BAB
1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perkembangan Islam, sedari awal hingga hari ini tak lepas dari peranan
Hadis. Secara bahasa kata hadis berarti baru , disamping berarti baru juga
diartikan dekat(sesuatu yang dekat).[1]
Dalam pemahaman umum, Hadis adalah ajaran Nabi Muhammad SAW, yang meliputi
tindakan, perkataan, maupun persetujuannya atas sesuatu. Keseluruhan tindakan
dan ucapan Nabi SAW itu kemudian dijadikan panutan dan patokan bagi para
pengikut Muhammad SAW dalam menjalankan perintah-perintah agama.
Termasuk didalamnya tentang keimanan,Dalam makalah kali
ini kami menyampaikan tema ‘KEIMANAN´. Yaitu suatu kata dasar yang wajib
dimiliki dan dipahami oleh setiap manusia yang beragama. Khususnya dalam
hal ini adalah kita sebagai umat Islam. Setiap mukminwajib memiliki, memahami
dan menjaga kualitas keimanannya. Hal inilah yangdijadikan tolok ukur kualitas
keagamaan seseorang.Dalam makalah ini kami berusaha menyajikan permasalah
mengenai Iman,Islam, Ihsan dan juga sedikit menyinggung mengenai budaya malu
yang saat ini lambat laun mulai hilang dalam perilaku masyarakat kita. Yang
ternyata dalam Islam sendiri malu dimasukkan ke dalam bagian dari keimanan.
I.2 Tujuan
Tujuan
yang paling utama bagi penulis membuat makalah ini atau pembahasan ini adalah
untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu. Sekaligus untuk menambah ilmu serta
berbagi ilmu dengan para pembaca.
I.3 Rumusan Masalah
a. Definisi Iman, Islam,Ihsan ,Islam serta
hari kiamat ?
b. Hubungan antara Iman,Ihsan,Islam serta hari
kiamat?
c. Hal
yang menyebabkan berkurangnya Iman ?
d. Sifat-sifat Malu ?
I.4 Batasan Masalah
Dalam pembahasan materi ii kami membatasi
pembahasan hanya pada ruang lingkup apa pengertian Iman,Ihsan,Islam,Hari
kiamat, serta hubungannya. Hialngnya iman karen maksiat, serta seputar rasa
malu sebagian dari iman.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 HUBUNGAN IMAN,
ISLAM, IHSAN DAN HARI KIAMAT
Di antara kami duduk seseorang yang
datang kepada kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, rambutnya
yang sangat hitam. Tidak ada yang melihat dia datang, dan tidak ada diantara
kami yang mengenalnya, sehingga dia telah duduk kepada rasulullah SAW, maka dia
menyandarkan lututnya kepada lutut nabi
SAW, dan dia meletakkan tangannya diatasa paha nabi SAW, dan dia berkata,’wahai
muhammad ceritakan olehmu kepadaku tentang islam! Maka berkata rasulullah SAW,’
islam bahwa engkau bersaksi bahwa tiada tuhan selain allah dan bahwa muhammad
itu utusan allah, dan kamu dirikan shalat, dan kamu tunaikan zakat, dan kamu pusa
pada bulan ramadhan, dan kamu haji kebait jika kamu sanggup berjalan
menunaikannya’ berkata ia laki-laki,’engkau benar’, heran kami kepadanya dia
yang bertanya dia yang menjawab. Berkata dia laki-laki,’ceritakan olehmu kepada
ku tentang iman! Berkata nabi SAW,’bahwa percaya kamu dengan allah dan
malaikat-malaikatnya allah dan kitab-kitabnya allah dan rasul-rasulnya allah
dan kamu beriman dengan qadar baik dan qadar buruk ’berkata dia lak-laki’ kamu
benar’,. Berkata ia laki-laki ceritakan olehmu kepadaku tentang ihsan! Berkata
nabi SAW ‘bahwa engkau menyembah allah seakan-akan engkau melihatnya maka jika
engkau tidak melihat allah maka sesungguhnya allah melihat engkau’. Berkata ia
laki-laki ceritakan olehmu kepadaku tentang hari kiamat! Berkata nabi SAW ‘orang
yang ditanya tidak lebih mengetahui dari pada yang bertanya’. Berkata ia
laki-laki ceritakan olehmu kepadaku tentang tanda-tandanya! Berkata nabi SAW
‘telah melahirkan oleh hamba sahaya akan penghulunya, dan kamu lihat orang yang
bersandal sebelah telanjang miskin yang berbondong-bondong dalam membangun’.
Kemudian berlalu ia laki-laki sejenak. Kemudian
berkata nabi SAW ‘ hai umar apakah kamu tahu tentang masalah ini? Berkata aku
‘hanya allah dan rasulnya yang mengetahuinya, berkata nabi SAW ‘ maka sesungguhnya
itu jibril, dia telah datang kepada kamu mengajarkan kamu tentang agama kamu[2].
Dalam hadits di atas ada empat pokok
yang saling berkaitan satu sama lain. Yaitu iman, islam, ihsan, dan hari
kiamat. Seseorang tidaklah cukup menganut islam saja tanpa mengiringinya dengan
iman. Begitu juga sebaliknya iman tanpa islam tidaklah berarti. Akan tetapi
iman dan islam tidaklah cukup kearena harus dibarengi dengan ihsan supaya
segala amal ibadahnya mendapat nilai atau berpahala di sisi allah SWT[3]. Dengan
demikian, ia akan mendapatkan hasilnya, yaitu mendapat pahala dari ibadahnya,
baik di dunia, dan terutama di hari kiamat kelak, yang tidak ada seorang pun
yang mengetahuinya kapan terjadinya kecuali allah SWT.Di bawah ini akan dibahas
lebih rinci tentang iman, islam, ihsan dan hari kiamat.
1. Iman
Dalam hadits di atas diterangkan bahwa iman
adalah percaya kepada allah SWT, malaikatnya allah, kitab-kitabnya allah,
rasulnya allah, hal itu semua sesuai dengan firman allahSWT.
Artinya:
“ rasul itu mempercayai apa yang diturunkan
kepadanya dari tuhannya. Begitu pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman
kepada allah, malaikatnya, kitab-kitabnya, dan rasul-rasulnya. Dan mereka
berkata,”kami mendengar dan kami taat,(kami mengharap) ampunan-mu.dan kepada
engkau-lah kami menyembah.(Q.S. Al-baqrah: 285)
Menurut salah satu tokoh yakni Dr. Yusuf
al-Qardhawi iman adalah pengakuan dengan hati dan pengucapan dengan lisan serta
pengalaman melalui rukun-rukunNya.[4]Secara
singkat dapat dijelaskan bahwa iman artinya kepercayaan, yang intinya percaya
dan mengakui bahwa allah itu ada dan esa, tiada tuhan selain allah dan muhammad
adalah utusan-nya.
Dalam hadits lain, seperti yang diriwayatkan
oleh kahnas dan sulaiman at-Tamimi, disebutkan pula beriman kepada qadha dan
qadar, baik yang buruk maupun yang baik. Dengan demikian , jumlah rukun iman,
menurut sebagian besar ulama, adalah enam. Keimanan dipandang secara sempurna,
apabila ada pengakuan dengan lidah, pembenaran dengan hati secara yakin dan
tidak bercampur keraguan, dan dilaksanakan dalam perbuatan sehari-hari.[5]
2. Islam
Islam adalah agama yang dibawa oleh para
utusan allah dan disempurnakan pada masa rasulullah SAW. Yang memiliki sumber
pokok al-quran dan sunnah rasulullah SAW. Sebagai petunjuk bagi umat manusia
sepanjang mas.(Q.S. 48: 28, dan 5.3).Islam dibangun atas lima asas sebagai mana sabda rasulullah SAW:
Artinya:
“dari
ibnu umar r.a ia berkata, rasulullah SAW bersabda,”islam didirikan atas lima
perkara, yakni bersaksi tiada tuhan selain allah dan bahwa nabi muhammad utusan
allah, dan mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan haji ke baitullah, dan
puasa pada bulan ramadhan.
Islam adalah kepatuhan menjalankan perintah
allah dengan segala keikhlasan dan kesungguhan hati.hal itusesuai dengan arti
kata islam, yakni penyerahan. Seseorang muslim harus menyerahkan dirinya kepada
allah secara total karna memang manusia diciptakan untuk mengabdi kepada-nay[6].Islam
adalah agama yang benar dan hanya islamlah agama yang diterima di sisi allah
sebagai mana firman allah:
Artinya:
Sesungguhnya
agama yang benar di sisi allah adalah agama islam. (Q.S. Ali-imran: 19)
Meskipun telah jelas bahwa islam agama yang
benar, tetap saja banyak manusia yang tidak mau mengikutinya. Hal itu antara
lain karna allah tidak memberikan petunjuk kepadanya sehingga hatinya menjadi
gelap. Di samping itu karna mereka tidak mau berusaha untuk mengimani-nya dan
memeluk islam hingga allah SWT memberikan siksa-nya.
Islam menentukan dan mengatur cara mengabdi
kepada allah SWT. Menurut cara yang diridhai-nya. Ibadah dalam islam antara
lain bertujuan untuk merekatkan dan mendekatkan hubungan antara makhluk dengan
khalik, supaya manusia senetiasa mendapatkan karunia dan ridha-nya. Dalam
hubungan dengan manusia, islam pun mengatur sikap hidup dan tingkah laku yang baik,
dalam lingkungan lebih kecil maupun dalam lingkungan masyarakat lebih luas.
Dalam islam telah diatur pula hubungan dengan anggota masyarakat yang berbeda
agama, bahkan yang tidak beragama sekalipun. Senuanya bertujuan agar
terciptanya hubunga yang baik dan harmonis antar sesama manusia.
Islam pun mengatur hubungan manusia dengan
alam dan hewan. Manusia haruslah memperlakukan hewan secara wajar. Begitu juga
dalam mengeksplotasi alam ia harus mengaturnya sedemikian rupa sehingga tidak
merusak lingkungan dan tercipta lingkungan yang asri dan memberikan kebahagiaan
serta kesejahteraan bagi manusia. Secara singkat, dapat dijelaskan bahwa islam
mengatur segala aspek kehidupan, baik yang berkenan dengan kepercayaan, ibadah,
moral, sosial, ekonomi, kebudayaan, pemerintahan, hubungan internasionalserta
pandangan dan sikap hidup terhadap alam semesta.
3. Ihsan
Ihsan secara bahasa adalah berbuat kebaikan
sebagai mana dinyatakan dalam ayat:
Artinya:
Sesungguhnya
allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebaikan. (Q.S. An-nahl: 90)
Dalam arti khusus, ihsan sering disamakan
dengan akhlak, yaitu sikap atau tingkah laku yang baik menurut islam. Dan terkadang pula diartikan
sebagai suatu kesempurnaan. Adapun ihsan menurut syari’at, telah dirumuskan oleh
rasulullah SAW dalam sabdanya yaitu ‘menyembah allah seakan-akan engkau
melihat-nya, jika kamu tidak mampu melihat allah, maka sesungguhnya allah
melihat engkau.
Menurut imam An-nawawi, ihsan berarti berusaha
menjaga tata krama dan sopan santun dalam beramal, seakan-akan kamu melihat-nya
seperti Dia melihat kamu. Hal itu harus dilakukan bukan karna kamu melihatnya,
tetapi karna selamanya Dia melihat kamu. Maka beribadah lah dengan baik
meskipun kamu tidak melihat-nya[7]. Ihsan
merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan diterima atau tidaknya suatu
amal oleh allah SWT. Karna orang yang berlaku ihsan dapat dipastikan akan
ikhlas dalam beramal, sedangkan ikhlas merupakan inti diterimanya suatu amal
ibadah.
4. Hari kiamat
Percaya kepada hari kiamat termasuk salah satu
rukun iman yang harus diyakini oleh semua orang yang beriman meskipun tidak da
yang tau kapan waktunya, bahkan rasulullah pun tidak mengetahuinya karna hanya
allah saja yang tau, akan tetapi rasulullah memberikan beberapa tanda-tanda
terjadinyahari kiamat.
Bagi mereka yang beriman, tidak diketahui
terjadinya hari kiamat tidak akan mengurangi kadar keimanannya. Mereka justru
waspada dan senentiasa meningkatkan amal kebaikan untuk bekal menghadapinya.
II.2 Kadar Iman berkurang karena
maksiat
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ
مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ
يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ
حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَزَادَ فِي رِوايَةٍ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً
ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَ
يْهِ أَبْصارَهُمْ فِيهَا حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ
مُؤْمِنٌ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ
Hadist riwayat Abū Hurairah rađiyaLlāhu‘anhu, ia
berkata; Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang pezina tidak akan
berzina di mana ketika sedang berzina ia dalam keimanan yang baik. Dan
seseorang tidak akan meminum khamar di mana ketika sedang minum-minum ia dalam
keimanan yang baik. Dan seorang pencuri tidak akan mencuri di mana ketika
sedang mencuri ia dalam keimanan yang baik. Dan seorang mulia yang terpandang
tidak akan merampas hak orang di mana ketika sedang merampas ia dalam keimanan
yang baik.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2295)
Orang yang beriman kepada Allah SWT. Akan
merasa suatu perasaan segala tingkah lakunya selalu diawasi oleh Dzat yang maha
mengetahui, Allah SWT. Ia memiliki keyakinan bahwa segala amal perbuatannya harus
dipertanggung jawabkan kelak
dihadapan-Nya dan ia sendiri yang akan menerima akibat dari perbuatannya, baik
ataupun buruk sekecil apapun perbuatannya.
Firman
Allah
Artinya
:
Barang
siapa yang mengerjakan kebaikan walaupun seberat dzarah(benda paing kecil)
niscaya dia akan melihat (balasan)Nya, dan barang siapa yang mengerjakan amal
kejelekan seberat dzarah pun ,niscaya dia akan melihatnya.(Q.S. Al-Zalzalah)
Oleh karena itu, orang yang benar-benar
beriman pasti selalu berusaha untuk mengerjakan perbuatan yang baik dan
menjauhi perbuatan yang dilarang-Nya. Ia tidak mungkin berbuat maksiat dengan sengaja
kepada-Nya karena ia merasa malu dan takut menghadapi azabnya serta takut tidak
mendapatkan ridha-Nya.[8]
Syaikh Bin Baz mengatakan : "Iman itu bertambah dengan ketaatan dan
berkurang dengan kemaksiatan." Penjelasan Maksudnya adalah pembicaraan
tentang bertambahnya iman dengan melakukan ketaatan dan berkurangnya keimanan
disebabkan adanya perbuatan kemaksiatan yang dilakukan. Perkataan ini adalah
benar dan tidak ada keraguan padanya. Pendapat ini didasarkan pada dalil-dalil
yang banyak yang bersumber dari al-Qur'an.[9]
jadi, orang yang tidak beriman kepada Allah Swt akan
merasa bahwa hidupnya didunia tidak memiliki beban apa-apa. Ia hidup semaunya dan yang penting baginya
adalah ia merasa senang dan bahagia . ia tidak memikirkan kehidupan setelah
mati kelak karena ia tidak mempercayainya. Dengan demikian perbuatannya pun
tidak terlalu dipusingkan oleh masalah baik maupun buruk. Dan kalaupun suatu
ketika ia melakukan perbuatan baik, bukan karena mengharapkan ridha Allah ,
karena ia tidak percaya kepada-Nya sehingga Allah pun tidak akan memberi
pahala.
Adapun bagi mereka yang menyatakan dirinya
beriman, tetapi sering melakukan perbuatan dosa/maksiat, mereka merasa dan
mengetahui bahwa perbuatan ang dilakukannya adalah perbuatan dosa, tetapi
mereka tidak berusaha untuk mencegah
dirinya dari perbuatan tersebut. Hal itu antara lain karena kuatnya godaan
setan dan besarnya dorongan hawa nafsu untuk melakukan perbuatan maksiat. Dalam
keadaan
seperti ini , ia tetap beriman, hanya
saja keimanannya lemah (berkurang) . semakin sering melakukan perbuatan dosa,
semakin lemah pula imannya.[10]
Keimanan seseorang adakalanya berkurang , maka
seyogyianya setiap orang beriman harus berusaha untuk selalu memperbaharui
keimanannya , antara lain dengan selalu mengingat-Nya dan mengerjakan perbuatan
yang baik dan di ridhaI-Nya . dengan demikian keimananya relatif stabi. Jadi,
orang yang betul-betul beriman tidak mungkin secara sengaja mengerjakan
maksiat. Maka seorang mukmin yang melakukan perbuatan dosa seperti, berzina
,mencuri , membnuh dan lain-lain berarti dia sedang tidak beriman atau imannya
berada dalam titik terendah. Oleh karena itu seyogyianya setiap orang yang beriman selalu
memperbaharui keimanannya dengan selalu mengingat Alla dan melakukan
perintahNya.
II.3
Rasa malu sebagian dari Iman
حدثنا
عبد الله بن يوسف قال اخبرنا مالك بن انس عن ابن شهاب عن سالم بن
عبد الله عن ابيه ان رسول الله صلى الله
عليه وسلم مر على رجل من الانصار وهو يعظ اخاه في الحياء فقال رسول الله صلى الله
عليه وسلم دعه فان الحياء من الايمان (خر جه البخاري فكتابلايمانبابالحياءمنالايمان)
Artinya
: “meriwayatkan Abdullah bin Yusuf telah berkata, Malik bin Anas mengkhabarkan
dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah
saw lewat pada seorang Anshar yang sedang member nasehat saudaranya perihal
pemalu. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Biarkan dia, karena malu itu sebagian
dari iman.”
Rasa malu merupakan salah satu sifat yang
dimiliki manusia dan sekaligus merupakan salah satu sifat yang membedakan
manusia dengan makhluk lainya. Kadar rasa malu setiap orang berbeda-beda ada
yang pemalu , agak pemalu dan tidak pemalu. Dalam hadist diatas disebutkan
bahwa malu bagian dari iman. Sehingga islam sangat mengagung agungkan
keberagaman setiap orang, khususnya dalam sifat malu. Namun malu dalam hadist
dia atas bukan dalam arti bahasa, tapi arti malu di hadis ini adalah malu dalam mengerjakan perbuatan yang jelek. Sehingga dipertegas dalam hadis lain :
yang artinya “Imran bin Hushain r.a ia berkata bahwa Rasullullah SAW bersabda ,
malu itu tidak akan menimbulkan sesuatu kecuali kebaikan semata”(H.R Bukhari
dan muslim).
Kemudian para ulama mendefinisikan malu dengan
“hakikat malu adalah sifat dan perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang
sopan”. Menurut Abdul Qasim, perasaan malu akan timbul bila memandang budi
pekerti yang baik dan melihat kekurangan diri. Kemudian menurutnya Al-Hulaimy berpendapat bahwa hakikat malu
adalah rasa takut untuk melaksanakan kejelekan . menurut para ulama yang
dikemukakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab fathu Al Bary bahwa merasa malu dalam
mengerjakan perbuatan haram adalah wajib., dan mengerjakan pekerjaan yang
makruh
adalah sunnah , dan dalam mengerjakan
perbuatan yang mudah adalah kebiasaan/ adat. Perasaan malu yang seperti itulah
yang merubah salah satu cabang iman.[11]
Dalam hal ini malu dalam perbuatan baik
tidaklah dikategorikan dalam hadis ini sebagaimana firmannya : Artinya “ dan
Allah tidak malu (menerangkan ) yang benar.” (QS. Al-Azhab :53)
Al
Faqih Abu Laits As-samarqandi berpendapat bahwa malu dalam syariat islam
terbagi atas dua macam yaitu :[12]
1.
Malu kepada Allah SWT. Maksudnya adalah merasakan nikmat dari Allah SWT. Hingga
tidak sampai hati dan malu untuk berbuat maksiat atau melanggar larangannya
2.
malu kepada sesama manusia, maksudnya menutup mata dari hal-hal yang tidak
berguna.
Sifat
malu ada dua macam, yaitu :
1.
Malu yang merupakan watak asli manusia
Sifat malu jenis ini telah menjadi fitrah dan
watak asli dari seseorang. Allah menganugrahkan sifat malu seperti ini kepada
siapa saja yang dikhendaki Nya . memilki
sifat malu seperti ini adalah nikmat yang besar, karena sifat malu tidak akan
memunculkan kecuali perbuatan yang baik bagi hamba-hamba Nya.Nabi SAW bersabda
, dari Imran Ibn Husain r.a : “Rasa malu itu tidak akan mendatangkan kecuali
kebaikan .” (HR. Bukhari Muslim)
2. Malu yang diupayakan (dengan mempelajari
syari’at)
Al-Qurthubi berkata , “malu yang diupayakan ini lah yang Allah jadikan bagian dari keimanan .
Malu jenis inilah yang dituntut , bukan malu
karena watak atau tabiat. Jika seorang hamba dicabut rasa malunya, baik
malu karena tabiat atau yang diupayakannya , maka dia sudah tidak lagi memiliki
pencegah yang dapat menyelamatkannya dari perbuatan jelek dan maksiat, sehingga
jadilah dia setan yang terkutuk yang berjalan di muka bumi dalam wujud
manusia.”
Ketahuilah bahwa ada malu yang disebut malu
tercela, yatiu malu yang menjadikan pelakunya mengabaikan hak-hak Allah ta’ala
sehingga akhirnya dia beribadah kepada Allah dengan kebodohan. Di antara malu
yang tercela adalah malu bertanya maslah agama., tidak menunaikan hak-hak secara
sempurna, tidak memenuhi hak yang menjadi tanggung jawabnya, termasuk hak kaumm muslimin.
Meskipun malu adalah tabiat dasar seorang wanita, sifat ini tidak boleh
menghalagi untuk berbuat kebaikan. Berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan
sampai menjadi wanita yang paling mulia di sisi Allah.
Jadi malu dalam pandangan Islam adalah malu
dalam melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Dan dipandang jelek oleh
manusia . Adapun orang yang merasa malu untuk melakukan perbuatan baik atau
malu menegur orang yang melakukan kejelekan tidak termasuk dalam kategori ini ,
tetapi termasuk perbuatan yang tercela.
BAB III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Iman ialah percaya kepada Allah swt, para malaikat-Nya, pertemuan
denganAllah, para Rasul-Nya, percaya kepada hari berbangkit dari kubur, dan
percayakepada qadha dan qadar. Islam ialah
menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun,
mendirikan shalat, menunaikan zakat yangdifardhukan, berhaji, dan berpuasa di
bulan Ramadhan; danIhsan ialah menyembahkepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya, kalau tidak mampu
melihat-Nya, harusdiyakini bahwa Allah melihat kita.Ketiga hal di atas,
ditambah mempercayai terjadinya hari kiamat, yang tidak seorangpun
mengetahuinya kecuali Allah swt. merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dalam membentuk jiwa untuk mengabdi kepada Allah sehinggamendapat
keridhaan-NyaKeimanan seseorang akan terpantul dalam bentuk amal shaleh.
Oleh sebab itu,meningkat atau menurunnya amal shaleh yang diperbuat
merupakan indikator menurun dan berkurangnya iman. Orang yang betul-betul
beriman tidak mungkinsecara sengaja mengerjakan maksiat. Dengan demikian,
seorang mukmin yangmelakukan perbuatan dosa seperti zina, mencuri, membunuh dan
kemaksiatan-kemaksiatan lainnya, berarti dia sedang tidak beriman atau imannya
berada dalamtitik terendah.
Oleh karena itu, seyogianya setiap orang yang beriman selalumemperbaharui
keimanannya dengan selalu mengingat Allah dan melakukan berbagai
perintah-Nya.Malu dalam arti sebenarnya (menurut pandangan Islam) adalah malu
dalammelakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. dan yang dipandang jelek
olehmanusia. Adapun orang yang merasa malu untuk melakukan perbuatan baik
ataumalu menegur orang yang melakukan kejelekan tidak termasuk malu dalam
kategoriini, tetapi justru termasuk perbuatan tercela.
III.2
Pesan dan Saran
Demikianlah
makalah ini kami selesaikan , kami berpesan pada pembaca agar bisa membaca
makalah dari sudutpandang yang mampu mengefisienkan ilmu di makalah ini.
Selain itu
juga pemakalah ingin menyarankan kepada pemabaca agar makalah ini tidak hanya
dijadikan satu satunya refrensi dalam
menimba ilmu tentang Keimanan, akan tetapi kita harus mengadakan studi banding
dengan refrensi lain agar dapat pengetahuan yang banyak.
[1] Idri, Studi Hadis (Jakarta:Kencana Prenada
Media Group,2010), hlm 7
[2] سيد
أحمد الها شمي المصري, 2005,
hlm: 189
[3] Syafe’i,Al Hadist (Bandung: Pustaka Setia, 2000).hlm 16
[4]
Sulaiman, pemikiran Dr.Yusuf Al Qardhawi
dalam timbangan (Bogor : Pustaka Imam Asy syafi’i, 2003), hlm 48
[5]Syafe’i,op.cit,
hlm 17
[6]Ibid, hlm. 19.
[7]Ibid, hlm. 22.
[8] Ibid,hlm 25-26
[9] Khilman Dayatullah,Iman bisa bertambah bisa berkurang.Gudang
Makalah
[10] Syafe’i ,op.cit, hlm 26
[11] Ibid, hlm 31
[12] Ibid, hlm 32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar