Rabu, 17 Desember 2014

MAKALAH DEFENISI DAN RUANG LINGKUP LOGIKA SCIENTIFIK

MAKALAH DEFENISI DAN RUANG LINGKUP LOGIKA SCIENTIFIK- selamat malat malam saudara-saudari sekalian, malam ini saya akan membahas tentang defenisi dan ruang lungkup logika scientifik. makalah ini saya tulis ketika semester empat jurusan manajemen dakwah namun saya poskan akhir ini dengan tujuan bisa di jadikan sebagai refensi oleh pembaca sekalian. berikut kamu jelaskan tentang makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
            Semua orang mempergunakan pemikiran untuk meyakinkan orang lain mengenai suatu ucapan, akan tetapi orang lain itu diyakini, kalau pemikiran-pemikiran itu membuktikan dengan baik ucpan.
            Pemikiran-pemikiran yang sah merupakan syarat mutlak untuk semua orang yang hendak diyakini orang lain,akan tetapi lebih perlu lagi bagi mereka yang hendak memberikan atau mengajarkan suatu ilmu pengetahuan. Sebab tidak orang yang seluruhnya dan tetap diyakinkan kecuali kalau disajokan kepadanya ucapan yang memaksa untuk menyetujui.
            Dalam logika dipandang pemikiran, yang memuat pengertian-pengertian yang mampu membuktikan suatu ucapan, pemikiran itu terdiri dari banyak putusan dan dibagi dalam pengertian-pengertian.
1.2. Maksud dan Tujuan.
            Maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini diantaranya :
  1. Mengkaji lebih dalam hal-hal tentang logika.
  2. Menambah wawasan akan batasan logika pada takaran sebenarnya.
  3. Menambah wawasan tentang sejarah logika.
1.3. Rumusan Masalah
            Rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah :
1.      Logika dalam Al-quran.
2.      Sejarah logika scientifik.
3.      Pengertian dan klasifikasi logika scintifik.
4.      Hukum-hukum logika Scientifik.
BAB II
PEMBAHASAN
“ Defenisi dan Ruang Lingkup Logika Scientifik”
2.1. Logika Dalam Al-quran
             Untuk mengkaji makna berpikir dan dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran.

            Akal dan pikiran merupakan karunia paling mulia yang diberikan Allah Swt kepada manusia.  Orang-orang yang tidak berpikir dan menolak untuk menghamba kepada Tuhan, dipandang sebagai mahkluk yang lebih buruk dari pada binatang seperti firman Allah dalam Alquran;
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli  yang tidak mengerti apa-apapun. (Q.S. Al-anfal :22)
            Karena itu, berulang kali al-Quran menyebutkan bahwa kebanyakan orang tidak berpikir, atau tidak menggunakan akalnya Menurut Allamah Thabathabai, Allah Swt dalam al-Quran menyeru manusia sebanyak lebih dari tiga ratus kali untuk menggunakan dan memberdayakan anugerah pemberian Tuhan ini[1]. dimana ayat-ayat ini dapat diklasifikasikan secara ringkas sebagaimana berikut:
  1. Mencela secara langsung manusia yang tidak mau berpikir:
      Pada kebanyakan ayat al-Quran, Allah Swt menghukum manusia disebabkan karena mereka tidak berpikir. Dengan beberapa ungkapan seperti, “afalâ ta’qilun”, “afalâ tatafakkarun”, “afalâ yatadabbaruna al-Qur’ân”, Allah Swt mengajak mereka untuk berpikir dan menggunakan akalnya.
  1. Ajakan untuk berpikir dalam pembahasan-pembahasan tauhid:
            Allah Swt menggunakan ragam cara untuk mengajak manusia berpikir tentang keesaan Allah Swt; seperti pada ayat, “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arasy dari apa yang mereka sifatkan.” (Qs. Al-Anbiya [21]:22) dan “Katakanlah, “Mengapa kamu menyembah selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat kepadamu dan tidak (pula) mendatangkan manfaat bagimu? Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
            (Qs. Al-Maidah [5]:76) serta ayat-ayat yang menyinggung tentang kisah Nabi Ibrahim As dalam menyembah secara lahir matahari, bulan dan bintang-bintang, semua ini dibeberkan sehingga manusia-manusia jahil dapat tergugah pikirannya terkait dengan ketidakmampuan tuhan-tuhan palsu.
            Dengan demikian, Allah Swt mengajak manusia untuk merenungkan dan memikirkan ucapan dan ajakan para nabi, “Apakah mereka tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila? Ia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata (yang bertugas mengingatkan umat manusia terhadap tugas-tugas mereka).
            (Qs. Al-A’raf [7]:184); “Katakanlah, “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu pikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikit pun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagimu sebelum (menghadapi) azab yang keras.” (Qs. Al-Saba [34]:46).
2.2. Sejarah Logika
            Bila kita ingin berbicara tentang sejarah timbulnya logika, maka sesungguhnya logika muncul sudah lama yaitu setua umur manusia. Sejak manusia itu ada, Logika pun telah ada karena manusia itu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selalu berfikir. Berfikir seperti ini disebut dengan logika naturalis (berfikir berdasarkan kudrat). Walaupun manusia belum mempelajari hukum-hukum akal dan kaedah-kaedah ilmia, namun secara praktis telah dapat berfikir dengan teratur terutama dalam soal yang mudah-mudah seperti matahari berbeda dengan saya. Akan tetapi bila manusia memikirkan hal-hal yang sulit, ia akan membutuhkan kaedah-kaedah ilmiah yaitu logika.
A. Zaman Yunani
            Pengetahuan tentang logika pertama kali tumbuh di Yunani. Filosuf Yunani yang memberikan rangsangan bagi pertumbuhan dan perkembangan pemikiran-pemikiran filsafat, khususnya logika sebagai bagian dari filsafat.
            Hanya filosuf Yuanani yang dianggap sebagai peletak batu pertama untuk munculnya ilmu logika. Adapun peletak batu pertama ialah Socrates, kemudian dilanjutkan oleh Plato dan dilengkapi oleh Aristoteles, dipandang sebagai bapak pendiri logika karena beliaulah yang pertama kali menyusun ilmu ini dengan pembahasan teratur yang dibuat dari ilmu falsafah. Konsep berfikir beliau itu dikumpulkan oleh muridnya dan diberi nama “Organon”[2]. Jadi istilah logika baru dipakai untuk menggantikan organon pada abad ke 2 M.
            Aristoteles tidak memberi nama dengan logika, beliau membri nama dengan “dialektika analitika”[3]. Kemudian baru Cirero yang menyebut ilmu ini dengan logika (abad ke-1 sebelum masehi), dalam arti ’seni berdebat’ dan Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi), menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus ridaknya pemikiran kita[4]. Walaupun demikian Aristoteles merupakan orang yang berperan dalam perkembangan ilmu logika. Logika Aristoteles merupakan logika kuno atau tradisional logic yan dikembangkan oleh filosuf-filosuf hingga sampai abad ke 19.
            Disamping itu orang-orang yang berjasa dalam ilmu logika ikut menyempurnakan ajaran Aristoteles adalah: Theoprastus dan Porphyry..
B. Abad Pertengahan.
            Pada abad ini, logika mengalami perkembangan yang pesat  dibawah pemeliharaan dan pengembangan yang dilakukan oleh para sarjana Islam. Sebab setelah filsafat meninggalakan bangsa yunani, ia dipelihara oleh orang-orang Islam, sehingga menjadi satu bagian yang terpenting dalam sejarah kebudayaan islam.
            Dalam hal ini sejarah mencatat jasa Al-Farabi sebagai pelanjut dan pengembang filsafat Yunani Khususnya logika. Karena jasanyalah dunia mengenal kembali pelajaran logika yang disusun oleh Aristoteles. Ia tidak hanya sekedar menyalin pelajaran logika itu dari bahasa Yunani ke bahasa Arab, tetapi juga sekaligus memberikan ulasan dan komentar tambahan, hingga mudah dipahami orang Keahliannya dalam bidang filsafat umumnya dan logika pada khususnya mengantarkanya untuk mendapat gelar sebagai guru pertama pada kedua bidang tersebut adalah Arisdtoteles.
            Dan patut dicatat bahwa salah satu usaha Sarjana Muslim dalam menyempurnakan Logika Aristoteles adalah konsepsi metode otoritas dan metode induksi dalam penyelidikan ilmiah.
            Jejak Al-Farabi dan para Filusuf Muslim lainnya dibidang logika diikuti oleh para filosuf berikutnta hingga kini.
C. Abad Modern
            Sejarah telah mencatat bahwa otoritas pemikiran Aristoteles dibidang logika berpengaruh selama lebih kurang 22 abad. selama kurun waktu tersebut, logikanya tetep terpakai bahkan dianggap sempurna dan tidak dapat diperbaiki lagi. 
            Gagasan tentang Logika Modern, baru muncul pada abad ke 17. Logika yang lebih mengarah kepada kepentingan penerapan dan bercorak matematis ini dirintis Leibniz (1646-1716) yang menyadari keterbatsan logika Aristoteles dalam konstelasi perkembangan ilmu pengetahuan. Rintisannya ini merupakan awal dari Logika  modern yang juga dikenal dengan istilah Logika simbolik. Leibniz mengemukakan suatu gagasan bahwa hubungan antara kalimat tunggal dan kalimat majemuk dapat dinyatakan dengan cara tertentu, sehing timbul kemungkinan untuk menyusun notasi kalimat majemukl menjai kalimat sederhana. Denag notasi sederhana, maka hubungan menjadi jelas dan dapat diperiksa dengan lebih mudah.
D. Logika di Dinia Islam
            Logika mulai tumbuh dan berkembang didunia Islam yaitu pada zaman kerejaan Islam. Islam ketika itu telah berkembang  sampai ke Spanyol di barat dan ke timur mencapai perbatasan Cina. Zaman itu adalah zaman berkembangan Ilmu pengetahuan dan dilakukan penterjemahan buku-buku yunani kuno, Persia dan Sanskerta kedalam bahasa Arab terutama di zaman Khalifah Al-Ma’mun dari daulat Abbasyah di Bagdadd dan khalifah Abdurrahman dari Dinasti Bani Umayyah di kordova.
            Khalifah Al-ma’mun adalah seorang khalifah yang cinta kepada Ilmu Pengetahuan terutama Ilmu yang berhubungan dengan filsafat, Beliau tidak segan-segan menghabiskankeuangan untuk kepentingan gerakan penterjemahan. Maka mulailah gerakan Penterjemahan saat itu, yaitu buku yunani.
dan akhirnya akan menimbulkan pemikiran yang tidak benar. Jadi ketiga persoalan inilah yang akan dibahas dalam ilmu logika untuk mengarah pemikiran kita ke arah yang valid.
2.3 Pengertian dan Klasifikasi Logika
A. Pengertian
            Pengertian logika berasal dari kata sifat dari kata kerja logis dari bahasa Yunani yang berarti “kata” atau “ucapan” atau pemikiran yang diucapkan dengan selengkap-lengkapnya[5]. Dan kata lain logika sering juga disebut dengan istilah “manthiq” asal dari kata “nathaqo” yang berarti “berkata”[6], atau “hukum yang memilahara hati nurani dari kesalahan berfikir”[7].
            Menurut istilah, logika adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang aturan-aturan berfikir, agar dengan aturan-aturan tersebut dapat diambil kesimpulan yang benar. pendapat lain mengatakan logika (mantiq) adalah berfikir dengan sekehendak dan mencegah dari kesalahan[8]. Menurut Partap Sing Mehra “logika adalah suatu ilmu yang memberi aturan-aturan berfikir valid[9]”. Menurut Muhammad Nur Ibrahim “mantiq adalah suatu ilmu (undang-undang) yang membimbing manusia dalam berfikir supaya terpelihara dari tergelincir dan menyelamatkan pengetahuannya dari tersalah[10].
Dari berbagai defenisi tersebut di atas dapat ditekankan bahwa:
a.       Logika adalah ilmu tentang undang-undang berfikir.
b.      Logika adalah ilmu untuk mencari dalil.
c.       Logika adalah ilmu untuk menggerakkan fikiran kepada jalan yang lurus dalam memperoleh sesuatu kebenaran.
d.      Logika adalah ilmu sebagai alat yang dapat dijadikan untuk berfikir benar dan sistematis.
Adapun nama lain dari logika antara lain[11]:
a.       Ilmu Mantiq, artinya ilmu berfikir karena ia menata fikiran yang diungkapkan dalam bahasa. Jadi bahasa merupakan pernyataan dari fikiran. Kalau bahasa salah, tentu berasal dari bahasa yang berfikir yang salah. Karena mantiq mendidik fikiran agar selalu berfikir benar dan di salurkan melalui bahasa yang benar.
b.      Ilmu Mizan, artinya ilmu timbangan karena logika menimbangdan memberi ukuran sampai dimana kebenaran ilmu-ilmu itu.
c.       Mi’rajul ‘ulum, artinya ilmu jembetan, karena ilmu ini merupakan perantara untuk mencapai ilmu lain. Logika sebagai jembatan lebih dahulu perlu dipelajari, agar berfikir terhadap ilmu-ilmu yang benar.
B. Klasifikasi
Klasifikasi logika memuat pembagian logika secara logis adalah pemecahan genus atau klas-klas yang lebih kecil yang membentuk genus atau klas itu dan berdasarkan atas suatu prinsip yang tertentu. Pembagian secara logis bukanlah berarti penghitungan hal-hal yang ditunjuk oleh term itu, melainkan berarti pemecahan term dan klas-klas yang membentuknya berdasarkan prinsip-prinsip yang tertentu. Pemecahan demikian menjelaskan klas yang membentuk term itu sehingga mudah di beda-bedakan.
            Pembagian secara logis selalu merupakan pembagian klas dalam sub dan bukan merupakan pembagian individu kedalam bagian-bagianya atau pun dalam suatu klas kedalam atribut-atributnya. Pembagian individu didalam pembegiannya disebut pembagian secara fisik ; pembagian individu atau klas kedalam atribut-atributnya dinamai pembagian secara metafisik. Pembagian “kursi” atas” sandarannya, tangannya, kakiknya, dan sebagainy” adalah pembagian fisik, sedangkan “meja” atas “ kerasnya, bentuknya, warnanya, dan sebagainya disebut pembagian metafisik.
                        Pembagian secara logis berdasarkan atas perturan-peraturan dibawah ini:
            1. Pembagian secara logis haruslah merupakan pembagian klas kedalam sub klasnya dan tidak merupakan pembagian individu kedalam bagian-bagiannya. Hal ini telah kita bicara kan diatas. pelanggaran atas peraturan ini akan mengakibatkan timbulnya “ pembagian secara fisik atau pembagian secara metafisik”
            2. Pembagian secara logis hanya berdasarkan atas suatu prinsip yang tertentu. Artinya, suatu atribut yang bisa dijadikan prinsip pembagian akan membagi suatu klas kedalam sub-sub klasnya tergantung kepada dimilikinya atau tidak atribut itu. Sebagai contoh kita ambil “manusia”. klas “manusia” akan kita bagi kedalam sub klasnya berdasarkan atas “intelek” nya berdasarkan p[ada prinsip ini kita bagi” manusia” ke dalam dua sub klas, yaitu “:manusia berintelek” dan “manusia tak berintelek”.
Jika prinsip ini tidak diikuti maka akn terjadilah kesalahan
            3. Jumlah subklas yang merupakan bagian dari suatu klas harus sama dengan jumlah klas itu. Dengan kata lain, denotasi term yang dibagi harus sama dengan jumlah denotasi semua subklasnya. jika tidak demikian maka terjadilah kesalahan yang disebut pembagian terlalu sempit dan pembagian terlalu luas. Jika suatu spicies tidak diikutsertakan kedalam suatu pembagian. maka pembagian ini mejadi pembagian terlalu sempit dan jika pembagian itu meluputi klas-klasnya maka, pembagian menjadi pembagian terlalu luas. Jika sati species tidak diikut sertakan ke dalam suatu pembagian, maka pembagian itu menjadi pembagian terlalu sempitdan jika pembagian itu meliputi klas-klas yang tak termasuk dalam term, maka pembagian menjadi pembagian terlalu luas.
            4. subklas-klas dari term yang dibagi harus terpisah-pisah, artinya suatu anggota tidak boleh menjadi anggota lebih dari suatu subklas. perturan adalah kelanjutan dari peraturan ini akan menimbulkan kesalahan yang disebut pembagian saling meliputi (Overlaping Devision).
            5. Nama klas yang dibagi harus berlaku juga untuk tiap-tiap sub klasnya. Peraturan ini adalah kelanjutan dari peraturan yang telah kita bicarakan diatas, yaitu bahwa jumlah semua subklas harus sama degan jumlah keseluruhannya. Apabila ada subklas yang tak dapat dinamai dengan nama klas yang dibagi-bagi, maka jumlah denotasi klas yang dibagi. Pelanggaran atas peraturan ini akan menimbulkan pembagian secara fisik atau pembagian secara metafisik.
            pembagian klas ke dalam subklas atau pembagian dalam subklas kedalam subklas selanjutnya haruslah selalu merupakan pembagian kedalam proximate apeciesnya, tidak boleh meloncat-loncat, harus selalu tingkat demi tingkat. Kalau ada suatu subklas yang diliwati maka terjadilah pembagian yang terlalu sempit.
2.4. Hukum-hukum Logika
            Setiap cabang ilmu pengetahuan didasarkan atas prinsip dasar tertentu. Demikian pula halnya dengn logika. Prinsip dasar dalam logika adalah segala kebenaran yang dalam logika dianggap benar dan semua pemikiran kita harus didasarkan atas kebenaran ini supaya pemikiran itu valid. Aris Toteles merumuskan tiga buah hukum yaitu :
            1. Hukum identitas
            2. Hukum kontradiksi
            3. Hukum penyisihan jalan tengah
Dari ketiga hukum diatas seorang ahli filsafat Letnitz menambahkan satu hukum lagi yaitu; Hukum cukup alasan.
            Dilihat dari berbagai pendapat para filosof Islam seperti Ibnu Saleh dan Imam Nawawi menghukumi haram mempelajari mantiq sampai mendalam. Sedangkan Al-Gazali menganjurkan dan menganggap baik. Kemudian menurut Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang yang mempunyai cukup akal dan kokoh imannya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Pengertian logika berasal dari kata sifat dari kata kerja logis dari bahasa Yunani yang berarti “kata” atau “ucapan” atau pemikiran yang diucapkan dengan selengkap-lengkapnya. Dan kata lain logika sering juga disebut dengan istilah “manthiq” asal dari kata “nathaqo” yang berarti “berkata”, atau “hukum yang memilahara hati nurani dari kesalahan berfikir”.
            Menurut istilah, logika adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang aturan-aturan berfikir, agar dengan aturan-aturan tersebut dapat diambil kesimpulan yang benar. pendapat lain mengatakan logika (mantiq) adalah berfikir dengan sekehendak dan mencegah dari kesalahan. Menurut Partap Sing Mehra “logika adalah suatu ilmu yang memberi aturan-aturan berfikir valid”. Menurut Muhammad Nur Ibrahim “mantiq adalah suatu ilmu (undang-undang) yang membimbing manusia dalam berfikir supaya terpelihara dari tergelincir dan menyelamatkan pengetahuannya dari tersalah.
3.2 Kritik dan Saran
            Diharapkan kepada pembaca agar memahami makalah ini dengan sebaik-baik mungkin dan mudah-mudahan bisa menambah wawasan pembaca tentang ruang lingkup logika, dan apabila terdapat kesalah didalam makalah ini penulis harap dimaklumi dan mohon untuk di nasehati. Karena manusia tak luput dari kesalahan.
           


                [1] Sayid Muhammad Husain Thabathabi, Al-Mizan, Jil. 3, Qum: Daftar Intisyarat Islami, hlm. 57
                [2] Poesporodjo, Logika Scientifik, Bandung: Remaja Karya, 1987, hlm. 34.
                [3] Drs. Ali Abri, Pengantar Logika Tradisional, Surabaya: Usaha Nasional, 1994.,hlm. 35
                [4] Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009,  hlm. 23
                [5] Drs. Ali Abri, Op.Cit. hlm. 13
                [6] Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-munawwir Arab-Indonesia,Surabaya: Puataka Progressif,  1997, hlm.1432.
                [7] Louis Ma’luf, Munjid, Cet. ke-26, Beirut: 1966, hlm. 816
                [8] Ahmad Damanhuri, idhohul Mubham. Haramain, hlm.4.
                [9] Drs. Ali Abri, op.cit. hlm. 14
                [10] ibid.
                [11] ibid, hlm. 24.

Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan di blog ungguok ini. Terimakasih sudah membaca semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar