Jumat, 19 Desember 2014

MAKALAH AQIDAH BUDAYA SESAJEN

MAKALAH AQIDAH BUDAYA SESAJEN-assalamu'alaikum saudara-saudari sekalian. apa kabar semoga selalu dalam keadaan sehat wal 'afiat. amiin. pada sore ini saya sedikit membahas tentang mata kuliah aqidah yang mana berjudul budaya sesajen. Sedangkan yang menjadi rumusan masalah dalam topik (budaya sesajen ) ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang menjadi faktor timbulnya budaya sesajen ?
2.      Bagaimana perspektif islam terhadap terpeliharanya budaya sesajen di tengah - tengah masyarakat hingga masa kini ? 
selamat membaca  saudar-saudari sekalian.


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Jika kita kaji sejarah secara deminsial yang terjadi pada masa lalu, memang banyak faktor-faktor buda yang sebagian dari budaya itu kadang-kadang patut dijadikan sandaran dalam hidup ini, maka apa yang biasa dinyatakan sebagai mutu kehidupan bangsa tidak layak diukur oleh tingkat kemakmuran material belaka . mutu kehidupan akan meningkat terutama oleh kekayaan wawasan kultural. Kekayaan inilah yang selanjutnya akan menumbuhkan kesadaran identitas kita sebagai bangsa . Wawasan kultural itulah yang selanjutnya harus digarap dan dicanggihkan; bersama itu akan makin teguh ketahanan kita menghadapi kegoyahan nilai dan sengketa norma-norma oleh berbagai pengaruh manca budaya .
Untuk memperkaya dan memperluas wawasan kultural , maka pertama-tama kita harus tegak berdiri di atas matriks budaya sendiri dengan berorentasi pada nilai-nilai yang luhur.
Dalam hubungan ini perlu jelas bagi kita , bahwa pengertian budaya dalam artinya yang dinamis memiliki dimensi kesejarahan; padanya melekat masa lalu dan masa kini serta masa depan . maka budaya Indonesia pun harus difahami dalam rentangan kesejarahan. Mustahil kita memproyeksikan pembinaan kebudayaan kita yang positif ke masa depan , jika kita tidak beranjak dari seluruh manifestasinya dalam masa kini.
Adapun rancangan pembinaan kebudayaan sesajen tidak bisa lain kecuali bertolak dari status quo tradisi bangsa sejak masa lalu. Adapun yang dapat dianggap sebagai status quo itu ialah segala kenyataan budaya dalam masa kininya ( status praesens ). Pembinaan kebudayaan yang dilepaskan dari status praesens itu niscaya akan berciri idialistik belaka.
Akhirnya perlu dicatat , tidak ada gejala budaya sesajen dalam “status praesens” yang terlepas sama sekali dari latar masa lalu. Mungkin masa lalu itu tak segera kentara oleh pandangan sepintas; memang tidak senantiasa jejak masa lalu itu transparan melalui kenyataan masa kini. Kadang kala diperlukan penelitian yang seksama untuk menemukan jejak masa lalu itu.
Oleh sebab itu, maka sistem standarisasi kehidupan manusia memang selalu cendrung menindak lanjuti langkah-langkah pola kiehidupan masa sebelumnya, ini memang logis bila dikaitkan dengan sifat manusiawi. Tetapi Sesungguhnya kita harus bisa memilih jalan alternatif yang mengandung nilai-nilai luhur. Sebab bagaimanapun saja secara Idiologi dalam realita kehidupan ini kita selalu dibatasi oleh norma-norma yang ada, untuk bisa memperoleh keseimbangan dalam hal resebut, harus dibina mintalitas kepribadian secara efektif, apalagi dalam hal kepercayaan dan keyakinan dimana hal ini memang menjadi figuritas jiwa dalam beraktifitas. Di sini kita buka sejarah kehidupan manusia pada masa-masa yang silam sebagai media relativitas dalam modus kehidupan manusiawi.
B.     Rumusan Masalah
Sedangkan yang menjadi rumusan masalah dalam topik (budaya sesajen ) ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang menjadi faktor timbulnya budaya sesajen ?
2.      Bagaimana perspektif islam terhadap terpeliharanya budaya sesajen di tengah - tengah masyarakat hingga masa kini ?

BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH TIMBULNYA BUDAYA SESAJEN
A.    KEHIDUPAN NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA.
Dari sisi kehidupannya nenek moyang kita bangsa Indonesia pada masa lalu, sangat sederhana sekali dan jumlahnya belum banyak . mereka hidup bergotong royong. Bentuk kerja sama atau gotong royong tersebut terdapat dalam susunan masyarakat desa. Hidup dan milik perseorangan, tidak ada. Tanah sekeliling desa adalah hak milik desa dan dikerjakan bersama-sama. Keselamatan bersama dijaga oleh segenap penduduk di desa.
Usaha – usaha inilah yang kemudian menimbulkan gotong-royong di desa. Orang desa tolong-menolong apabila ada kesukaran atau malapetaka. Mereka merasa bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di desa, baik yang baik mupun yang jahat. Inilah salah satu sifat yang mulia yang dimiliki bangsa kita masa lalu. Yang dipilih menjadi kepala desa, ialah orang yang terbanyak atau terkuat semangatnya, sehingga ia dianggap “bertuah” kepala desa itulah yang menjadi perantara dalam hubungan dengan dunia dan yang mengepalai segala upacara dan mewakili desa ke luar. Nenek moyang kita tidak bersama-sama meninggalkan tanah asal, akan tetapi segolongan demi segolongan. Ada yang mendarat di Palembang, yang lain di Kalimantan, yang lain lagi di Pilipina dan lain lagi di pulau Jawa dan seterusnya. Karena mereka itu tidak bersama-sama meninggalkan tanah asalnya, maka berlain-lainan tempatnya di Nusantara dan selanjutnya berlain-lainan pulalah cara berhubungan dengan bangsa asing. Akibatnya ialah timbul perbedaan dalam adat - istiadat dan bahasa.

B.     ASAL-USUL DATANGNYA NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA
Menurut penyelidikan para ahli sejarah, bahwa suku-suku bangsa di Indonesia ini berasal dari satu suku bangsa. Yaitu dari Asia Tenggara (Campa, Cochin – Cina, Kamboja) yang mempunyai budaya kultur. Dengan adat dan budaya mereka bawa ditradisikan di daerah-daerah yang akan ditempatinya. Tetapi sebelum menjadi penduduk pantai, mereka bertempat tinggal di Daerah-daerah Hulu Sungai Saluen dan Mekhong, yaitu Daerah Yunan. Mereka mengadakan komonikasi antar Bangsa - Bangsa di pulau-pulau Nusantara dalam sistem perdagangan , pelayaran dan lain sebagainya .
Bahasa yang mereka gunakan dalam hubungan itu, adalah bahasa yang memang mereka gunakan di tempat kediaman mereka semula. Oleh karena itu, maka terjadilah perbedaan Bahasa dan dialeg antar pulau di Nusantara ini. Tetapi yang jelas adat-istiadat dan bahasa yang mereka gunakan adalah sedasar dan seketurunan.

C. SISTEM KEPERCAYAAN
Sebelum adanya pengaruh Agama - Agama seperti Hindu, Buda, dan sebagainya muncul di Indonesia, maka kepercayaan nenek moyang bangsa kita sangat berdasar pada dua sistem kepercayaan. dan kepercayaan itu telah menjadi sebuah idiologi dalam keyakinan mereka. Dua kepercayaan itu ialah :
a.)    Animisme :
Sistem kepercayaan ini, ialah mereka berkeyakinan bahwa benda-benda yang mempunyai kekuatan roh bukan saja manusia dan hewan, akan tetapi benda-benda lain seperti pohon, batu, dan lain sebagainya juga mempunyai roh dengan sendirinya ia memiliki kekuatan gaib, dan roh-roh itu dapat mempengaruhi keuntungan dan kerugian hidupan mereka . Agar tidak menimbulkan dampak nigatif dalam kehidupannya, mereka menghormati roh-roh tersebut dengan mempersembahkan sesajen dan kemenyan melalui perantara seorang ahli (dukun atau Pawang) dimintanya berkat atau restu. Kalau mereka akan mengerjakan sesuatu pekerjaan penting , mesalnya ketika mau mendirikan rumah atau mengadakan peralatan , begitu pula kalau ada orang sakit.
Disamping percaya terhadap adanya roh , bangsa Indonesia jaman itu juga percaya kepada adanya makhluk - makhluk halus yang disebut Hyang atau Yang, yang bertempat tinggal di Gunung - gunung , di hutan-hutan, lembah atau sungai dan di tempat-tempat Angker lainya yang jarang dilalui oleh manusia. Diantara hyang-hyang itu ada yang baik ada yang jahat dan suka mengganggu jalan hidup manusia. Maka itu pun dihormati dengan mempersembahkan sesajen dan kemenyan agar mereka dapat restu dengan selamat dalam kehidupannya . Demikian juga roh-roh nenek moyang mereka pada saat itu sangat dihormati, karena mereka berkeyakinan roh tersebut juga akan mempengaruhi hidupnya, Sehingga diepersembahkan sesajen untuknya, misalnya dibuatkan perahu kecil di dalamnya berisi aneka ragam sesajen. Dan perahu itu dihanyutkan ke sungai atau ke laut. Dengan maksud agar roh tersebut tidak mempengaruhi secara nigatif terhadap kehidupan mereka, dan dapat bersemayam di tempat yang sejuk.
b.) Dynamisme :
Nenek moyang kita berkeyakinan bahwa setiap orang , hewan atau benda mempunyai kekuatan gaib atau semangat . Banyaknya semangat yang ada di dalam tubuh, harus berdeminsi seimbang dengan kondisi tubuh, orang yang kurang semangatnya , akan mengalami sakit-sakit saja . Oleh sebab itu , maka orang harus memakai benda - benda seperti cincin, gelang, kalung atau benda apa saja yang dapat menumbuhkan semangat.

D. PENGARUH HINDU DAN BUDHA
Sekitar 4 abat yang silam, telah ada hubungan antar Indonesia dengan luar Negeri seperti India dan Cina dalam sistem perniagaan, yang mana orang India dan Cina tersebut memang beragama Hindu dan Budha. Melalui pelayar-pelayar ulung diantara negara - negara tersebut, maka peluang besar bagi mereka untuk meprioritaskan pengaruhn bagi bangsa Indonesia dalam hal kebudayaan, Agama, dan kesenian . Bahkan dengan besarnya pengaruh Hindu tersebut, maka berdirilah kerajaan - kerajaan Hindu di Indonesia, seperti di Kalimantan Timur kerajaan Kutai, di Jawa Barat Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Mataram di Mataram Jawa Tengah, dan kerajaan Sriwijaya di Palembanga Jawa Barat. Maka dengan berdirinya beberapa kerajaan Hindu di Indonesia , semakin kuat juga pengaruh-pengaruhnya terutama dalam segi budaya dan Agama. Bahwa dalam Agama Hindu dikenal
dengan Dewa Trimurti, yaitu Syiwa, Wisnu dan Brahma. Dan di dalam Agama Budha kitab sucinya yang terkenal adalah “Sang Hyang Kamahayanikam” karangan Samhara Suryawarana.
Maka Bangsa Indonesia pada saat itu harus tunduk dan patuh kepada pemerintahan Raja - Raja yang berkuasa, bahkan setelah Kerajaan Majapahit dapat meruntuhkan Kerajaan Singosari di Pulau Jawa pada tahun 1289 dengan seorang patih yang bernama Gajah Mada. Maka pada zaman Majapahit secara resmi dalam bidang Agama ada dua aliran, yaitu Agama Syiwa dan Agama Budha. Dalam prakteknya kedua macam Agama itu selalu berjalan bersama dengan baik bahkan tercapai suatu bentuk syncretisme ( perpaduan ) antara budaya Hindu dan Budha dengan budaya bangsa Indonesia terutama dalam bidang Agama dan sistem kepercayaan yang memang tumbuh sejak sebelumnya. Bahkan ditambah lagi dengan teori-teori dan praktek-praktek moderen oleh para ahli Agama Hindu dan Budha terhadap sebagian besar nenek moyang bangsa kita, misalnya dikala ada salah seorang yang meninggal dunia seluruh sanak keluarga dan famili di hari ketiga, ke tujuh, ke empat puluh, ke seratus harinya bahkan hari ke seribu hari dari meninggalnya orang tersebut, harus berkumpul untuk memuja roh yang meninggal dan minta perlindungan kepada sang Dewa disertai dengan membakar kemenyan dan sesajen sebagai tanda penghormatan kepada roh dan Dewa tersebut sambil bernyanyi-nyanyi dan membaca “ Homburae - Homburae” Bukti perpaduan ini tampak pada ucapan Mpu Tantular dalam bukunya “Sutasoma” yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” Walaupun Agama itu berbeda-beda tetapi tetap dalam satu tujuan.

BUDAYA SESAJEN PERSPEKTIF ISLAM
Dalam konteks kehidupan budaya kedudukan manusia sebagai sentral yang mengarahkan sebuah perkembangan budaya itu sendiri. Manusia sebagai pelaku kebudayaan, manusia menjalankan kegiat-kegiatan untuk mencapai sesuatu yang berharga baginya, dan dengan demikian kemanusiaannya akan lebih nyata.
Melalui proses budaya sesajen, manusia melakukan transformasi nilai-nilai yang dirasakan, diyakini, dipegangi dalam masyarakat. Satu sistem nilai yang berkembang dalam tatanan sosial secara tidak langsung membentuk corak dan warna kebudayaan yang berkembang. Pengaruh yang timbul disebabkan oleh pola-pola relasional antara manusia sebagai subyek dan pelaku kebudayaan tersebut terhadap lingkungan serta alam di mana ia berada.
Berangkat dari realitas dan kerangka pemahaman di atas, sistem nilai budaya sesajen yang berkambang dalam tinjauan Islam menemukan urgensinya. Maka Islam meninjau dari beberapa sudut pandangnya sangat tidak rasional. Oleh karenanya, Islam menolak terhadap budaya sesajen tersebut dengan beberapa hal berikut ini :

1.      ARGUMINTASI ISLAM TERHADAP BUDAYA SESAJEN

a.       Bahwa pada hakekatnya melakukan sesajen sebagai penghormatan kepada roh-roh itu, meminta-minta keselamata padanya menurut perspektif Islam termasuk suatu kegiatan yang menyekutukan Allah sebagai Pencipta Alam, yang Maha pemberi kemanfaatan, Pemberi rizqi, Menghidupkan dan yang bisa memberi kemadaratan dalam hidup ini . Maka menyekutukan Allah dalam tinjauan Islam termasuk dosa besar. Sebab Allah Berfirman dalam Al-Qur’an :

1-       الله الذى خلقكم ثم رزقكم ثم يميتكم ثم يحييكم هل من شركا ء كم من يفعل من ذلكم من شيء سبحا نه و تعالى عما يشركون ( الروم . .4 )
Artinya : Allah lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rizqi, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Apakah yang kamu sekutukan dengan Allah itu bisa berbuat sesuatu dari yang demikian itu ?. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan. ( Q.S. AR RUM : 40. )
2-       ان الله لا يغفر ان يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء ومن يشرك بالله فقد افترى اثما عظيما ( النساء : 48 )
Artinya : sesungguhnya Allah Tidak akan mengampuni dosa Syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki Nya . barang siapa yang menyekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. ( Q.S. An Nisa’ .48 ).

b.      Budaya sesajen termasuk tindakan baru di dalam adat Islami, menyimpang dari Sunnah Nabi Muhammad SAW. oleh sebab itu amalnya ditolak . Dalam Hadits Nabi SAW. dijelaskan
عن ام المؤمنين ام عبد الله عائشة رضي الله عنها قا لت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم . من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد ( رواه البخاري ومسلم ) . وفى رواية لمسلم : من عمل عملا ليس عليه امرنا فهو رد .
Dari Ummul Mukminin Ummu Abdullah. Aisyah . R.A. Beliau telah berkata : Rosulullah SAW. Bersabda : Barangsiapa yang mengada-ada sesuatu yang baru dalam ( Agama ) kami ini, yang tidak kami perintahkan, maka hal itu ditolah (di sisi Allah ) ( H.R. Bukhari dan Muslim ). Dan dalam Riwayat Muslim :
Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak sesuai dengan Syari’at kami, maka amalnya ditolak .
  
BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan :
1.      Kebudayaan yang berkembang di Indonesia selain pengaruh eksternal juga pengaru internal. Karena itu, perlu dipahami lebih mendalam.
2.      Nilai-nilai budaya kita perlu ditingkatkan dan dikembangkan apabila sesuai dengan norma Agama.
3.      Sesajen adalah adat Hindu dan Budha yang dipersembahkan pada
sesuatu yang dianggap kramat
4.      Adat sesajen mengandung nilai nigatif tidak sesuai dengan syari’at Islam. Karena Islam adalah Agama yang hanya bertauhid kepada Allah.
5.      Islam meninjau budaya sesajen sebagai Bid’ah Dlalalah (perkara baru yang menyesatkan).
6.      Mempersembahkan sesajen sebagai pemujaan pada benda-benda termasuk menyekutukan Allah. Dan menyekutukan Allah adalah dosa besar yang harus dihindari.
7.      Pemeliharaan budaya sesajen itu merusak ketauhidan kepada Allah SWT. Menurut perspektif Islam. Karena itu, dengan tegas Islam menolak.

B.     SARAN – SARAN
1.      Sebagai insan muslim yang berakademika khususnya, harus waspada dan hati-hati dengan budaya yang berkembang di masyarakat jangan mudah terpengaruh.
2.      Sebagai Pendidik yang merupakan cermin anak didik dan seluruh lapisan masyarakat, tidak cukup hanya melihat dari satu sisi saja terhadap tradisi-tradisi yang membudaya di masyarakat, akan tetapi harus lebih memandang dampak positif dan nigatifnya terhadap masyarakat, bangsa, negara, dan Agama dari suatu budaya yang ada.

setiap makhluk di dunia ini ada kekurangan dan ada kelebihan. jadi sekiranya ada yang kurang dari apa yang saya tulis ini saya mohon maaf. semoga apa yang jelaskan di atas menjadi bermanfaat bagi saudar-saudari sekalian.

1 komentar:

  1. adakah referensi buku yang dipakai dalam pembuatan makalah ini ?

    BalasHapus