Senin, 15 Desember 2014

study al quran



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.
Al-Quran tidak henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan kitab suci tersebut terus menerus digali oleh para pengkajinya. Mereka berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang otentisitas Al-Quran, kebenaran kandungannya, nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya, dan eksistensi al-Quran sebagai mukjizat abadi Nabi Muhammad saw.
Kajian al-Quran sebagai mukjizat ini berkenaan dengan kehebatan Al-Quran dalam menantang dan mengalahkan berbagai upaya orang-orang yang mencari atau mencari-cari kekurangan atau kelemahan Al-Quran. Tantangan Al-Quran dan kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu ini dinamakan i’jaz atau mukjizat al-Quran.
I’jaz atau mukjizat Al-Quran adalah studi tentang bagaimana Al-Quran mampu melindungi dirinya dari beragam “serangan”, baik yang berbentuk ketidakpercayaan, maupun keragu-raguan sampai pengingkaran terhadapnya. Pada saat yang sama Al-Quran juga mampu melakukan counter attack yang mampu mementahkan dan mengalahkan serangan-serangan tersebut.
Makalah ini akan membahas tentang pengertian i’jaz dan mukjizat, jenis-jenis mukjizat, segi-segi kemukjizatan Al-Quran, dan faktor-faktor  yang menyebabkan kegagalan dan ketidakmampuan bangsa Arab dan manusia pada umumnya-dalam menandingi  Al-Quran.
            Salah satu objek penting lainnya dalam kajian ulumul Al-Qur’an adalah perbincangan mengenai mukjizat, terutama mukjizat Al-Qur’an. Karena dengan perantara mukjizat Allah mengingatkan manusia, bahwa para rasul itu merupakan utusan yang mendapat dukungan dan bantuan dari langit. Mukjizat yang telah di berikan kepada para Nabi mempunyai fungsi sama yaitu untuk memainkan peranannya dan mengatasi kepandaian kaum disamping membuktikan bahwa kekuasaan Allah itu berada di atas segala-galanya.
            Adapun tujuan mukjizat itu, untuk pengarahan yang ditujukan pada suatu umat yang berkaitan dengan pengetahuan mereka, karena Allah tidak mengarahkan suatu umat pada hal-hal yang mereka tidak ketahui, dan di situlah letak nilai mukjizat yang telah di berikan kepada Nabi.
1.2. Maksud dan Tujuan.
            Adapun maksud dan tujuan disusunnya makalah ini, diantaranya :
  1. Sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Study Al-Qur’an.
  2. Menambah wawasan dan cakrawala akan I’jaz Al-Qur’an guna pengetahuan dan peningkatan iman.
  3. Merinci lebih dalam lagi akan mukjizat yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
1.3. Rumusan Masalah.
            Pada pembahasan kali ini rumusan masalah yang digunakan diantaranya :
1.      Apa pengertian tentang I’jaz?
2.      Apa saja segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an?
3.      Apa saja faedah kemukjizatan Al-Qur’an?
1.4. Batasan Masalah.
            Agar pembahasan sesuai dengan materi yang dikaji, maka pemakalah membatasi pembahasan hanya pada apa yang tertera pada rumusan masalah. Dengan maksud agar pembahasan lebih terarah pada alur materinya dan tidak terlalu melebar jauh sehingga akan dapat lebih mudah dalam memahaminya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian I’jaz Al-Qur’an.
            Dari segi bahasa kata I’jaz berasal dari kata a’jaz-yujizu-I’jaz yang berarti melemahkan atau memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan atau memperlemah.[1] Secara umum I’jaz adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidak berdayaan.[2] Oleh karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat. Sedang yang dimaksud dengan Ijaz secara terminology ilmu Al-Qur’an adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh beberpa ahli sebagai berikut :
  1. Menurut Manna Khalil Al-Qaththan.
I’jaz adalah menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuaan orang lain sebagai rasul utusan Allah SWT dengan menampakan kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka.[3]
  1. Sedangkan menurut Ali al-Shabuniy.
I’jaz ialah menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah swt yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasulan dan kenabianya.
            Sedangkan mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun. Muhammad Bakar Ismail menegaskan mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti tantangan yang diberikan oleh Allah swt kepada nabi-nabiNya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya yang bersumber dari Allah swt.
            Dari ketiga definisi di atas dapat di fahami antara I’jaz dan mukjizat itu dapat dikatakan melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas mengesankan batasan yang lebih spesifik, yaitu Al-Qur’an. Sedangkan pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau manusia secara keseluruhan. Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian I’jaz dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada Rasul-rasul pilihan-Nya sebagai salah satu bukti kebenaran misi kerasulan yang dibawahnya.[4]
            Ditampilkan I’jaz atau mukjizat itu bukanlah semata-mata bertujuan untuk menampakkan kelemahan manusia untuk menandinginya tetapi untuk menyakinkan mereka bahwa Muhammad SAW adalah benar-benar utusan Allah Al-Qur’an dan itu benar-benar diturunkan disisi Allah swt. Kepada Muhammad yang mana Al-Qur’an itu sama sekali bukanlah perkataan manusia atau perkataan lainnya.
            Al-Quran digunakan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menantang orang-orang pada masa beliau dan generasi sesudahnya yang tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an sebagai firman Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan tidak percaya akan risalah Nabi saw dan ajaran yang di bawanya. Terhadap mereka sesungguhnya mereka memiliki tingkat fashahah dan balaghah sedemikian tinggi dibidang bahasa Arab. Nabi meminta mereka untuk menandingi Al-Qur’an dalam tiga tahapan,[5] yaitu :
  1. Diajak bertanding dengan Al-Qur’an seluruhnya. Firman Allah SWT :
Artinya :
“Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi yang sebagian lagi”(Q.S. Al-Isra’: 88).[6]
  1. Diajak lagi mereka bertanding dengan sepuluh surat dari Al-Qur’an itu. Firman Allah SWT :
Artinya :
“Bahkan mereka mengatakan, – Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu. Katakanlah (kalau demikian) maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya. Dan panggilah orang-orang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika mereka yang kamu panggil itun tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Al-Qur’an itu diturunkan dengan ilmu Allah” (Q.S. Hud: 13-14)[7]
  1. Sudah itu diajak lagi bertanding dengan satu surat saja. Allah berfirman :
Artinya :
“Atau (patutkah) mereka mengatakan Muhammad membuatnya. Katakanlah (kalau benar yang kamu katakan itu) maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya” (Q.S. Yunus: 38)[8]
            Kelahiran ilmu kalam di dalam Islam mempunyai implikasi lebih tepat untuk di katakan sebagai kalam. Di dalam kalam, dimana tokoh-tokoh ilmu kalam ini mulai tampak ketika membicarakan kemakhlukan Qur’an maka pendapat dan pandangan mereka berbeda-beda dan beraneka ragam.[9]
  1. Abu Ishaq Ibrahim an-Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah berpendapat, kemukjizatan Al-Qur’an adalah dengan cara sirfah (pemalingan). Arti sirfah dalam pandangan an-Nizam ialah bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menentang Al-Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu menghadapinya. Pendapat tentang sirfah ini batil dan di tolak oleh Al-Qur’an sendiri pada surah Al-Isra’ ayat 88 yang telah tercantum di atas.
  2. Satu golongan ulama berpendapat Al-Qur’an itu mukjizat dengan balaghah-Nya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya.
  3. Sebagian yang lain berpendapat segi kemukjizatan Al-Qur’an itu ialah karena mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang dikenal dalam perkataan orang Arab.
  4. Golongan yang lain berpendapat bahwa Al-Qur’an itu terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal ghaib yang akan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu
  5. Satu golongan berpendapat Al-Qur’an itu mukjizat karena ia mengandung bermacam-macam ilmu hikmah yang sangat dalam.
2.2. Segi Kemukjizatan Al-Qur’an.
  1. Segi kebahasaan.
            Kendatipun Al-Qur’an, hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi tetapi uslub atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Al Qur’an muncul dengan uslub yang begitu indah. Uslub bahasa Al-Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila di bandingkan dengan lainnya.[10] Dalam Al-Qur’an, banyak ayat yang mengandung tasybih (penyerupaan) yang disusun dalam bentuk bahasa yang sangat indah lagi mempesona, jauh lebih indah daripada apa yang dibuat oleh penyair dan sastrawan. Contoh dalam surat Al-Qori’ah ayat 5, Allah SWT berfirman :
Artinya :
“Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang di hambur-hamburkan”. (Q.S. Al-Qoriah: 5)[11]
            Kemukjizatan Al-Qur’an dari segi bahasanya bisa kita lihat dari tiga hal yaitu :
  1. Nada dan langgamnya .
            Ayat- ayat Al-Qur’an bukanlah syair atau puisi tetapi kalau kita dengar akan nampak keunikan dalam irama dan ritmenya. Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata – kata yang dipilih melahirkan keserasian bunyi dan kemudian kumpulan kata – kata itu melahirkan pula keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat- ayatnya .
  1. Singkat dan padat .
            Dalam Al-Qur’an banyak kita jumpai ayat- ayat nya singkat tetapi padat artinya , sehingga menyababkan berbagai macam pemahaman dari setiap mereka yang membacanya .
  1. Memuaskan para pemikir kebanyakan orang .
            Bagi orang awam, ayat Al-Qur’an mungkin terasa biasa, tetapi bagi para filosof dengan ayat yang sama akan melahirkan pemahaman yang luar biasa .
  1. Hukum Ilahi yang sempurna.
            Al-Qur’an menjelaskan pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun, undang-undang, ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Apabila kita memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh kenyataan bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya menjadi ibadah amaliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniyah, seperti berjuang di jalan Allah.
            Tentang akidah Al-Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni beriman kepada Allah Yang Maha Agung, menyatakan adanya nabi dan rasul serta mempercayai kitab samawi.
            Dalam bidang undang-undang, Al-Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana, politik, dan ekonomi. Adapun mengenai hubungan internasional, Al-Qur’an telah menetapkan dasar-dasar yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai maupun perang. Al-Qur’an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum,[12] yaitu :
  1. Secara global, persoalan ibadah umumya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtihad.
  2. Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang-piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
  1. Gaya bahasa.
            Gaya bahasa Al-Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan terpesona. Al-Qur’an secara tegas menentang semua sastrawan para orator Arab untuk menandingi ketinggian Al-Qur’an baik bahasa maupun susunannya. Setiap kali mereka mencoba menandingi, mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dan bahkan mencapat cemoohan dari masyarakat. Diantara pendusta dan musyrik Arab pada saat itu yang berusaha untuk menandingi ialah Musailimah Kadzdzab dan tokoh-tokoh masyarakat Arab lain pada waktu itu yang ingin menandingi kalam Allah itu, namun selalu mengalami kegagalan.
  1. Berita tentang hal-hal ghaib.
            Sebagian ulama mengatakan bahwa mukjizat Al-Qur’an itu adalah berita-berita ghaib. Fir’aun, yang mengejar-ngejar Musa, diceritakan dalam surat Yunus  ayat 92 Allah SWT berfirman :
Artinya :
“Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahnya dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan kami” (Q.S. Yunus: 92)[13]
            Selanjutnya, cerita peperangan Romawi dengan Persia yang dijelaskan dalam surat Ar-rum ayat 1-5 merupakan satu berita ghaib lainnya yang disampaikan Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
Artinya :
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah lah urusan sebelum dan sesudah mereka menang. Dan di hari kemenangan bangsa Romawi itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Dia lah Maha Perkasa lagi Maha Penyayang”.(Q.S. Ar-Rum: 1-5)[14]
  1. Isyarat-isyarat ilmah.
            Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’an, misalnya:
  1. Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan sebagaimana yang dijelaskan firman Allah SWT berikut:
Artinya :
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya munzilah-munzilah (tempat-tempat) bagi perjalan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Yunus: 5).[15]
  1. Adanya nurani (super ego) dan bawah sadar manusia, sebagaimana diisyaratkan firman Allah SWT berikut:
Artinya :
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya. (Q.S. Al-Qiyamah: 14)[16]
  1. Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan minimal sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah SWT yang artinya yang artinya :
Artinya :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (Q.S. Al-Baqarah: 233)[17]
  1. Ketinggian redaksinya.
            Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Beberapa contoh diantaranya :
  1. Al-hayah (hidup) dan al-maut (mati),masing-masing sebanyak 145 kali.
  2. An-naf (manfaat) dan Al-madharah (mudarat),masing-masing sebanyak 50 kali.
  3. Al-har (panas) al-bard (dingin) masing-masing 4 kali.
  4. Ash-shalihat (kebajikan) dan as-sayyiat (keburukan),masing-masing167 kali.
  5. Ath-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan adh-dhiq (kesempitan/ kekesalan), masing-masing13 kali.
  6. Ar-rabah (cemas/takut) dan ar-raghbah (harap/ingin),masing-masing 8 kali.
  7. Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk definite, masing-masing 17 kali.
  8. Ash-shayf (musim panas) dan asy-syita (musim dingin), masing-masing 1 kali
            Selanjutnya keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya, diantaranya :
  1. Al-harts dan az-zira’ah (membajak/bertani), masing-masing 14 kali.
  2. Al-‘usb dan adh-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing sebanyak 27 kali.
  3. Adh-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati jiwanya),masing-masing 17 kali.
  4. Al-Qur’an, al-wahyu dan al-islam (Al-quran, wahyu, dan islam), masing-masing sebanyak 70 kali.
  5. Al-‘aql dan an-nur (akal dan cahaya), masing-masing 49 kali.
  6. Al-jahr dan al-‘alaniyah (nyata),masing-masing 16 kali; Ketelitian redaksi Alqur an bergantung pada hal berikut.
            Kemudian keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya, diantaranya :
  1. Al-infaq (infaq) dngan ar-ridha (kerelaan),masing-masing 73 kali.
  2. Al-bukhl (kekikiran) dengan al- hasarah (penyesalan), masing-masing 12 kali.
  3. Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan an-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran), masing-masing 32 kali.
  4. As-salam (kedamaian) dernagan Ath-thayybat (kebajikan), masing-masing 60 kali.
            Kemudian keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya, diantaranya :
  1. Al-israf (pemborosan) , dengan as-sur’ah (ketergesaan), masing-masing 23 kali.
  2. Al- maw’izhah (nasehat/petuah) dengan al-lisan (lidah), masing-masing 25 kali.
  3. Al- asra (tawanan) dengan al- harb (perang) masing- masing 6 kali.
  4. As-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat (kebajikan) masing-masing 60 kali.
            Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus, yaitu :
  1. Kata yawn; (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan bentuk plural (ayyam) atau dua (yawmayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya terdapat du belas kali sama dengan jumlah dalam setahun.
  2. Al-quran menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 29, surat Al-isra’ (17) ayat 44, surat Al-Mu’minun (23) ayat 86, surat Fushilat (41) ayat 12, surat Ath-Thalaq (65) ayat12, surat Al-mulk (67) ayat 3, dan surat Nuh (71) aya 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam 7 ayat.
  3. Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi nada peringatan), semuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa berita tersebut, yakni 518
2.3. Faedah I’jaz Al-Qur’an.
            I’jaz Al-Qur’an dapat memberikan manfaat bagi orang yang mempelajari dan mengkaji. Baik itu orang awam ataupun para ilmuan, cendikiawan, dan semua kalangan manusia yang senantiasa mempergunakan akal sehatnya. Adapun manfaat yang dapat dipetik dari I’jaz Al-Qur’an akan disebutkan dibawah ini :
  1. Kelembutan, keindahan, keserasian kalimat dan redaksial Al-Qur’an dapat memberikan kesegaran kepada akal dan hati, baik orang awam ataupun kaum cendikiawan.
  2. Gaya bahasa yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk menarik hati orang.
  3. Dengan adanya berita-berita ghaib, itu dapat dijadikan ibrah guna memperkokoh iman kepada Allah dan membimbing perbuatan ke arah yang benar.
  4. Dapat dijadikan hujjah dalam menyampaikan kebenaran Al-Qur’an bagi orang-orang yang ragu.
  5. Dapat mengokohkan keyakinan akan kebenaran Risalah Muhammad SAW.
  6. Dapat mengetahui keagungan Allah dengan mengenal isyarat ilmiah yang ada di alam dunia.
  7. Dapat menjadi motivasi untuk selalu bereksperimen, berinovasi, dan berkarya dalam ilmu pengetahuan.
  8. Mengetahui kelemahan dan kekurangan manusia.
  9. Aturan-aturan hukumnya dapat dijadikan sebagai landasan dalam beribadah, baik ibadah secara vertikal ataupun horizontal.
  10. Dapat menjaga kehormatan, harta, jiwa, akal, dan keturunan dengan menganut dan mengindahkan tasyri-Nya.





BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan.
Kajian al-Quran sebagai mukjizat ini berkenaan dengan kehebatan Al-Quran dalam menantang dan mengalahkan berbagai upaya orang-orang yang mencari atau mencari-cari kekurangan atau kelemahan Al-Quran. Tantangan Al-Quran dan kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu ini dinamakan i’jaz atau mukjizat al-Quran.
I’jaz atau mukjizat Al-Quran adalah studi tentang bagaimana Al-Quran mampu melindungi dirinya dari beragam “serangan”, baik yang berbentuk ketidakpercayaan, maupun keragu-raguan sampai pengingkaran terhadapnya. Pada saat yang sama Al-Quran juga mampu melakukan counter attack yang mampu mementahkan dan mengalahkan serangan-serangan tersebut.
3.2. Pesan dan Saran.
            Dalam kesempatan kali ini pemakalah ingin menyampaikan beberapa pesan dan saran untuk pemakalah khususnya dan untuk pembaca sekalian umumnya, diantaranya :
  1. Dalami kajian akan mukjizat yang terdapat di dalam Al-Qur’an agar mampu meningkatkan keimanan kita kepada Kitabullah yang merupakan pedoman bagi manusia tersebut.
  2. Belajarlah untuk memahami Al-Qur’an sebagai imam dan kita sebagai makmum yang mengikutinya, karena tidak akan dapat kita pungkiri lagi hal tersebut seperti satu contoh bahwasanya banyak sekalai mukjizat di dalam Al-Qur’an yang manusia sendiri tidak  akan dapat menandinginya.


                [1] Usman, Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Teras, 2009, hlm. 285.
                [2]Ibid, hlm. 205.
                [3]Manna Khalil Al Qattan, Study Ilmu-ilmu Al Qur’an (terjemahan dari Mubahits fi Ulumul Qur’an), Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004, hlm. 371.
                [4]Usman, op.cit, hlm. 287.
                [5]M. Quraish Shihab, Mukjizat Al Qur’an, Bandung: Mizan, 1997, hlm. 23.
                [6]Kementrian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, Bogor: Nur Publishing, 2007, hlm. 291.
                [7]Ibid, hlm. 223.
                [8]Ibid, hlm. 209.
                [9] Manna Khalil Al Qattan, op.cit,  hlm. 374-377.
                [10]Subhi As-Shalih, Mahahits fi Ulum Al Qur’an, Dar Al-Ilm fi Al-Malaya, (Beirut, 1988).
                [11]Kementrian Agama RI, op.cit, hlm. 600.
                [12]Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, hlm. 199.

                [13]Kementrian Agama RI, op.cit, hlm. 219.
                [14]Ibid, hlm. 404.
                [15]Ibid, hlm. 208.
                [16]Ibid, hlm. 577.
                [17]Ibid, hlm. 37.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar