Rabu, 17 Desember 2014

MAKALAH MANAJEMEN KEMASJIDAN "PERSAUDARAAN MASJID, MUSHOLLA, DAN LANGGAR"

MAKALAH MANAJEMEN KEMASJIDAN "PERSAUDARAAN MASJID, MUSHOLLA, DAN LANGGAR"- Pada masa era globalisasi saat sekarang ini kebanykan orang tidak mengetahui bagaimana korelasi antara masjid, mushalla dan langgar. oleh sebab itu pada kesempatan kali ini saya mencoba mngulas sedikit tentang persaudaraan antara masjid, musholl dan langar. selamat membaca.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hal paling utama yang melatar belakangi pembuatan makalah ini adalah memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen bersangkutan. Terlepas dari pada itu dalam feneomena yang terjadi saat ini permasalahan yang dahulunya biasa-biasa saja dianggap dalam kehidupan sehari-hari, namun suatu kebijakan yang menghendaki, maka hal ini perlu diungkapkan, yaitu permasalahan Persaudaran Masjid, Musholla dan Langgar. Mengingat hal ini sudah meraba dalam masyarakat yang perlu mendapat kepedulian dan pehatian yang significant[1]. Maka, kita sebagai mahasiswa yang menangani permasalahan ini perlu untuk menindak lanjuti hal ini.
Masjid, Musholla dan Langgar hari ini berbagai temapat dan lingkungan bisa kita temui,[2] keberadaan inilah yang menjadi serius untuk diperhatikan. Keakraban antar sesama Masjid perlu digalakkan, sebab salah satu jalinan ukhwah islamiyah ialah persaudaraan antar sesame Masjid, Musholla dan Langgar.
Ini pun merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam pembentukan suatu teras jamaah yang memiliki potensi, adalah membina persaudaraan, antara jamaah dan juga persaudaraan antar masjid. Masjid, Musholla dan Langgar pada umumnya tempat mendirikan sholat berjamaah, sekaligus merupakan pusat pembinaan ummat dan jamaah, bahkan lebih luas dari itu[3].

1.2  Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
  1. Mengetahui tentang materi pada makalah kali ini.
  2. Memahami tentang persaudaraan masjid serta pembahasannya.
  3. Dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1.3  Rumusan Makalah
Rumusan makalah pada kali ini adalah :
  1. Apa itu persaudaraan antar masjid, mushalla dan langgar ?
  2. Bagaimana keberadaan masyarakat dalam menghidupkan ukhwah masjid, mushalla dan langgar ?
  3.  Bagaimana pengurus masjid, mushalla dan langgar dalam membangun persaudaraan dengan jamaah dan masyarakat ?
1.4  Batasan makalah
Dalam pembahasan makalah kali ini kami membatasi tengan apa yang kami bahas.  Seperti yang tertera pada rumusan makalah, kami menjelaskan berdasarkan apa yang ada dalam silabus mata kuliah Manajemen Masjid. Sesanggup kami dan sebisa kami untuk menjelaskan tentang materi yang bersangkutan ini.

BAB II
PEMBAHASAN
  2.1            Persaudaraan antar Masjid, Mushalla dan Langgar

            Persaudaraan didalam bahasa arabnya yaitu ﺃﺥ yang artinya saudara, ﺃﺨﻭﺓ yaitu persaudaraan[4]. Sebenarnya Ukhuwah Islamiyah sebagai kita pahami yang tercantum didalam Al-Qur’an iru ruang lingkupnya sangat luas. Diantaranya seperti dalam ayat berikut.
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S Al-Hujuraat: 10)[5]
Dari sini lahir lagi secara tegas tidak disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai persaudaraan, namun substansinya adalah persaudaraan. Adapun macam-macam ukhwah islamiyah sebagai berikut[6]:
1.      Ukhwah Ubudiyah atau saudara kesemakhlukan dan ketundukan kepada Allah SWT.
2.      Ukhwah Insaniyah (Basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dan seorang ayah dan ibu. Rosul bersabda:
كَنُوْا عِبَادَاللهُ أِخْوَانًا.(رواهالبخارومسليم عرابوهريره)
           Artinya: “Jadilah kalian Hamba Allah yang Bersaudara.
3.      Ukhwah Wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4.      Ukhwah fi-din al-islam, yaitu persaudaraan antar sesama muslim. Rasulullah bersabda.
أَنْتُمْ أَصْحَابِيْ أِخْوَانَنَاالَّذِيْنَ يَأْتْوْنَ بَعْدِى
Artinya: ”Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudahnya (wafat)-ku.
Dengan demikian salah satu ciri utama masyarakat islam yang sejati adalah Ukhuwah Islamiyah yang kokoh dengan sesama. Dengan ukhuwah yang kokoh itulah kaum muslimin akan membuktikan kehidupan yang senasib sepenanggungan, saling menolong (tolong menolong) dalam kebaikan dan taqwa dan itulah memang yang diperintahkan oleh Allah SWT sebagaimana dalam firmannya[7].

Artinya: “…. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Q.S Al-Maidah: 2)
            Rasulullah dan para sahabatnya menjadikan masjid sebagai sarana pengokoh ukhwah, khususnya antara kaum muhajirin dan anshar. Karena itu keberadaan masjid menjadi terasa sangat penting dalam mengokohkan ukhuwah islamiyah. Apalagi, di masjid berlangsung shalat berjamaah sebanyak lima kali setiap hari, suatu ibadah yang menjadi symbol dari kebersamaan dalam tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Sehingga, dari shalat berjamaah itu tumbuh semangat ukhuwah islamiyah[8].
            Manakala masjid dijadikan sebagai sarana pengokoh ukhuwah, niscaya segala persoalan yang dihadapi kaum muslimin akan dapat diatasi, baik persoalan menyangkut pribadi, keluarga, maupun masyarakat. Inilah yang membuat masjid terasa betul keberadaan dan urgensinya bagi kaum muslimin[9]. Dalam memahami konteks kebahasaan Mushalla artinya tempat shalat yang asal katanya dalam bahasa arab yaitu ﻳﺼﻟﻰ -ﺻﻟﻰ  tartinya Shala, dalam isim ﻣﻜﺎﻥ yaitu ﻣﺻﻟﻰ artinya tempat shalat[10].
Adapun istilah Langgar atau Surau dalam bahasa jawa juga tempat shalat, namun secara spesifik ketiga tersebut memiliki perbedaan, secara umum perbedaan antara masjid, mushalla dan langgar adalah kapasitas, luas lahan dan bangunan serta model bangunannya. Maka dalam makna persaudaraan baik masjid , mushalla ataupun langgar tidak jauh berbeda, kesemuanya hampir sama[11].

  2.2            Kerja Sama Antar Masjid, Mushalla dan Langgar
Salah satu yang harus kita lakukan sebagai umat islam adalah terwujudnya masjid yang makmur secara ideal. Manakala masjid telah makmur, maka kaum muslimin akan memperoleh pembinaan dengan baik, sehingga akan dihasilkan umat yang baik. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi masjid, mushalla dan langgar untuk menjalin kerja sama yang baik melalui sebuah jaringan kerjasama supaya memepererat tali silaturrahmi[12].
Paling kurang ada lima bidang yang bisa dikerjasamakan melalui jaringan kerja sama[13].
a.       Tukar menukar informasi.
b.      Kerja sama program pelatihan manajemen masjid, khatib, dan muballigh, mengurus jenazah dll.
c.       Bantuan dana yang bisa dilakukan dalam bentuk barang yang diperlukan oleh masjid, mushalla dan langgar.
d.      Studi banding untuk menemukan permasalahan serta penyelesaiannya.
e.       Pengembangan muballigh dengan pelatihan, penugasan atau magang.
f.       Pendayagunaan sumber daya manusiayang dimilki masing-masing masjid, mushalla dan langgar.
  
2.3            Persaudaraan sesama Pengurus Masjid
Pengurus masjid tentu sangat besar perannya dalam membina persaudaraan terhadap masyarakat. Karena itu, pengurus masjid harus betul-betul solid, mulai dari jumlahnya yang cukup, memiliki semangat kerja, memiliki pemahaman yang utuh tentang masjid. Lebih-lebih pengurus masjid yang secara bersama-sama untuk membangun paradigma masyarakat yang islami, namun jauh sebelum itu antara pengurus dengan pengurus memiliki contoh teladan bagi masyarakat. Jika antar sesama pengurus sudah memiliki contoh teladan yang bagus maka keberadaannya terhadap masyarakatakan membawa dampak positif, yang secara tidak langsung juga mensyiarkan masjid dalam tatanan budaya dan sikap social.[14]
Beberapa sisi kepengurusan dalam bidang kemasyarakatan, kemakmuran masjid akan mustahil rasanya bila kepengurusan masjid tidak berjalan sebagaimana yang seharusnya menjadi kewajiban para pengurus lakukan. Pada intinya sesama pengurus harus menjalin silaturrahmi tanpa adanya perbedaan atau pertentangan dalam mengurus masjid.

  2.4            Persaudaraan Pengurus dengan Jamaah
Masjid merupakan pusat pembinaan umat, manakala masjid telah berfungsi sebagai pusat pembinaan umat dan umat pun terbina dengan baik melalui masjid, niscaya terwujud suatu masyarakat yang memiliki hubungan dekat kepada Allah SWT dan hubungan yang harmonis dengan sesame manusia. Sejatinya pengurus masjid merupakan public figure dalam masyarakat. Pemimpin yang ada pada masyarakat yang dibawa utusan pemerintah memang menjadi panutan masyarakat, namun pengurus masjid yang menjadi panutan merupakan suatu hal yang alami dalam masyarakat[15].
Dalam segala bidang pengurus dalam memutuskan suatu keputusan, masyarakat harus ikut andil peran didalamnya. Sebab keputusan yang ambil tanpa mengikutsertakan masyarakat akan menyebabkan kerenggangan social antara pengurus dan masyarakat setempat[16]. Artinya menyamakan persepsi dan memberikan pemahaman tentang urgensi, peran, dan fungsi masjid, serta bagaimana mewujudkannya agar menjadi masjid yang mampu menjadi agen perubahan terhadap masyarakat dan juga mampu menyatukan persaudaraan antara pengurus dan jamaah atau masyarakat disekitar masjid tersebut[17].
Konsolidasi pengurus terhadap masyarakat harus mutlak dilakukan agar kemakmuran masjid yang salah satunya amat ditentukan oleh jamaah dapat terwujud. Konsolidasi pengurus dan jamaah ini menjadi sangat penting, apalagi masa sekarang yang tingkat partisipasi jamaah terhadap kegiatan dan kepedulian terhadap pengurus masih tergolong rendah, khusunya dimasyarakat pedesaan[18].

  2.5            Persaudaraan Jamaah dengan Jamaah
Disamping persaudaraan antara pengurus dan jamaah perlu di tingkatkan, namun pergolakan antar seasama jamaah itu terpenting dalam pembinaan umat. Kesamaan persepsi serta toleransi terhadap sesama itu yang paling penting diantara sesama jamaah[19]. Dengan menumbuhkan rasa memiliki terhadap masjid, maka tentulah kebersamaan secara bersama-sama jamaah membangun paradigm untuk memakmurkan masjid[20]. Yang harus dilakukan oleh jamaah ialah :
1.      Perlu ditanamkannya persepsi yang sama yang utuh tentang urgensi masjid bagi kaum muslimin terutama masyarakat disekitar masjid tersebut.
2.      Pengurus masjid perlu melakukan pendekatan individual atau bersifat pribadi untuk menyentuh hati jamaah guna berpartsipasi aktif dalam kegiatan masjid, serta mampu menjelaskan penyatuan perbedaan yang ada dalam masyarakat.
3.   Meningkatkan keistiqomaan shalat berjamaah dimasjid, sebab dari shalat berjamaah tersebut akan mampu menyetarakan persaudaraan antar sesama jamaah[21].  
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً (رواه البخاري ومسلم والترمذي والنشائي وابن ماجة وأحمد)
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw., bersabda: Shalat berjamaah melebihi shalat sendirian dua puluh tujuh derajat. (H.R Bukhari, Muslim, At-Turmuzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)[22]

  2.6            Analisa
Menurut analisa kelompok Dalam persaudaraan masjid dijumpai pula suatu ketentuan pula yang menyebutkan bahwa masjid yang merupakan sarana dakwah yang sifatnya konsumtif, sebagai mahasiswa yang menjadikan polemic dakwah sebagai inti yang kita pelajari. Dimanapun dan kapanpun manusia mempunyai kewajiban berdakwah[23], maka ke-afdholan dakwah terhadap masyarakat yang efektif yaitu di masjid. Karena masjid merupakan sarana dakwah yang paling bagus.
Masjid yang diajdikan sarana untuk berdakwah disini akan membawa dampak positif bagi semua kalangan. Secara tidak langsung masjid yang dijadikan sarana dakwah, juga ikut memakmurkan masjid. Sebagaimana dalam firmannya.

Artinya: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S At-Taubah: 18)[24]
                        Yang berhak memakmurkan masjid-masjid itu hanyalah mereka yang memadukan keimanan kepada Allah menurut apa yang telah diterangkan didalam kitab-nya, seperti mentauhidkan-Nya, khusus beribadah dan tawakkal kepadan-Nya, dengan keimanan kepada hari akhir, yang Allah akan menghisab segala amal hamba-hamban-Nya dan dengan membalas apa yang telah dikerjakan oleh setiap diri. Hal ini disertai dengan menegakkan shalat yang difardukan dengan meneyempurnakan rukun dan tata carnya, serta merenungkan bacaan dan do’a-do’anya, sehingga pelakunya selalu ingat, takut dan khusu’ kepada Allah.
Menegeluarkan zakat harta kepada kaum fakir miskin yang berhak menerimanya, serta takut kepada Allah semata, tidak kepada selain Allah yang tidak kuasa untuk mendatangkan manfaat atau kemudharatan, seperti berhala dan lain-lain yang disembah selain Allah karena takut kepada bahayanya atau mengharapkan manfaatnya[25].
                        Orang-orang yang memadukan rukun-rukun penting diantara rukun-rukun islam itulah mereka yang diharapkan mendapatkan petunjuk untuk melakukan apa yang disukai dan diridhai oleh Allah, yaitu memakmurkan masjid-masjid secara indrawi maupun maknawi, sesuai dengan reka. Dengan demikian, merekalah yang berhak mendapatkan balasan atas amalnya itu disurga kesenangan, bukan kaum musyrikin yang memadukan antara lawan-lawannya.                
Memakmurkan masjid-masjid Allah merupakan cabang salah satunya yaitu dari kita berdakwah, dengan kesamaan arti memakmurkan dengan berdakwah di masjid, yaitu dengan kita memberikan tausiah atau berceramah, pada saat yang sama kita juga mengajak jamaah atau masyarakat untuk berdatangan ke masjid atau menyemarakkan syiar islam yang kita sampaikan kepada masyarakat yang ada di sekita masjid tersebut. Membentuk persaudaraan yang solid di masyarakat salah satunya dengan berdakwah yang menjadikan masjid sebagai sarana atau tempatnya. Untuk mewujudkan cita-cita agama yang mengislamisasikan kehidupan modern ini harus dimodali dengan keseimbangan manajemen dan strategi yang mampu menyelesaikan permasalahan di masyarakat[26]. Dengan demikian dibutuhkan pengurus masjid yang memang handal dalam hal yang demikian diatas.
                        Dalam pembahasan yang singkat dan mestinya kita bertanya-tanya, persaudaraan antar masjid, musholla dan langgar, merupakan keinginan yang harus kita capai.

Sebab problematika islam yang sedang naik daun saat ini ialah bukan antara islam dengan non-muslim tetapi problem ini tersirat dalam islam itu sendiri yang sering kita jumpai dan kita temui kefanatikan terhadap sesuatu yang diketahui atau yang dipahami , sering membuat perpecahan antar umat islam itu sendiri[27]. Maka prinsip manajemen tidak dapat ditinggal diam saja, yaitu menurut (Davis,1974) dalam pengambilan keputusan permasalahan yaitu dibutuhkan tiga poko penting yaitu Penelitian, perancangan dan pemilihan [28]. Maka ini juga merupakan penagmbilan keputusan permasalahan elemen sebuah proses yang continue.
                        Maka dari itu para da’i dan kader islam selanjutnya harus mampu memberikan solusi dengan prinsip ukhwah islamiyah. Alasan yang menjadikan pendekatan persaudaraan  masjid, mushalla dan langgar kepada polemic dakwah, sudah menjadi bumbu yang paling sedap sebab berkenaan dengan ini sangat berkaitan antara materi yang ada dengan jurusan yang sedang menanti gelar yang akan kita dapat nantinya.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Manakala masjid dijadikan sebagai sarana pengokoh ukhuwah, niscaya segala persoalan yang dihadapi kaum muslimin akan dapat diatasi, baik persoalan menyangkut pribadi, keluarga, maupun masyarakat. Inilah yang membuat masjid terasa betul keberadaan dan urgensinya bagi kaum muslimin.
Dalam memahami konteks kebahasaan Mushalla artinya tempat shalat yang asal katanya dalam bahasa arab yaitu ﻳﺼﻟﻰ -ﺻﻟﻰ  tartinya Shala, dalam isim ﻣﻜﺎﻥ yaitu ﻣﺻﻟﻰ artinya tempat shalat. Adapun istilah Langgar atau Surau dalam bahasa jawa juga tempat shalat, namun secara spesifik ketiga tersebut memiliki perbedaan, secara umum perbedaan antara masjid, mushalla dan langgar adalah kapasitas, luas lahan dan bangunan serta model bangunannya. Maka dalam makna persaudaraan baik masjid , mushalla ataupun langgar tidak jauh berbeda, kesemuanya hampir sama.
Dalam pembahasan diatas kami lebih focus kepada pemabahasan tentang persaudaraan serta sub tentang masjid secara mayoritas, karena pembahasan mengenai mushlla dan langgar hampir sama dengan apa yang telah dijelaskan dalam sub tentang masjid diatas. Kami mengambil kesimpulan pembahasan lebih dititik beratkan ke pembahasan masjid, karena semua yang dibahas tentang masjid, sudah 99% mushalla dan langgar juga ikut serta dalam pembahasan tersebut.
3.2  Saran
Memberikan sebuah dekripsi ilmiah merupakan salah satu kreatifitas yang patut mendapat penghargaan. Dengan senang hati kami ekspresikan kepada kita semua yang telah membaca makalah ini, namun di balik ini semua kami sangat mengharapkan masukan tentang koreksi makalah kami. Tentu di dalam kami menyusun makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu kami berharap ada di antara kita semua sebuah masukan yang bersifat membangun. Kami ucapkan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Suprianto. 2003, Peran dan Fungsi Masjid, Yogyakarta: Cahaya Hikmah.
Al-Mahalli, Imam Jalaludin dan Imam Jalaludin As-Syuyuti, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1974, Tafsir Al-Maragi, Semarang: Toha Putra.
Al-Qhardhawi, Yusuf. 2000, Tuntunan Membangun Masjid, Jakarta: Gema Insani.
Djaliel, maman Abdul. 1997, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: Pustaka Setia.
Gusnadi, Heri.2011, Kamus Saku Indonesia-Arab. Aceh: Maiza Publisher.
Hanafi. 2009, Persaudaraan Menurut Konsep Al-Qur’an, Pekanbaru: Suska Press.
Ilyas, Al-Wahidi, 2001. Manajemen Dakwah: kajian Menurut Perspektif Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ismail, Hidayatullah. 2011,  Akhlak Islami, Pekanbaru: Suska Press.
Jamaris, Zainal Abidin. 1986. Persaudaraan Antar Masjid, Jakarta Pusat:  Media Dakwah.
Kamaludin, Undang Ahmad. 2010, Etika Manajemen Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Mikam, Komarudin Ibnu. 2007, Rahasia dan Keutamaan Hari Jum’at, Jakarta: Qultum Media.
Muhyiddin, Asep dan Agus Ahmad Syafe’I. 2002, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung: Pustaka Setia.
Munir, M, dan Wahyu Ilaihi. 2009, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mustofa, Budiman. 2008, Manajemen Masjid, Surakarta: Ziyad.
Rifa’i, Moh. 1978, Fiqih Islam Lengkap. Semarang: Karya Toha Putra.
Siagian, Sondang P. 2012, Manajemen Sum,ber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.
Suherman, Eman. 2012, Manajemen Masjid, Bandnug: Alfabeta.
Syafe’I, Rachmat. 2000, Al-Hadits, Bandung: Pustaka Setia.
Yani, Ahmad. 2009,  Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta: Al-Qalam.
Zaidallah,  Alwisral Imam. 2005, Strategi Dakwah, Jakarta: Kalam Mulia.








[1] Drs. H. Asep Muhyiddin, M. Ag dan Agus Ahmad Syafe’I, M.Ag, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung, Pustaka Setia, 2002. Halaman 162
[2] Djaliel, maman Abdul. 1997, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung, Pustaka Setia, 1997. Halaman 83
[3] Drs. H. Hoh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, Semarang, Karya Toha Putra, 1978. Halaman 100
[4] Heri Gusnadi, Kamus Saku Indonesia-Arab. Maiza Publisher, Aceh, 2011. Halaman 387
[5] Al-Qur’an Terjemah. (Q.S Al-Hujuraat: 10)
[6] Drs. H. Hanafi, MA. 2009, Konsep Persaudaraan Menurut Al-Qur’an, Pekanbaru: Suska Press. Halaman 85
[7] Drs. H. Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, Al-Qalam, Jakarta, 2009. Hlm 27
[8] Zainal Abidin Jamaris, Persaudaraan Antar Masjid, Media Dakwah, Jakarta Pusat. 1986. Hlm 3
[9] Ibid., halaman 4
[10] Heri gusnadi, Op.cit., halaman 406
[11] Dr. Eman Suherman, S.E, M.Pd, Manajemen Masjid, Alfabeta, Bandung, 2012. Halaman 5
[12] Drs. H. Ahmad Yani, Op. cit., halaman 172
[13] Ibid., halaman 173
[14] Suprianto Abdullah, Pran dan Fungsi Masjid, Cahaya Hikmah, Yogyakarta, 2003. Hlm 48
[15] Budiman Mustofa, manajemen Masjid, Ziyad, Surakarta, 2008. Halaman 193
[16] Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA, Manajemen Sum,ber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 2012. Halaman 181
[17] Dr. H. Ahmad Yani, Op. cit., halaman 165
[18] Drs. H. Undang Ahmad kamaludin, Etika Manajemen Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2010. Halaman 65
[19] Dr. H. Hidayatullah Ismail, Lc., MA, Akhlak Islami, Suska Press, Pekanbaru, 2011. Halaman 49
[20] DR. Yusuf Al-Qhardhawi, Tuntunan Membangun Masjid, Gema Insani, Jakarta, 2000. Halaman 99
[21] Komarudin Ibnu Mikam, Rahasia dan Keutamaan Hari Jum’at, Qultum Media, Jakarta, 2007, Hlm 70
[22] Prof. DR. H. Rachmat Syafe’i, MA, Al-Hadits, Pustaka Setia, Bandung, 2000. Halaman 199
[23] Munir, M, dan Wahyu Ilaihi. 2009, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Halaman 93
[24] Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin As-Syuyuthi, Op. Cit., halaman 473
[25] Ahmad Mustafa Al-Maragi, 1974, Tafsir Al-Maragi, Semarang: Toha Putra. Halaman 126
[26] Drs. Alwisral Imam Zaidallah. 2005, Strategi Dakwah, Jakarta: Kalam Mulia. Halaman 76 
[27] Al-Wahidi Ilyas, 2001. Manajemen Dakwah: kajian Menurut Perspektif Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 124
[28] Siswanto, 2011, Pengantar Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara. Halaman  

Sekian yang dapat saya jelaskan semoga pembaca sekalian dapat memahami apa yang saya tulis dan menjadi bermanfaat bagi pembaca sekalian. wassalamh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar