MAKALAH MANAJEMEN KEMASJIDAN "PERSAUDARAAN MASJID, MUSHOLLA, DAN LANGGAR"- Pada masa era globalisasi saat sekarang ini kebanykan orang tidak mengetahui bagaimana korelasi antara masjid, mushalla dan langgar. oleh sebab itu pada kesempatan kali ini saya mencoba mngulas sedikit tentang persaudaraan antara masjid, musholl dan langar. selamat membaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hal paling utama yang melatar belakangi
pembuatan makalah ini adalah memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen
bersangkutan. Terlepas dari pada itu dalam feneomena yang terjadi saat ini
permasalahan yang dahulunya biasa-biasa saja dianggap dalam kehidupan
sehari-hari, namun suatu kebijakan yang menghendaki, maka hal ini perlu
diungkapkan, yaitu permasalahan Persaudaran Masjid, Musholla dan Langgar. Mengingat hal ini sudah meraba dalam masyarakat yang
perlu mendapat kepedulian dan pehatian yang significant[1].
Maka, kita sebagai mahasiswa yang menangani permasalahan ini perlu untuk
menindak lanjuti hal ini.
Masjid,
Musholla dan Langgar hari ini berbagai temapat dan lingkungan bisa kita temui,[2]
keberadaan inilah yang menjadi serius untuk diperhatikan. Keakraban antar
sesama Masjid perlu digalakkan, sebab salah satu jalinan ukhwah islamiyah ialah
persaudaraan antar sesame Masjid, Musholla dan Langgar.
Ini pun
merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam pembentukan suatu teras jamaah
yang memiliki potensi, adalah membina persaudaraan, antara jamaah dan juga
persaudaraan antar masjid. Masjid, Musholla dan Langgar pada umumnya tempat
mendirikan sholat berjamaah, sekaligus merupakan pusat pembinaan ummat dan
jamaah, bahkan lebih luas dari itu[3].
1.2 Maksud dan
Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
- Mengetahui
tentang materi pada makalah kali ini.
- Memahami
tentang persaudaraan
masjid serta pembahasannya.
- Dapat
mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
1.3 Rumusan Makalah
Rumusan makalah pada kali ini adalah :
- Apa
itu
persaudaraan antar masjid, mushalla dan langgar ?
- Bagaimana
keberadaan
masyarakat dalam menghidupkan ukhwah masjid, mushalla dan langgar ?
- Bagaimana pengurus masjid, mushalla dan langgar dalam membangun
persaudaraan dengan jamaah dan masyarakat ?
1.4 Batasan makalah
Dalam pembahasan makalah kali ini kami
membatasi tengan apa yang kami bahas.
Seperti yang tertera pada rumusan makalah, kami menjelaskan berdasarkan
apa yang ada dalam silabus mata kuliah Manajemen Masjid. Sesanggup kami dan
sebisa kami untuk menjelaskan tentang materi yang bersangkutan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Persaudaraan antar Masjid,
Mushalla dan Langgar
Persaudaraan didalam bahasa arabnya yaitu ﺃﺥ yang artinya saudara, ﺃﺨﻭﺓ yaitu persaudaraan[4].
Sebenarnya
Ukhuwah Islamiyah sebagai kita pahami yang tercantum didalam Al-Qur’an iru
ruang lingkupnya sangat luas. Diantaranya
seperti dalam ayat berikut.
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat”.
(Q.S Al-Hujuraat: 10)[5]
Dari sini lahir lagi
secara tegas tidak disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai persaudaraan, namun
substansinya adalah persaudaraan. Adapun macam-macam ukhwah islamiyah sebagai
berikut[6]:
1.
Ukhwah Ubudiyah
atau saudara kesemakhlukan dan ketundukan kepada Allah SWT.
2.
Ukhwah Insaniyah
(Basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah
bersaudara, karena mereka semua berasal dan seorang ayah dan ibu. Rosul
bersabda:
كَنُوْا
عِبَادَاللهُ أِخْوَانًا.(رواهالبخارومسليم عرابوهريره)
Artinya:
“Jadilah kalian Hamba Allah yang Bersaudara.
3.
Ukhwah
Wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan
dan kebangsaan.
4.
Ukhwah fi-din
al-islam, yaitu persaudaraan antar sesama muslim. Rasulullah
bersabda.
أَنْتُمْ
أَصْحَابِيْ أِخْوَانَنَاالَّذِيْنَ يَأْتْوْنَ بَعْدِى
Artinya:
”Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang
sesudahnya (wafat)-ku.
Dengan
demikian salah satu ciri utama masyarakat islam yang sejati adalah Ukhuwah
Islamiyah yang kokoh dengan sesama. Dengan ukhuwah yang kokoh itulah kaum muslimin akan membuktikan
kehidupan yang senasib sepenanggungan, saling menolong (tolong menolong) dalam
kebaikan dan taqwa dan itulah memang yang diperintahkan oleh Allah SWT
sebagaimana dalam firmannya[7].
Artinya:
“…. dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya. (Q.S Al-Maidah: 2)
Rasulullah dan para sahabatnya
menjadikan masjid sebagai sarana pengokoh ukhwah, khususnya antara kaum
muhajirin dan anshar. Karena itu keberadaan masjid menjadi terasa sangat
penting dalam mengokohkan ukhuwah islamiyah. Apalagi, di masjid berlangsung
shalat berjamaah sebanyak lima kali setiap hari, suatu ibadah yang menjadi
symbol dari kebersamaan dalam tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Sehingga, dari
shalat berjamaah itu tumbuh semangat ukhuwah islamiyah[8].
Manakala masjid dijadikan sebagai
sarana pengokoh ukhuwah, niscaya segala persoalan yang dihadapi kaum muslimin
akan dapat diatasi, baik persoalan menyangkut pribadi, keluarga, maupun
masyarakat. Inilah yang membuat masjid terasa betul keberadaan dan urgensinya
bagi kaum muslimin[9].
Dalam memahami konteks kebahasaan Mushalla artinya tempat shalat yang asal
katanya dalam bahasa arab yaitu ﻳﺼﻟﻰ -ﺻﻟﻰ tartinya
Shala, dalam isim ﻣﻜﺎﻥ yaitu ﻣﺻﻟﻰ artinya tempat shalat[10].
Adapun
istilah Langgar atau Surau dalam bahasa jawa juga tempat shalat, namun secara
spesifik ketiga tersebut memiliki perbedaan, secara umum perbedaan antara
masjid, mushalla dan langgar adalah kapasitas, luas lahan dan bangunan serta
model bangunannya. Maka dalam
makna persaudaraan baik masjid , mushalla ataupun langgar tidak jauh berbeda,
kesemuanya hampir sama[11].
2.2
Kerja Sama Antar Masjid,
Mushalla dan Langgar
Salah satu yang harus kita lakukan sebagai umat islam adalah terwujudnya
masjid yang makmur secara ideal. Manakala masjid telah makmur, maka kaum
muslimin akan memperoleh pembinaan dengan baik, sehingga akan dihasilkan umat
yang baik. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi masjid, mushalla dan
langgar untuk menjalin kerja sama yang baik melalui sebuah jaringan kerjasama
supaya memepererat tali silaturrahmi[12].
Paling kurang ada lima bidang yang bisa dikerjasamakan melalui jaringan
kerja sama[13].
a.
Tukar menukar informasi.
b.
Kerja sama program pelatihan manajemen masjid, khatib,
dan muballigh, mengurus jenazah dll.
c.
Bantuan dana yang bisa dilakukan dalam bentuk barang
yang diperlukan oleh masjid, mushalla dan langgar.
d.
Studi banding untuk menemukan permasalahan serta
penyelesaiannya.
e.
Pengembangan muballigh dengan pelatihan, penugasan
atau magang.
f.
Pendayagunaan sumber daya manusiayang dimilki
masing-masing masjid, mushalla dan langgar.
2.3
Persaudaraan sesama Pengurus
Masjid
Pengurus masjid tentu sangat
besar perannya dalam membina persaudaraan terhadap masyarakat. Karena itu,
pengurus masjid harus betul-betul solid, mulai dari jumlahnya yang cukup,
memiliki semangat kerja, memiliki pemahaman yang utuh tentang masjid.
Lebih-lebih pengurus masjid yang secara bersama-sama untuk membangun paradigma
masyarakat yang islami, namun jauh sebelum itu antara pengurus dengan pengurus
memiliki contoh teladan bagi masyarakat. Jika antar sesama pengurus sudah
memiliki contoh teladan yang bagus maka keberadaannya terhadap masyarakatakan
membawa dampak positif, yang secara tidak langsung juga mensyiarkan masjid
dalam tatanan budaya dan sikap social.[14]
Beberapa sisi kepengurusan
dalam bidang kemasyarakatan, kemakmuran masjid akan mustahil rasanya bila
kepengurusan masjid tidak berjalan sebagaimana yang seharusnya menjadi
kewajiban para pengurus lakukan. Pada intinya sesama pengurus harus menjalin
silaturrahmi tanpa adanya perbedaan atau pertentangan dalam mengurus masjid.
2.4
Persaudaraan Pengurus dengan
Jamaah
Masjid merupakan pusat
pembinaan umat, manakala masjid telah berfungsi sebagai pusat pembinaan umat
dan umat pun terbina dengan baik melalui masjid, niscaya terwujud suatu
masyarakat yang memiliki hubungan dekat kepada Allah SWT dan hubungan yang
harmonis dengan sesame manusia. Sejatinya pengurus masjid merupakan public
figure dalam masyarakat. Pemimpin yang ada pada masyarakat yang dibawa utusan
pemerintah memang menjadi panutan masyarakat, namun pengurus masjid yang
menjadi panutan merupakan suatu hal yang alami dalam masyarakat[15].
Dalam segala bidang pengurus
dalam memutuskan suatu keputusan, masyarakat harus ikut andil peran didalamnya.
Sebab keputusan yang ambil tanpa mengikutsertakan masyarakat akan menyebabkan
kerenggangan social antara pengurus dan masyarakat setempat[16].
Artinya menyamakan persepsi dan memberikan pemahaman tentang urgensi, peran,
dan fungsi masjid, serta bagaimana mewujudkannya agar menjadi masjid yang mampu
menjadi agen perubahan terhadap masyarakat dan juga mampu menyatukan
persaudaraan antara pengurus dan jamaah atau masyarakat disekitar masjid
tersebut[17].
Konsolidasi pengurus
terhadap masyarakat harus mutlak dilakukan agar kemakmuran masjid yang salah
satunya amat ditentukan oleh jamaah dapat terwujud. Konsolidasi pengurus dan
jamaah ini menjadi sangat penting, apalagi masa sekarang yang tingkat
partisipasi jamaah terhadap kegiatan dan kepedulian terhadap pengurus masih
tergolong rendah, khusunya dimasyarakat pedesaan[18].
2.5
Persaudaraan Jamaah dengan
Jamaah
Disamping persaudaraan
antara pengurus dan jamaah perlu di tingkatkan, namun pergolakan antar seasama
jamaah itu terpenting dalam pembinaan umat. Kesamaan persepsi serta toleransi
terhadap sesama itu yang paling penting diantara sesama jamaah[19]. Dengan
menumbuhkan rasa memiliki terhadap masjid, maka tentulah kebersamaan secara
bersama-sama jamaah membangun paradigm untuk memakmurkan masjid[20].
Yang harus dilakukan oleh jamaah ialah :
1.
Perlu ditanamkannya persepsi yang sama yang utuh
tentang urgensi masjid bagi kaum muslimin terutama masyarakat disekitar masjid
tersebut.
2.
Pengurus masjid perlu melakukan pendekatan individual
atau bersifat pribadi untuk menyentuh hati jamaah guna berpartsipasi aktif
dalam kegiatan masjid, serta mampu menjelaskan penyatuan perbedaan yang ada
dalam masyarakat.
3.
Meningkatkan keistiqomaan shalat berjamaah dimasjid,
sebab dari shalat berjamaah tersebut akan mampu menyetarakan persaudaraan antar
sesama jamaah[21].
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ صَلاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ
دَرَجَةً (رواه البخاري ومسلم والترمذي والنشائي وابن ماجة وأحمد)
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah
saw., bersabda: Shalat berjamaah melebihi shalat sendirian dua puluh tujuh
derajat. (H.R Bukhari, Muslim, At-Turmuzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)[22]
2.6
Analisa
Menurut analisa kelompok Dalam
persaudaraan masjid dijumpai pula suatu ketentuan pula yang menyebutkan bahwa
masjid yang merupakan sarana dakwah yang sifatnya konsumtif, sebagai mahasiswa
yang menjadikan polemic dakwah sebagai inti yang kita pelajari. Dimanapun dan
kapanpun manusia mempunyai kewajiban berdakwah[23],
maka ke-afdholan dakwah terhadap masyarakat yang efektif yaitu di masjid.
Karena masjid merupakan sarana dakwah yang paling bagus.
Masjid yang diajdikan sarana untuk berdakwah disini
akan membawa dampak positif bagi semua kalangan. Secara tidak langsung masjid
yang dijadikan sarana dakwah, juga ikut memakmurkan masjid. Sebagaimana dalam
firmannya.
Artinya: “Hanya yang
memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut
(kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang
diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S At-Taubah:
18)[24]
Yang
berhak memakmurkan masjid-masjid itu hanyalah mereka yang memadukan keimanan
kepada Allah menurut apa yang telah diterangkan didalam kitab-nya, seperti
mentauhidkan-Nya, khusus beribadah dan tawakkal kepadan-Nya, dengan keimanan
kepada hari akhir, yang Allah akan menghisab segala amal hamba-hamban-Nya dan
dengan membalas apa yang telah dikerjakan oleh setiap diri. Hal ini disertai
dengan menegakkan shalat yang difardukan dengan meneyempurnakan rukun dan tata
carnya, serta merenungkan bacaan dan do’a-do’anya, sehingga pelakunya selalu
ingat, takut dan khusu’ kepada Allah.
Menegeluarkan zakat
harta kepada kaum fakir miskin yang berhak menerimanya, serta takut kepada
Allah semata, tidak kepada selain Allah yang tidak kuasa untuk mendatangkan
manfaat atau kemudharatan, seperti berhala dan lain-lain yang disembah selain
Allah karena takut kepada bahayanya atau mengharapkan manfaatnya[25].
Orang-orang
yang memadukan rukun-rukun penting diantara rukun-rukun islam itulah mereka
yang diharapkan mendapatkan petunjuk untuk melakukan apa yang disukai dan
diridhai oleh Allah, yaitu memakmurkan masjid-masjid secara indrawi maupun
maknawi, sesuai dengan reka. Dengan demikian, merekalah yang berhak mendapatkan
balasan atas amalnya itu disurga kesenangan, bukan kaum musyrikin yang
memadukan antara lawan-lawannya.
Memakmurkan masjid-masjid
Allah merupakan cabang salah satunya yaitu dari kita berdakwah, dengan kesamaan
arti memakmurkan dengan berdakwah di masjid, yaitu dengan kita memberikan tausiah
atau berceramah, pada saat yang sama kita juga mengajak jamaah atau masyarakat
untuk berdatangan ke masjid atau menyemarakkan syiar islam yang kita sampaikan
kepada masyarakat yang ada di sekita masjid tersebut. Membentuk persaudaraan yang
solid di masyarakat salah satunya dengan berdakwah yang menjadikan masjid
sebagai sarana atau tempatnya. Untuk mewujudkan cita-cita agama yang
mengislamisasikan kehidupan modern ini harus dimodali dengan keseimbangan
manajemen dan strategi yang mampu menyelesaikan permasalahan di masyarakat[26].
Dengan demikian dibutuhkan pengurus masjid yang memang handal dalam hal yang
demikian diatas.
Dalam pembahasan yang
singkat dan mestinya kita bertanya-tanya, persaudaraan antar masjid, musholla
dan langgar, merupakan keinginan yang harus kita capai.
Sebab problematika islam yang sedang naik daun saat ini ialah bukan
antara islam dengan non-muslim tetapi problem ini tersirat dalam islam itu
sendiri yang sering kita jumpai dan kita temui kefanatikan terhadap sesuatu
yang diketahui atau yang dipahami , sering membuat perpecahan antar umat islam
itu sendiri[27].
Maka prinsip manajemen tidak dapat ditinggal diam saja, yaitu menurut
(Davis,1974) dalam pengambilan keputusan permasalahan yaitu dibutuhkan tiga
poko penting yaitu Penelitian,
perancangan dan pemilihan [28]. Maka
ini juga merupakan penagmbilan keputusan permasalahan elemen sebuah proses yang
continue.
Maka dari itu para da’i
dan kader islam selanjutnya harus mampu memberikan solusi dengan prinsip ukhwah
islamiyah. Alasan yang menjadikan pendekatan persaudaraan masjid, mushalla dan langgar kepada polemic
dakwah, sudah menjadi bumbu yang paling sedap sebab berkenaan dengan ini sangat
berkaitan antara materi yang ada dengan jurusan yang sedang menanti gelar yang
akan kita dapat nantinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manakala masjid dijadikan sebagai sarana pengokoh
ukhuwah, niscaya segala persoalan yang dihadapi kaum muslimin akan dapat
diatasi, baik persoalan menyangkut pribadi, keluarga, maupun masyarakat. Inilah yang membuat masjid terasa betul keberadaan dan
urgensinya bagi kaum muslimin.
Dalam memahami
konteks kebahasaan Mushalla artinya tempat shalat yang asal katanya dalam
bahasa arab yaitu ﻳﺼﻟﻰ
-ﺻﻟﻰ tartinya Shala, dalam isim ﻣﻜﺎﻥ yaitu ﻣﺻﻟﻰ artinya tempat shalat. Adapun
istilah Langgar atau Surau dalam bahasa jawa juga tempat shalat, namun secara
spesifik ketiga tersebut memiliki perbedaan, secara umum perbedaan antara
masjid, mushalla dan langgar adalah kapasitas, luas lahan dan bangunan serta
model bangunannya. Maka dalam makna persaudaraan baik masjid , mushalla ataupun
langgar tidak jauh berbeda, kesemuanya hampir sama.
Dalam pembahasan
diatas kami lebih focus kepada pemabahasan tentang persaudaraan serta sub
tentang masjid secara mayoritas, karena pembahasan mengenai mushlla dan langgar
hampir sama dengan apa yang telah dijelaskan dalam sub tentang masjid diatas.
Kami mengambil kesimpulan pembahasan lebih dititik beratkan ke pembahasan
masjid, karena semua yang dibahas tentang masjid, sudah 99% mushalla dan langgar
juga ikut serta dalam pembahasan tersebut.
3.2 Saran
Memberikan sebuah
dekripsi ilmiah merupakan salah satu kreatifitas yang patut mendapat
penghargaan. Dengan
senang hati kami ekspresikan kepada kita semua yang telah membaca makalah ini,
namun di balik ini semua kami sangat mengharapkan masukan tentang koreksi
makalah kami. Tentu di dalam kami menyusun makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu kami berharap ada di antara kita semua
sebuah masukan yang bersifat membangun. Kami ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Suprianto. 2003, Peran dan Fungsi Masjid, Yogyakarta:
Cahaya Hikmah.
Al-Mahalli, Imam
Jalaludin dan Imam Jalaludin As-Syuyuti, Tafsir
Jalalain, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. 1974, Tafsir Al-Maragi,
Semarang: Toha Putra.
Al-Qhardhawi, Yusuf. 2000, Tuntunan Membangun Masjid, Jakarta: Gema
Insani.
Djaliel, maman Abdul. 1997, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung:
Pustaka Setia.
Gusnadi, Heri.2011, Kamus Saku Indonesia-Arab. Aceh: Maiza
Publisher.
Hanafi.
2009, Persaudaraan Menurut Konsep Al-Qur’an, Pekanbaru: Suska Press.
Ilyas,
Al-Wahidi, 2001. Manajemen Dakwah: kajian
Menurut Perspektif Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ismail, Hidayatullah. 2011, Akhlak
Islami, Pekanbaru: Suska Press.
Jamaris, Zainal Abidin.
1986. Persaudaraan Antar Masjid, Jakarta
Pusat: Media Dakwah.
Kamaludin,
Undang Ahmad. 2010, Etika Manajemen
Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Mikam, Komarudin Ibnu. 2007,
Rahasia dan Keutamaan Hari Jum’at, Jakarta:
Qultum Media.
Muhyiddin, Asep dan Agus
Ahmad Syafe’I. 2002, Metode Pengembangan
Dakwah, Bandung: Pustaka Setia.
Munir, M, dan Wahyu Ilaihi.
2009, Manajemen Dakwah, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Mustofa, Budiman. 2008, Manajemen Masjid, Surakarta: Ziyad.
Rifa’i, Moh. 1978, Fiqih Islam Lengkap. Semarang: Karya
Toha Putra.
Siagian, Sondang P. 2012, Manajemen Sum,ber Daya Manusia, Jakarta:
Bumi Aksara.
Suherman, Eman. 2012, Manajemen Masjid, Bandnug: Alfabeta.
Syafe’I, Rachmat. 2000, Al-Hadits, Bandung: Pustaka Setia.
Yani, Ahmad. 2009, Panduan
Memakmurkan Masjid, Jakarta: Al-Qalam.
Zaidallah,
Alwisral Imam. 2005, Strategi Dakwah, Jakarta: Kalam Mulia.
[1]
Drs. H. Asep Muhyiddin, M. Ag dan Agus Ahmad Syafe’I, M.Ag, Metode Pengembangan Dakwah, Bandung,
Pustaka Setia, 2002. Halaman 162
[2]
Djaliel, maman Abdul. 1997, Prinsip dan
Strategi Dakwah, Bandung, Pustaka Setia, 1997. Halaman 83
[3]
Drs. H. Hoh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap,
Semarang, Karya Toha Putra, 1978. Halaman 100
[6] Drs. H.
Hanafi, MA. 2009, Konsep Persaudaraan Menurut Al-Qur’an, Pekanbaru:
Suska Press. Halaman 85
[16] Prof. Dr.
Sondang P. Siagian, MPA, Manajemen Sum,ber
Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta, 2012. Halaman 181
[18] Drs. H.
Undang Ahmad kamaludin, Etika Manajemen
Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2010. Halaman 65
[23] Munir, M, dan Wahyu Ilaihi.
2009, Manajemen Dakwah, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. Halaman 93
[25] Ahmad Mustafa
Al-Maragi, 1974, Tafsir Al-Maragi, Semarang: Toha Putra. Halaman 126
[27] Al-Wahidi
Ilyas, 2001. Manajemen Dakwah: kajian
Menurut Perspektif Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 124
Tidak ada komentar:
Posting Komentar