MAKALAH MANAJEMEN MASJID “MASJID PUSAT KEBUDAYAAN ISLAM”- Salah satu pahala yang tidak terputus apa bila seseorang sudah tiada adalah ilmu yang bermanfaat. oleh karena itu saya berhara apa saya menulis ini dengan harapan bisa diambil manfaat oleh pembaca sekalian. selamat memebaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Di Indonesia masjid tidak hanya
sebagai pusat ibadah, akan tetapi juga sebagai pusat aktivitas sosial. Semenjak
zaman Nabi Muhammad saw, memang masjid memiliki peran dan fungsi sosial antara
lain adalah sebagai tempat untuk menyusun strategi penyebaran Islam kepada
kelompok lain.[1]
Masjid dijadikan sebagai markaz untuk bermusyawarah di dalam banyak hal,
misalnya mengatur strategi berperang melawan kaum kafir yang mengingkari
perjanjian dengan umat Islam. Masjid adalah tempat bertemunya berbaai segmen
masyarakat, baik di masa dahulu maupun sekarang. Sebagai wahana bertemunya
warga masyarakat yang berkepentingan untuk melakukan ibadah, maka masjid juga
menjadi tempat untuk silaturrahmi. Selain itu juga menjadi tempat untuk
mengembangkan pengetahuan agama dan sosial kemasyarakatan. Namun demikian, di masa penjajahan
Belanda, maka fungsi masjid menjadi dibatasi.[2]
Masjid hanya diperkenankan menjadi tempat ibadah saja. Hal ini disebabkan oleh
ketakutan kaum Belanda bahwa masjid dapat dijadikan sebagai markas untuk
melawan Belanda. Bagi Belanda tentu harus ada pembatasan bagi masyarakat
jajahan untuk berkumpul dan bermusyawarah dalam rangka melakukan perlawanan
bagi mereka. Masjid memang bisa menjadi tempat
yang efektif untuk mengembangkan sikap anti penjajahan. Melalui dalih jihad fi
sabilillah, maka menggelorakan semangat melawan penjajah akan sangat efektif
dilakukan di masjid. Sebagai tempat yang suci, maka masjid akan dapat digunakan
untuk membangkitkan semangat perlawanan tersebut. Di dalam hal seperti ini maka pemerintah Belanda membatasi
masjid sebagai tempat untuk berkumpul dan membahas persoalan keumatan. Masjid
harus dikembalikan dalam fungsinya sebagai tempat ibadah saja. Jadilah masjid
kemudian hanya sebagai tempat untuk beribadah mahdhah saja. Tidak lebih
dari itu. Seirama dengan tuntutan perubahan
yang terus berlangsung, maka masjid kembali memiliki fungsi sosial dan budaya.
Di dalam fungsi sosial, maka masjid memiliki sejumlah
aktivitas, misalnya pusat kesehatan, ekonomi, dan juga fungsi pengembangan
spiritualitas keagamaan. Selain itu juga menjadi pusat budaya Islam. Misalnya
dengan banyaknya kegiatan yang diusung di dalam kerangka pengembangan budaya
Islam. Masjid di Indonesia memiliki corak
yang sangat khas. Maka dikenal masjid dengan coraknya yang khas Jawa, khas
Sumatera, Sulawesi dan sebagainya. Masjid khas Jawa misalnya dapat dilihat pada
masjid Demak dengan corak bangunannya yang khas Jawa.[3]
Terhadap masjid yang seperti ini, maka sebaiknya memang harus dijadikan sebagai
pusat kebudayaan. Yang
saya maksud adalah bagaimana menjadikan masjid sebagai tempat untuk
pengembangan kebudayaan seperti menjadi cagar budaya. Kita semua tentu berharap
bahwa bangunan-bangunan masjid yang berciri khas tersebut tidak boleh kemudian
diubah begitu saja mengikuti corak bangunan modern yang baru. Saya berpendapat bahwa masjid kuno
harus dijadikan sebagai cagar budaya yang tidak bisa diganti dengan bangunan
baru begitu saja. Saya terkesan dengan bangunan-bangunan kuno di negara Mesir,
misalnya di mana bangunan kuno tidak diubah dengan yang baru, sebab ada nilai
sejarah yang memang tidak tergantikan. Demikian pula di Australia, banyak
bangunan kuno yang dipertahankan sebagai cirri khas budaya masyarakat tersebut. Oleh karena itu, fungsi masjid boleh
saja berubah seirama dengan tuntutan perubahan zaman, akan tetapi bangunan
masjid kuno harus tetap dipertahankan sebagai cultural heritage yang memang
harus dipertahankan.
1.2. Maksud dan Tujuan.
Maksud dan tujuan dalam penyusunan
makalah ini, diantaranya :
1. Menambah
wawasan dan pengetahuan tentang apa
itu masjid dan kebudayaan.
2. Memperluas cakrawala bagaimana cara kita melestarikan kebudayaan yang ada
pada masjid.
3. Untuk menambah wawasan kita tentang tempat untuk mencari Ilmu
selain dari pendidikan formal yang Efektif dan Efisien.
1.3. Rumusan Masalah.
Rumusan masalah dalam pembahasan
kali ini adalah : 1. Apa itu masjid dan kebudayaan ? 2. Bagaimana kita melestarikan kebudayaan yang
ada di masjid ? 3. Dari segi apakah kita melihat bahwa masjid
adalah kebudayaan ?
1.4. Batasan Masalah.
Dalam pembahasan materi ini kami
membatasi pembahasan hanya pada ruang lingkup bagaimana dikatakan masjid itu sebagai pusat kebudayaan tersebut.
Selanjutnya di sini kami akan mencoba memberikan gambaran mengenai apa itu yang dikatakan masjid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Masjid.
Dilihat dari
segi harfiyah mesjid adalah tempat sembah-Yang. Perkataan mesjid berasal dari
bahasa arab. Kata pokoknya Sujudan, Fiil Madinya sajada (ia sudah
sujud). Fi’il madinya sajada diberi awalan Ma, sehingga terjadilah isim makan.
Isim makan ini menyebabkan berubahan bentuk sajada menjadi masjidu, masjid dari
ejaan aslinyanya adalah Masjid (dengan a) pengambilan alih kata Masjid oleh
bahasa Indonesia umumnya membawa proses perubahan bunyi a menjadi e sehingga
terjadilah bunyi Mesjid. Perubahan bunyi ma menjadi me, disebabkan tanggapan
awalan me dalam bahasa Indonesia. Bahwa hal ini salah, sudah tentu kesalahan
umum seperti ini dalam Indonesianisasi kata-kata asing sudah biasa.
Dalam ilmu bahasasudah menjadi kaidah, kalau suatu penyimpangan atau kesalahan
dilakukan secara umum, ia dianggap benar. Menjadilah ia kekecualian.[4]
Setiap muslim boleh melakukan shalat di wilayah manapun di bumi ini terkecuali
dia atas kuburan, di tempat yang bernajis, dan di tempat-tempat yang menurut
ukuran syariat Islam tidak sesuai untuk dijadikan tempat shalat.
Rasullullah bersabda :
اَلْاَرْضُ
كُلَّهَا مَسْجِدٌ (رواه مسلم)[5]
“Setiap bagian dari bumi Allah adalah tempat
sujud (masjid).” (HR Muslim)
Pada hadist yang lain Rasulullah besabda pula :
جُعِلَتْ لَنَا
اَلْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا (رواه مسلم)[6]
“ telah dijadikan bagi kita bumi ini sebagai
tempat sujud dan keadaan nya bersih.” (HR Muslim)
Sedangkan secara
umum Mesjid adalah tempat suci umat islam yang berfungsi sebagai tempat ibadah,
pusat kegiatan keagamaan, dan kemasyarakatan yang harus dibina, dipelihara dan
dikembangkan secara teratur dan terencana. untuk menyemarakan siar islam,
meningkatkan semarak keagamaan dan menyemarakan kualitas umat islam dalam
mengabdi kepada allah, sehingga partisipasi dan tanggung jawab umat islam
terhadap pembangunan bangsa akan lebih besar.[7] Singkatnya
Mesjid adalah tempat dimana diajarkan, dibentuk, ditumbuhkan dan dikembangkan
dunia pikiran dan dunia rasa islam.[8]
Masjid tidak bisa dilepaskan dari masalah
shalat. Berdasarkan sabda Nabi SAW. Diatas, setiap orang bisa melakukan Shalat
dimana saja-di rumah, di kebun, di jalan, di kendaraan dan di tempat lainnya.
Selain itu, masjid merupakan tempat orang berkumpul dan melakukan shalat secara
berjamaah, dengan tujuan meningkatkan solidaritas dan silahturrahmi di kalangan
kaum muslimin. Di masjid pulalah tempat terbaik untuk melangsungkan shalat
jum’at.
Dimasa
Nabi SAW. Ataupun dimasa sesudahnya, masjid menjadi pusat atau sentral kegiatan
kaum muslimin. Kegiatan di bidang
pemerintahan pun mencakup, ideology, politik, ekonomi, social, peradilan
, dan kemiliteran dibahas dan di pecahkan di lembaga Masjid. Masjid juga
berfungsi sebagai pusat pengembangan
kebudayaan Islam terutama saat gedung-gedung khusus untuk itu belum
didirikan. Masjid juga merupakan ajang halaqah atau diskusi, tempat mengaji,
dan memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan agama ataupun umum. Pertumbuhan remaja
masjid dewasa ini juga termasuk upaya memaksimalkan fungsi kebudayaan yang
diemban masjid.
Kalau saja tidak ada kewajiban Shalat, tentu
tidak ada yang namanya Masjid di dalam Islam. Memang, shalat sudah di
syariatkan pada awal kelahiran islam sebanyak empat rakaat, dua di pagi hari
dan dua di sore hari. Penetapan Shalat menjadi lima waktu seperti sekarang
ini baru disyariatkan menjelang Nabi
Hijrah ke Madinah. Sampai saat itu, ibadah shalat dilakukan dirumah-rumah.
Tiadanya usaha mendirikan masjid karena lemahnya kedudukan umat Islam yang
sangat lemah, sedangkan tantangan dari penduduk Makkah begitu ganasnya.
Penduduk Makkah tampak belum siap menerima ajaran Nabi SAW. Walau telah 13
tahun dakwah dilancarkan.
1. Masjid
Pertama Dalam Islam.
Masyarakat Madinah yang dikenal berwatak lebih
halus lebih bisa menerimaSyiar Nabi Muhammad SAW. Mereka dengan Antusias
mengirim utusan sambil mengutarakan ketulusan hasrat mereka agar Rasulullah
pindah saja ke Madinah. Nabi setuju, setelah dua kali utusan dating dua tahun
berturut-turut di musim haji dalam dua peristiwa yang dikenal dengan bai’at
Aqabah I dan Aqabah II.
Saat yang dirasa tepat oleh Nabi untuk
berhijrah itu pun tiba. Waktu kaum kafir Makkah mendengar kabar ini, mereka
mengepung rumah Nabi, tetapi usaha mereka gagal total berkat perlindungan Allah
SWT. Nabi keluar rumah dengan meninggalkan Ali bin Abi Thalib yang beliau suruh
mengisi tempat tidur beliau. Pada saat itu, para pengepung tertidur dengan
nyenyak. Begitu terbangun, mereka menemukan sasaran yang diincar tak lagi
berada di tempat. Pengejaran yang dilakukan kaum kafir Makkah sia-sia. Dengan
mengambil rute jalan yang tidak biasa, diseling persembunyian di sebuah gua,
Nabi sampai desa Quba yang terletak sebelah barat Laut Yasrib, kota yang di
belakang hari berganti nama m enjadi “Madinatur Rasul”, “kota Nabi”, atau
“Madinah” saja.[9]
Di desa itu Nabi beristarahat selama empat
hari. Dalam tempo pendek itulah Nabi membangun masjid yang di sebut Masjid
Quba.
2. Tiga
Masjid Suci.
Perkembangan masjid Quba memang kalah pesat
dibandingkan dengan masjidil Haram dan Masjid Nabawi, terutama setelah wafatnya
nabi Muhammad SAW. Wajar karena kedua masjid di Makkah dan di Madinah, fungsi
apa-apa.[10]
Yang menjadikan ia sebagai sarana “kemakmuran” adalah kita semua. Mulai dari
para ustadz, mubaligh, remaja, mahasiswa, dan rakyat umum; yang memberi dan
menerima ilmu dan segala macam kearifan perikehidupan yang sangat diperlukan
untuk pegangan hidup di alam dunia ini.
Masjid dapat merupakan tempat kita pulang,
tempat kita berangkat, tempat kita bertanya. Kalau seseorang mempunyai
pertanyaan, baik itu menyangkut segala aspek kehidupan duniawi maupun persoalan
yang berdimensi ukhrawi, jangan bingung k e mana dia mencari jawaban atas
pertanyaannya. Datanglah ke masjid ! di antara pengasuh masjid, niscaya ada
yang lebih mengetahui rahasia soal-soal keduniaan.
2.2. Pengertian Kebudayaan.
Dalam kebudayaan sehari hari amatlah mudah kita mengucapkan kata
kebudayaan tatapi kalaw di tujukan Tanya kepada kita apakah itu kebudayaan?
Barulah di sadari bahwa menyusun pengertiannya tidak semudah memakainya.
Menghadapi demikian banyak devinisi kebnudayaa, pengertiannya tidak bertambah
terang melainkan sebaliknya. Demikian pula kata kebudayaan,sering sekali ahli
mencoba merumuskan devinisi baru, seperti HAMKA dalam hal ini secara tepat
mengatakan devinisi yang sedah ada tidak cukup baru sedah lengkap apabila di
tambah devinisi sendiri.[11] Tetapi dalam perbadaan
itu ada persamaan. Persamaannya terletak dalam pengakuan bahwa kebudayaan itu
berhubungan dengan manusia. Manusia yang mempunyai jiwa, mempunyai pula kebudayaan, hewan yang
tidak mempunyai jiwa, tidak pula mempunyai kebudayaan.yang membedakan manusia
dari hewan secara habstraknya adalah jiwa, secara konkritnya adalah kebudayaan.
Jadi jiwalah yang merupakan sumber dari ciptaan kebudayaan.perbadaan manusia
dan hewan akan lebih lengkap kalau di lihat pula dari segi ilmu
social dan antropologi. Di dalam Kamus Bahasa
Indonesia, disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah pikiran, akal budi, adat
istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal
budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.
Firman Allah swt yang berbunyi dalam Al-qur’an Surat Ar-rum : 30 ;[12]
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu
yang lurus kepada agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Fitrah
Allah maksudnya: ciptaan Allah. Manusia dficiptakan Allah mempunyai naluri
beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal
itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh
lingkungan.
Maka
dapat disimpulkan bahwa dari naluri akan timbul berbagai kebudayaan yang
dikelolah oleh akal manusia, lalu timbullah ekspresi pada setiap diri manusia.
Jadi, secara umum kebudayaan
ialah suatu hasil daya pemikiran dan pemerahan tenaga lahir manusia, ia adalah
gabungan antara tenaga fikiran dengan tenaga lahir manusia ataupun hasil
daripada gabungan tenaga batin dan tenaga lahir manusia. Yang dimaksudkan
gabungan antara tenaga batin (daya pemikiran) dengan tenaga lahir ialah suatu
pemikiran manusia yang dilaksanakan dalam bentuk perbuatan. Maka hasil daripada
gabungan inilah yang dikatakan kebudayaan. Fikiran
dan perasaan yangmerupakan inti devinisi membentuk kesadaran. Jalinan fikiran
dan perasaan melahirkan kemauan. Kemauan adalah awal perbuatan. Laku perbuatan
di jalankan oleh jasmani manusia.[13]
Jadi, secara umum kebudayaan dapat
dipahami sebagai hasil olah akal, berupa:[14] A. Cipta: kerinduan manusia untuk mengetahui
rahasia hal yang ada dalam pengalamannya secara lahir dan batin. Hasil cipta
berupa berbagai ilmu pengetahuan. B.
Karsa: kerinduan manusia untuk menyadari
tentang asal-usul manusia sebelum lahir dan ke mana manusia sesudah mati.
Hasilnya berupa norma-norma dan kepercayaan. Kemudian timbul bermacam-macam
agama karena kesimpulan manusia juga bemacam-macam. C.
Rasa: kerinduan manusia akan keindahan
sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmatinya. Manusia pada dasarnya selalu
merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan. Untuk memudahkan
pembahasan, Ernst Cassirer membagi kebudayaan
menjadi lima aspek : 1. Kehidupan Spritual, 2. Bahasa dan Kesusastraan,
3. Kesenian, 4. Sejarah dan 5. Ilmu Pengetahuan.[15] Demikianlah kebudayaan meliputi seluruh kehidupan manusia. pembagian
kebudayaan adalah untuk
sekedar mendapatkan ihtisar kegiatan-kegiatan dalam kehidupan. sistem
pembagian adalah klasifikasi atau penggolongan kehidupan dalam bidang-bidang
tertentu untuk mudah dapat mudah memahaminya.
2.3. Kebudayaan dalam Islam.
Islam tidak bisa dianggap kebudayaan karena
Islam bukan hasil dari pemikiran dan ciptaan manusia. Agama Islam adalah
sesuatu yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang mengandung
peraturan-peraturan untuk jadi panduan hidup manusia agar selamat di dunia dan
akhirat. Tetapi agama-agama (yang telah banyak mengalami perubahan) selain
Islam memang kebudayaan, sebab agama-agama tersebut adalah hasil ciptaan dan
daya pemikiran manusia.
Walaupun bukan kebudayaan tetapi agama islam
sangat mendorong, bahkan turut mengatur penganutnya untuk berkebudayaan. Agama
Islam mendorong umatnya berkebudayaan dalam semua aspek kehidupan termasuk
dalam bidang ibadah.
Contohnya dalam ibadah sembahyang, dalam
Al-Qur'an ada perintah :[16]
Terjemahnya : Dirikanlah sembahyang (Al-Baqarah: 43)
Perintah itu bukan kebudayaan karena ia adalah
wahyu daripada Allah SWT. Tetapi apabila kita hendak melaksanakan perintah
"dirikanlah sembahyang" maka timbullah daya pemikiran kita, bagaimana
hendak bersembahyang, dimana tempat untuk melaksanakannya dan lain-lain. Dan
dari pemikiran tersebut terwujudlah usaha atau tindakan yang akhirnya
menghasilkan sebuah kebudayaan.
Seperti keterangan sebelumnya yang mengatakan
bahwa kebudayaan bisa melahirkan kemajuan, maka jika kita bisa melaksanakan
arahan/perintah lain dalam agama Islam ini, niscaya lahirlah kebudayaan dan
kemajuan dalam kehidupan kita. Kemajuan yang dicetuskan karena dorongan agama
Islam itulah yang dikatakan kebudayaan dalam Islam.
Dan suatu budaya yang
dicetuskan suatu bangsa tanpa meniru bangsa lain itulah yang dinamakan
kebuadayaan bangsa itu. Berbeda, jika suatu bangsa meniru kebudayaan bangsa
lain, maka bangsa tersebut dikatakan bangsa yang yang berkebudayaan bangsa
lain. Sama halnya jika orang Islam melakukan atau meniru kebudayaan di luar
kebudayaan Islam, maka dia dikatakan orang Islam yang berkebudayaan bangsa
lain.
Perbuatan seperti ini terjadi juga dalam
urusan membuat masjid. Contohnya dapat dilihat pada mesjid Cordova Spanyol yang
tempat sembahyangnya dibuat dengan tidak mengikut cara Islam karena disalut
dengan emas.[17]
Ini tidak dibenarkan sama sekali oleh ajaran Islam. Maka ini bukan kebudayaan
Islam tetapi kebudayaan orang Islam.
Jadi apa sebenarnya kebudayaan Islam? Umumnya
suatu yang dicetuskan itu bersih dengan ajaran Islam baik dalam bentuk
pemikiran ataupun sudah berupa bentuk, sikap atau perbuatan, dan ia didorong
oleh perintah wahyu. Itulah yang benar-benar dinamakan kebudayaan (tamadun)
Islam. Jika ajaran agama
Islam ini diamalkan seungguh-sungguh, umat Islam akan jadi maju. Dan dengan
kemajuan yang dihasilkan itu, lahirlah kebudayaan atau tamadun. Semakin banyak
umat Islam mengamalkan hukum Islam, semakin banyak kemajuan dihasilkan dan
semakin banyak pula kebudayaan atau tamadun Islam yang lahir.
2.4. Wujud atau Bentuk Kebudayaan Islam.
Bentuk atau wujud kebudayaan Islam dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu:[18]
1.
Wujud Ideal (gagasan).
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan yang sifatnya
abstrak. Wujud kebudayaan ini terletak di dalam pemikiran warga masyarakat.
Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan,
maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Kebudayaan Islam yang berwujud ideal diantaranya :
a) Pemikiran di bidang hukum Islam
muncul ilmu fiqih.
b) Pemikiran di bidang agama muncul
ilmu Tasawuf dan ilmu tafsir.
c) Pemikiran di bidang sosial politik
muncul sistem khilafah Islam (pemerintahan Islam) yang diprakarsai oleh Nabi
Muhammad dan diteruskan oleh Khulafaurrosyidin.
d) Pemikiran di bidang ekonomi muncul
peraturan zakat, pajak jizyah (pajak untuk non Muslim), pajak Kharaj
(pajak bumi), peraturan ghanimah (harta rampasan perang).
e) Pemikiran di bidang ilmu pengetahuan
muncul ilmu sejarah, filsafat, kedokteran, ilmu bahasa dan lain-lain.
2.
Wujud Aktivitas.
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dapat diamati dan
didokumentasikan.
kebudayaan Islam yang berwujud aktivitas adalah sebagai
berikut :
a)
Pemberlakuan hukum Islam seperti
potong tangan bagi pencuri dan hukum rajam bagi pezina.
b)
Penggunaan bahasa Arab sebagai
bahasa resmi pemerintahan Islam pada masa Dinasti Umayyah (masa khalifah Abdul
Malik bin Marwan) memunculkan gerakan ilmu pengetahuan dan penterjemahan
ilmu-ilmu yang berbahasa Persia dan Yunani ke dalam bahasa Arab.
Gerakan ilmu pengetahuan mencapai puncaknya pada masa
Dinasti Abbasiyah, di mana kota Baghdad dan Iskandariyah menjadi pusat ilmu
pengetahuan ketika itu.
3.
Wujud Artefak (benda).
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan.
Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan. Contoh kebudayaan
Islam yang berbentuk hasil karya di antaranya: seni ukiran kaligrafi yang
terdapat di masjid-masjid, arsitektur-arsitektur masjid dan lain sebagainya.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain.
Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada
tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Contoh Kebudayaan Islam lainnya adalah sebagai berikut :
1.
Di bidang Seni : Syair, Kaligafi,
Hikayat, Suluk, Babad, Tari Saman, tari Zapin,
2.
Di bidang Fisik : Masjid, Istana,
Keraton,
3.
Di Bidang Pertunjukan : Sekaten,
Wayang, Hadrah, Qasidah,
4.
Di bidang Tradisi : Aqiqah,
Khitanan, Halal Bihalal, Sadranan, Berzanzi.
2.5. Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam.
Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki
corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya
Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua
atau lebih kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling
mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam
Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak
berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari
proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga
menyangkut perilaku masyarakat Indonesia. Salah satu hasil akulturasi kebudayaan tersebut dapat kita
lihat pada beberapa bangunan masjid yang ada di Indonesia yang atapnya bersusun
semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas.
Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Hal itu menunjukkan bahwa bangunan masjid
tersebut adalah hasil dari penggabungan kebudayaan Indonesia dan kebudayaan
Islam.
2.6.
Masjid
sebagai Pusat Kebudayaan Islam.
Masjid pada umumnya dipahami oleh masyarakat sebagai tempat
ibadah khusus, seperti shalat, padahal fungsi masjid lebih luas dari itu. Pada
zaman Rasulullah, masjid berfungsi sebagai pusat peradaban. Nabi mensucikan
jiwa kaum muslimin, mengajar Al-qur’an dan Al-hikmah, bermusyawarah berbagai
permasalahan umat hingga masalah upaya-upaya peningkatan kesejahteraan umat.
Dan hal tersebut berjalan hingga 700 tahun. Sejak Nabi mendirikan masjid yang
pertama, fungsi masjid dijadikan simbol persatuan umat dan masjid sebagai pusat
peribadatan dan peradaban. Sekolah-sekolah
dan universitas-universitas kemudian bermunculan justru dari masjid. Masjid Al
Azhar di Mesir merupakan salah satu contoh yang dapat dikenal oleh umat Islam
di Indonesia maupun dunia. Masjid ini mampu memberikan bea siswa bagi para
pelajar dan mahasiswa, bahkan pengentasan kemiskinan merupakan program nyata
masjid.
Dikatakan kebudayaan tentu hal itu mempunyai seni, ekspresi
seni dimunculkan dalam masjid, khususnya dalam seni arsitektur sebenarnya tidak
terlepas dari ekspresi manusia itu sendiri yang merupakan makhluk dengan fitrah
seni – cinta pada keindahan.
Seni adalah semua yang menimbulkan keharuan keindahan.
Bahkan Shihab mengatakan seni merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang
mengandung dan mengungkapkan keindahan.[19]
Dalam kajian filsafat, hubungan
antara yang indah dan yang baik bermakna hubungan seni dan etik. Oleh karna
itu, pada prinsipnya citarasa seni yang dimiliki manusia adalah penjiwaan
terhadap keindahan suatu obyek, dan semua obyek yang indah tersebut diciptakan
Allah swt untuk manusia. Firman Allah swt :
Artinya : Sesungguhnya kami
menjadikan apa yang ada di bumi untuk menjadi perhiasan baginya, karna kami
hendak menguji siapakah diantara kalian yang paling baik pekerjaannya.(Q.S.
Al-kahfi : 7)[20]
Namun tidak hanya itu, kemegahan masjid tidak
menjamin bahwa masjid itu memiliki kehidupan yang makmur dengan ramainya
kegiatan jemaah.
Pada saat ini kita akan sangat sulit menemukan masjid yang
memiliki program nyata di bidang pencerdasan keberagamaan umat. Kita (mungkin)
tidak menemukan masjid yang memiliki kurikulum terprogram dalam pembinaan
keberagamaan umat. Terlebih-lebih lagi masjid yang menyediakan bea siswa dari
upaya pengentasan kemiskinan.
Dalam
perkembangan berikutnya muncul kelompok-kelompok yang sadar untuk mengembalikan
fungsi masjid sebagaimana mestinya. Kini mulai tumbuh kesadaran umat akan
pentingnya peranan masjid untuk mencerdaskan mensejahterakan jamaahnya. Menurut
ajaran Islam masjid memiliki dua fungsi utama, yaitu : (1) sebagai pusat ibadah
ritual, dan (2) berfungsi sebagai pusat ibadah sosial. Dari kedua fungsi gtersebut titik
sentralnya bahwa fungsi masjid sebagai pusat pembinaan umat Islam.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan.
Kebudayaan tidak diperoleh manusia sebagai
warisan atau generatif (biologis), namun hanya mungkin diperoleh dengan belajar
dari masyarakat. Tanpa masyarakat manusia akan mengalami kesulitan dalam
membentuk budaya. Sebaliknya, tanpa budaya manusia tidak dapat mempertahankan
kehidupannya. Justru dengan adanya kebudayaan dapat digunakan untuk membedakan
manusia dengan hewan.
Hasil perkembangan kebudayaan dilandasi oleh
nilai-nilai ketuhanan yang disebut dengan kebudayaan Islam, di mana fungsi
agama akan berperan semakin jelas. Kebudayaan tersebut berkembang menjadi
sebuah peradaban islam sampai sekarang.
3.2. Saran.
Penulis menyarankan agar kita tidak
mengahabiskan waktu yang tidak berguna, dimana waktu kita gunakan yang ada
untuk belajar di Masjid untuk menambah Ilmu Pengetahuan ajaran agama Islam dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan demikian adanya masjid
penulis menyarankan agar kita senantiasa sadar akan pentingnya menegakkan
Syariat Islam dalam kehidupan keseharian supaya tercipta kehidupan bahagia dan
sejahtera dan di Ridhai Allah SWT.
[1]
Ahmad Yani, 2009, Panduan
Memakmurkan Masjid, Jakarta : Al qalam. Hlm : 44
[2]
H. Ahmad Sutarmadi, 2010, Manajemen
Masjid Kontemporer, Jakarta : Balai Penerbitan Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hlm : 28
[3]Abdul Baqir Zein, 1999,
Masjid-masjid Bersejarah Di Indonesia, Jakarta : Gema Insani Press. Hlm : 5
[4] Sidi Gazalba, 1989, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Jakarta : pustaka al-husna. Hlm : 118
[5]
Drs. Moh. E. Ayub, 1996,
Manajemen Masjid, Jakarta : Gema Insani Press. Hlm : 1
[6]
Ibid
[7] Syahruddin, Hanafie, Abdullah abud
s., 1986,
Mimbar Masjid, Jakarta : cv Haji Masagung, Hlm : 339
[10] Ibid, Hlm : 61
[12]
Departemen Agama RI, Al-qur’an
dan Tarjamah, Jakarta
[14]
Sofyan Syafrib Harahap, 1995, Manajemen Masjid, Jakarta : Dana Bakti
Prima Jaya, Hlm : 24
[15]
Hasbullah, 2001, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Hlm : 54
[16]Departemen Agama RI, Al-qur’an dan
Tarjamah, Jakarta
[17] Abdul Baqir Zein, Op. Cit. Hlm : 10
[19]
A. Bachrun Rifa’I, 2005,
Manajemen Masjid, Bandung : Benang Merah Press, Hlm : 69
[20]Departemen Agama RI, Al-qur’an dan
Tarjamah, Jakarta
tiada gading yang tak retak tiada manusia yg tak punya salah. sekiranya ada kesalahan dalam penulisan saya minta maaf. semoga bermanfaat.
tiada gading yang tak retak tiada manusia yg tak punya salah. sekiranya ada kesalahan dalam penulisan saya minta maaf. semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar