kota Leeds, di dalam lokasi masjid.
"Kami masjid pertama di
Yorkshire yang mengadakan pameran tentang Islam. Seiring dengan pameran ini
kami adakan event yang kami sebut connecting
cultures. Kami mengundang kepala polisi, menteri, pejabat lokal,
kalangan bisnis dan pemuka agama Kristen," demikian Hafiz Asim.
Pesannya
adalah Makkah Masjid juga melayani komunitas sehingga kesan bahwa komunitas
Islam itu tertutup dan terasing bisa hilang. Jujur saja banyak imam masjid di
Inggris yang tidak memenuhi syarat untuk menyampaikan pesan yang tepat, dengan
cara yang tepat baik dalam bahasa maupun dari segi pengetahuan...
Salah
satu masjid lain adalah Leeds Grand Mosque, yang terletak tak jauh dari Makkah
Masjid.
Berbeda dengan Makkah Masjid yang sengaja dibangun sebagai
masjid, Leeds Grand Mosque adalah bekas gereja yang diubah menjadi masjid
sekitar 15 tahun yang lalu. Dari luar bentuknya tidak mengesankan sebagai
masjid. Jemaahnya pun berbeda.
Sebagian besar pengunjung makkah Masjid adalah orang-orang
keturunan Pakistan, sedangkan jemaah Leeds Grand Mosque adalah kaum Muslim dari
Timur Tengah dan mahasiwa Universitas Leeds yang berasal dari berbagai bangsa.
Ketua pengurus masjid adalah Dr Bashir yang berasal dari
Libya. Dia merasa bahwa sekarang ini terlalu banyak imam yang tidak mengerti
kehidupan ummat Islam di Inggris.
"Jujur saja banyak imam masjid
di Inggris yang tidak memenuhi syarat untuk menyampaikan pesan yang tepat,
dengan cara yang tepat baik dalam bahasa maupun dari segi pengetahuan, bagi
masyarakat di sini."
"Tapi apakah sebaiknya
pemerintah ikut campur dalam masalah ini, itu soal lain, tujuannya akan menjadi
politis. Memang pemerintah berhak memberi saran dan dukungan, misalnya dalam
perbaikan pengetahuan bahasa."
Untuk
itu organisasi-organisasi Muslim di Inggris dengan restu pemerintah, telah
membentuk Mosques and Imams National Advisory Body, atau Dewan Penasehat
Nasional untuk Imam dan Masjid.
Tujuannya merumuskan panduan bagi imam dan masjid di
Inggris. Hafiz Asim mempunyai pandangan mengenai atribut - atribut yang harus
dimiliki seorang imam di Inggris.
"Saya kira semua kalangan
Muslim sepakat bahwa seorang Imam harus bisa berbahasa Inggris. Masjid juga
harus lebih banyak mengadakan kegiatan untuk kaum muda. "
"Di samping itu juga kegiatan
untuk kaum Muslimah. Dulu anak muda dan kaum Muslimah agak diabaikan karena
banyak pengurus masjid sudah lanjut usia. Misalnya kami mengundang orang-orang
islam yang sukses agar anak muda bisa punya teladan yang menunjukkan bahwa
mereka bisa berhasil di negara ini, kata Hafiz Asim"
Dr Bashir menolak tegas menolak anggapan sebagian kalangan
bahwa banyaknya imam impor ikut menyuburkan radikalisme di negara ini. Pemerintah Inggris mendorong agar para
imam mampu berbahasa Inggris dan mempunyai standard pengetahuan tertentu agar
masjid tidak menjadi sumber radikalisme tetapi justru menjadi benteng melawan
radikalisme.
Banyak
kalangan Muslim di Inggris tidak setuju dengan argumen ini, tetapi mereka
sependapat bahwa para imam harus mampu berkomunikasi dengan jemaahnya, agar
tetap relevan dengan kehidupan kaum muda Muslim di negara ini.[4]
D. Solusi Problematika Masjid
Untuk mengembalikan dan menunaikan risalah masjid seperti
dahulu-kala memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Modal utamanya
adalah niat yang ikhlas karena Allah kesungguhan dalam bekerja kemauan dalam
berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam
maupun dari luar. Secara umum Allah telah memberikan beberapa kriteria yang
amat mendasar yang harus dimiliki para pemakmur masjid demi tercapainya risalah
masjid.yang artinya:
“Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan
shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk”. (QS Attaubah ayat 18).
Merupakan satu langkah mundur jika kepengurusan masjid
diserahkan kepada orang-orang yang tidak tergolong dalam ayat di atas. Karena
itu menggali dan mengkaji kembali perjalanan sejarah masjid-masjid pada masa
Rasulullah dan generasi pertama umat Islam adalah jalan terbaik untuk
merevitalisasi fungsi masjid. Selanjutnya tidak memilih para pengurus masjid
kecuali orang yang dikenal karena ketaqwaan dan pengabdiannya kepada Islam.
Ramainya jamaah barometer umum makmurnya sebuah masjid
Setiap pengurus masjid hendaknya memulai dalam mengembalikan fungsi masjid dgn
menggalakkan kegiatan shalat jamaah lima waktu. Hal itu misalnya dengan
terlebih dahulu memahamkan pentingnya shalat berjamaah dan keutamaan
pergi ke masjid.
Dituturkan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya
nabi SAW bersabda:
مَنْ غَدَا اِلَ اَلْمَسْجِدِ اَوْ رَاحَ اَعَدَّ اَللــهُ لَهُ فِيْ الْجَنَّةِ نُزُلاًكُلَّمَاغَدَاَوْرَاحَ
“Barang siapa
yang kala pagi atau sore hari pergi ke masjid, maka ALLAH menyediakan makanan
yang lezat dalam surga setiap dia pergi kala pagi atau sore hari”[5]
Ibnu Mas’ud berkata “Dan tidaklah seorang laki-laki
berwudhu kemudian ia membaikkan wudhunya lalu menuju ke masjid di antara
masjid-masjid ini kecuali Allah menulis tiap langkah yg ia langkahkan satu
kebaikan untuknya dan Allah meninggikannya satu derajat serta menghapuskan satu
keburukannya karenanya. Dan sesungguhnya kita telah menyaksikan bahwa tidaklah
meninggalkan kecuali seorang munafik yg tampak jelas kemunafikannya. Dan
sesungguhnya dahulu ada seorang laki-laki yg dipapah oleh dua orang kemudian ia
diberdirikan di dalam shaf”. Dari sini lalu dirutinkan kegiatan ta’lim dan
kegiatan-kegiatan sosial lainnya sehingga lambat laun masjid kembali menjadi
pusat pembinaan masyarakat Islam.
Setiap problematika yang mucul perlu diatasi sesuai dengan
keadaan dan kemampuan pengurus dan jemaah masjid. Tentu saja tidak semuanya
dapat diatasi, tetapi niscaya ada yang dapat diatasi dengan baik dengan mendahulukan
yang lebih patut. Problematika yang muncul tidak boleh dibiarkan berlarut
sehingga menimbulkan keadaannya semakin parah dan berat. Diantara cara
mengatasi problematika yang dihadapi masjid adalah sebagai berikut:
1. Musyawarah
Dalam
mengatasi problematiak masjid, antara pengurus dan jemaah mesjid perlu
untuk senantiasa melakukan musyawarah. Melalui musyawarah ini diharapkan
berbagai pemikiran dan pendangan dapat dikemukakan dalam rangka mencari
alternatif pemecahan yang baik. Berbagai kegiatan masjid akan berjalan dengan
baik dan lancar apabila dimusyawarahkan dan dilaksanakan secara
bersama-sama.
2. Keterbukaan
Pengurus
masjid harus bersifat terbuka dan memiliki keterbukaan. Dengan attitude
begini, mereka memiliki kekuatan untuk menggerakan jamaahnya. Jamaah pun akan
merasa ikhlas menyumbangkan pemikiran, senang turut melaksanakan berbagai
kegiatan, dan terlibat dalam mengatasi problematika masjid.interaksi yang
demikian akan memajukan dan memakmurkan masjid.
3. Kerja sama
Hubungan
dan kerjasama ppengurus dengan jamaah sangat diperlukan dalam mengatasi
berbagai problematika masjid. Tanpa kerjasama masalah tetap tinggal masalah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita
simpulkan bahwa, yang dimaksud masjid adalah tempat atau bangunan yang
dibangun khusus kaum muslimin (orang islam) untuk menjalankan ibadah kepada
Allah swt, terutama salat berjamaah.
Mengingat telah bergesernya peran dan fungsi masjid, maka
optimalisasi fungsi masjid harus segera dilakukan. Optimalisasi fungsi masjid,
baik pada tingkat Intensifikasi maupun ekstensifikasi, pada gilirannya dapal
bermanfaat bagi pembinaan masyarakat, bukan saja dalam aspek kegiatan ibadah
mual tapi juga bagi pembinaan aspek wawasan sosial, politik dan ekonomi serta
wawasan-wawasan lainnya sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Isyarat teologis yang menyatakan bahwa masjid itu adalah
Rumah Tuhan sesungguhnya memberikan makna bahwa masjid tidak lagi mengikat
individu sebagai sosok pemiliknya, lapi merupakan gambaran ko-lektifitas yang
terikat pada semangat ketuhanan yang universal. Pola pembinaan umat yang
dilakukan Rasulullah yang berbasis di masjid hingga kini diikuti oleh pengurus
dan pengelola masjid di seluruh dunia, termasuk di tanah air.
B. Pesan dan Saran
Pesan dari pemakalah adalah marilah kita perhatikan problematika masjid
pada saat sekarang ini, karena kalau kita biarkan hal ini akan menjadikan
tantangan bagi masjid untuk menjadi masjid yang diinginkan oleh rasululllah
SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan Syarfi. 1993.
Manajemen Masjid; Suatu Pendekatan Teoritis dan Organisatoris. Yogyakarta:
PT Dana BAkti Wakaf
Ayub, Moh.E. Mukhsin MK. Ramlan
Marjoned. 2001. Manajemen Masjid; Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus.
Jakarta: Gema Insani Press
Al-Nawawi,Imam. 2011. Mutiara
Riyadhushshalihin; Rujukan abadi umat muslim tentang akhlak dan keutamaan amal.
Bandung: PT. Mizan pustaka Anggota IKAP
[2] Ayub,
Moh.E. Mukhsin MK. Ramlan Marjoned. 2001. Manajemen Masjid; Petunjuk Praktis
bagi Para Pengurus. Jakarta: Gema Insani Press Hal,21
hanya demikian yang dapat saya tuliskan mudah-mudahan apa yang sudah saya tuliskan menjadi pedoman bagi pembaca sekalian untuk selalu menilik lebih dalam lagi bagai mana keadaan masjid di era modernisasi saat sekarang ini.semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar