Rabu, 28 Januari 2015

MAKALAH STRATEGI DAKWAH SUNAN BONANG

STRATEGI DAKWAH SUNAN BONANG- Di tengah malam ini saya tak bisa tidur dan tidak ada kegiatan. Sehingga saya teringat untuk berbagi sebuah pembahasan kepada teman-teman sekalian. Di era globalisasi ini banyak strategi yang digunakan oleh para dai untuk berdakwah dan teak sedikit yang mengambil contoh dari dai-dai yang telah terdahulu seperti yang dibahas di bawah ini. selamat membaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berpenduduk sangat majemuk dan dengan latar belakang historis yang berbeda-beda pula. Kekayaannya yang berwujud budaya serta lapisan-lapisan sejarah memungkinkan untuk menjadi sumber penulisan sejarah, termasuk peranan tokoh lokal yang memiliki pengaruh cukup besar dalam masyarakat luas. Banyaknya hasil penelitian sejarah lokal dapat mengembangkan perwujudan konsep kedirian Bangsa Indonesia secara umum. Oleh karena itu enulis tertarik untuk menuliskan tokoh sunan bonang dalam mengembangkan agama islam.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Siapa sunan bonang itu?
1.2.2        Bagaimana strateginya dalam berdakwah?
1.2.3        Apa saja media dakwah yang digunakan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen Pipir Romadi S.Kom.I dan untuk mengetahui tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan media dakwah.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Sunan Bonang
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim. Dilahirkan pada bulan muharram tahun 1456. Putera Sunan Ampel ( Raden Rahmat) dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila. Sunan boning memiliki dua saudara (adik), yaitu nyai Gede Maleka dan Syarifuddin (Sunan Drajat).[1]
Ada yang mengatakan Dewi Condrowati itu adalah puteri Prabu Kertabumi. Dengan demikian Raden Makdum adalah seorang Pangeran Majapahit karena ibunya adalah puteri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit.
Sebagai seorang wali yang disegani dan dianggap Mufti atau pemimpin agama setanah jawa, tentu saja Sunan Ampel mempunyai ilmu yang sangat tinggi.[2] Sejak kecil Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin.
Sudah bukan rahasia bahwa latihan atau riadha para wali itu lebih berat daripada orang awam. Raden Makdum Ibrahim adalah calon wali yang besar, maka Sunan Ampel sejak dini juga mempersiapkan sebaik mungkin.
Disebutkan dari berbagai literatur bahwa Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam ke tanah seberang yaitu negeri Pasai. Keduanya menambah pengetahuan kepada Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar yang banyak menetap di Negeri Pasai. Seperti ulama tasawuf yang berasal dari bagdad, Mesin, Arab dan Parsi atau Iran.
Sesudah belajar di negeri Pasai Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang ke jawa. Raden paku kembali ke Gresik, mendirikan pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri.
Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di daerah Lasem, Rembang, Tuban dan daerah Sempadan Surabaya.
2.2 Metode Yang Digunakan Dalam Berdakwah
Dalam berdakwah Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka,[3] yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah suara yang merdu di telinga penduduk setempat.
Lebih-lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga apabila beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi pendengarnya.
Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarnya. Dan tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang-tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran agama Islam kepada mereka.
Tembang-tembang yang  diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam.[4] Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan.
Murid-murid Raden Makdum Ibrahim ini sangat banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara, Surabaya maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang.
2.3 Karya Sastra Sunan Bonang
Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk.[5] Hingga sekarang karya sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya sastra yang sangat hebat, penuh keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
Suluk berasal dari bahasa Arab “Salakattariiqa” artinya menempuh jalan (tasawuf) atau tarikat. Ilmunya sering disebut Ilmu Suluk. Ajaran yang biasanya disampaikan dengan sekar atau tembang disebut Suluk, sedangkan bila diungkapkan secara biasa dalam bentuk prosa disebut wirid.
Karya Sunan Bonang, puisi dan prosa, cukup banyak. Di antaranya ialah Suluk Wujil,[6] Suluk Khalifah, Suluk Regok, Suluk Bentur, Suluk Wasiyat, Suluk Ing Aewuh, Suluk Pipiringan, Suluk Jebeng dan lain-lain.
Melalui karya-karyanya itu kita dapat memetik beberapa ajarannya yang penting dan relevan. Seluruh ajaran Tasawuf Sunan Bonang, sebagai ajaran Sufi yang lain, berkenaan dengan metode intuitif atau jalan cinta pemahaman terhadap ajaran Tauhid; arti mengenal diri yang berkenaan dengan ikhtiar pengendalian diri, jadi bertalian dengan masalah kecerdasan emosi; masalah kemauan murni dan lain-lain.
Cinta menurut pandangan Sunan Bonang ialah kecenderungan yang kuat kepada Yang Satu, yaitu Yang Maha indah. Dalam pengertian ini seseorang yang mencintai tidak memberi tempat pada yang selain Dia. Ini terkandung dalam kalimah syahadah La ilaha illa Llah. Laba dari cinta seperti itu ialah pengenalan yang mendalam (makrifat) tentang Yang Satu dan perasaan haqqul yaqin (pasti) tentang kebenaran dan keberadaan-nya. Apabila sudah demikian, maka kita dengan segala gerak-gerik hati dan perbuatan kita, akan senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh-Nya. Kita menjadi ingat (eling) dan waspada.
Cinta merupakan, baik keadaan rohani maupun peringkat rohani. Sebagai keadaan rohani ia diperoleh tanpa upaya, karena Yang Satu sendiri yang menariknya ke hadirat-Nya dengan memberikan antusiasme ketuhanan ke dalam hati si penerima keadaan rohani itu. Sedangkan sebagai maqam atau peringkat rohani, cinta dicapai melalui ikhtiar terus-menerus, antara lain dengan memperbanyak ibadah dan melakukan mujahadah, yaitu perjuangan batin melawan kecenderungan buruk dalam diri disebabkan ulah hawa nafsu. Ibadah yang sungguh-sungguh dan latihan kerohanian dapat membawa seseorang mengenal kehadiran rahasia Yang Satu dalam setiap aspek kehidupan. Kemauan murni, yaitu kemauan yang tidak dicemari sikap egosentris atau mengutamakan kepentingan hawa nafsu, timbul dari tindakan ibadah. Kita harus menjadikan diri kita masjid yaitu, tempat bersujud dan menghadap kiblat-Nya, dan segala perbuatan kita pun harus dilakukan sebagai ibadah. Kemauan mempengaruhi amal perbuatan dan perilaku kita. Kemauan baik datang dari ingatan (zikir) dan pikiran (pikir) yang baik dan jernih tentang-Nya.
Dalam Suluk Wujil, yang memuat ajaran Sunan Bonang kepada Wujil pelawak cebol terpelajar dari Majapahit yang berkat asuhan Sunan Bonang memeluk agama Islam sang — wali bertutur:
Jangan terlalu jauh mencari keindahan
Keindahan ada dalam diri
Malah jagat raya terbentang dalam diri
Jadikan dirimu Cinta
Supaya dapat kau melihat dunia (dengan jernih)
Pusatkan pikiran, heningkan cipta
Siang malam, waspadalah!
Segala yang terjadi di sekitarmu
Adalah akibat perbuatanmu juga
Kerusakan dunia ini timbul, Wujil!
Karena perbuatanmu
Kau harus mengenal yang tidak dapat binasa
Melalui pengetahuan tentang Yang Sempurna
Yang langgeng tidak lapuk
Pengetahuan ini akan membawamu menuju keluasan
Sehingga pada akhirnya mencapai TuhanSebab itu, Wujil! Kenali dirimu
Hawa nafsumu akan terlena
Apabila kau menyangkalnya
Mereka yang mengenal diri
Nafsunya terkendali
Kelemahan dirinya akan tampak
Dan dapat memperbaikinya[7]
Dengan menyatakan `jagat terbentang dalam diri` Sunan Bonang ingin menyatakan betapa pentingnya manusia memperhatikan potensi kerohaniannya. Adalah yang spiritual yang menentukan yang material, bukan sebaliknya. Tetapi karena pikiran manusia kacau, ia menyangka yang material semata-mata yang menentukan hidupnya. Karena potensi kerohaiannya inilah manusia diangkat menjadi khalifah Tuhan di bumi.
Diantara tembang yang terkenal ialah :
“Tamba ati iku sak warnane,
Maca Qur’an angen-angen sak maknane,
Kaping pindho shalat sunah lakonona,
Kaping telu wong kang saleh kancanana,
Kaping papat kudu wetheng ingkang luwe,
Kaping lima dzikir wengi ingkang suwe,
Sopo wongé bisa ngelakoni, Insya Allah Gusti Allah nyemba dani.
Artinya :
Obat sakit jiwa ( hati ) itu ada lima jenisnya.
Pertama membaca Al-Qur’an dengan artinya,
Kedua mengerjakan shalat malam ( sunnah Tahajjud ),
Ketiga sering bersahabat dengan orang saleh ( berilmu ),Keempat harus
sering berprihatin ( berpuasa ),
Kelima sering berdzikir mengingat Allah di waktu malam,
Siapa saja mampu mengerjakannya, Insya Allah Tuhan Allah mengabulkan.





BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya adalah Syekh Maulana Makdum Ibrahim. Dilahirkan pada bulan muharram tahun 1456. Putera Sunan Ampel ( Raden Rahmat) dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila.
Dalam berdakwah Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah suara yang merdu di telinga penduduk setempat.
3.2 Saran
Pemakalah menyarankan kepada pembaca agar tidak menjadikan makalah ini satu-satunya rujukan yang dijadikan sebagai sarana informasi ilmu yang berkaitan dengan sunan bonang itu sendiri. Karena pada makalah ini tentunya masih banyak hal-hal yang belum sempurna.





[1] Syahrin Harahap dan Hasan Bakti Nasution, Ensikloedia Islam, Jakarta : Kencana, 2003, hlm. 545.
[2] Attman Arroisi, Sunan Ampel; Pengawal Ketuhanan Yang Maha Tunggal, Bandung : PT Remajs Rosdakarya, 1993, hlm. 89.

[3] Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei, Metode Pengembangan Dakwah , Bandung : Cv Pustaka Setia, 2002, hlm. 169.
[4]Asep Muhyidin dan Agus Ahmad Safei, op cit, hlm. 170.
[5] Wahyu Ilaihi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, Jakarta : Kencana, 2007, hlm. 45.
[6]Dr. Purwadi, M. Hum, Dakwah Sunan Kalijaga, yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 18.
[7] Dr. Puwadi, M.Hum, op cit, hlm. 19-20.

hanya itu yang dapat saya begikan untuk sahabat sekalian semoga bermanfaat dalam kehidupan anda sekalian untuk berdakwah.

3 komentar: