Laman

Senin, 15 Desember 2014

study al hadits



BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Perkembangan Islam, sedari awal hingga hari ini tak lepas dari peranan Hadis. Secara bahasa kata hadis berarti baru , disamping berarti baru juga diartikan dekat(sesuatu yang dekat).[1] Dalam pemahaman umum, Hadis adalah ajaran Nabi Muhammad SAW, yang meliputi tindakan, perkataan, maupun persetujuannya atas sesuatu. Keseluruhan tindakan dan ucapan Nabi SAW itu kemudian dijadikan panutan dan patokan bagi para pengikut Muhammad SAW dalam menjalankan perintah-perintah agama.
Termasuk didalamnya tentang keimanan,Dalam makalah kali ini kami menyampaikan tema ‘KEIMANAN´. Yaitu suatu kata dasar yang wajib dimiliki dan dipahami oleh setiap manusia yang beragama. Khususnya dalam hal ini adalah kita sebagai umat Islam. Setiap mukminwajib memiliki, memahami dan menjaga kualitas keimanannya. Hal inilah yangdijadikan tolok ukur kualitas keagamaan seseorang.Dalam makalah ini kami berusaha menyajikan permasalah mengenai Iman,Islam, Ihsan dan juga sedikit menyinggung mengenai budaya malu yang saat ini lambat laun mulai hilang dalam perilaku masyarakat kita. Yang ternyata dalam Islam sendiri malu dimasukkan ke dalam bagian dari keimanan.
I.2 Tujuan
   Tujuan yang paling utama bagi penulis membuat makalah ini atau pembahasan ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu. Sekaligus untuk menambah ilmu serta berbagi ilmu dengan para pembaca.
I.3 Rumusan Masalah
a. Definisi Iman, Islam,Ihsan ,Islam serta hari kiamat ?
b. Hubungan antara Iman,Ihsan,Islam serta hari kiamat?
c.  Hal yang menyebabkan berkurangnya Iman ?
d. Sifat-sifat Malu ?
I.4 Batasan Masalah
   Dalam pembahasan materi ii kami membatasi pembahasan hanya pada ruang lingkup apa pengertian Iman,Ihsan,Islam,Hari kiamat, serta hubungannya. Hialngnya iman karen maksiat, serta seputar rasa malu sebagian dari iman.

BAB II
 PEMBAHASAN

II.1 HUBUNGAN IMAN, ISLAM, IHSAN DAN HARI KIAMAT
Di antara kami duduk seseorang yang datang kepada kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, rambutnya yang sangat hitam. Tidak ada yang melihat dia datang, dan tidak ada diantara kami yang mengenalnya, sehingga dia telah duduk kepada rasulullah SAW, maka dia menyandarkan  lututnya kepada lutut nabi SAW, dan dia meletakkan tangannya diatasa paha nabi SAW, dan dia berkata,’wahai muhammad ceritakan olehmu kepadaku tentang islam! Maka berkata rasulullah SAW,’ islam bahwa engkau bersaksi bahwa tiada tuhan selain allah dan bahwa muhammad itu utusan allah, dan kamu dirikan shalat, dan kamu tunaikan zakat, dan kamu pusa pada bulan ramadhan, dan kamu haji kebait jika kamu sanggup berjalan menunaikannya’ berkata ia laki-laki,’engkau benar’, heran kami kepadanya dia yang bertanya dia yang menjawab. Berkata dia laki-laki,’ceritakan olehmu kepada ku tentang iman! Berkata nabi SAW,’bahwa percaya kamu dengan allah dan malaikat-malaikatnya allah dan kitab-kitabnya allah dan rasul-rasulnya allah dan kamu beriman dengan qadar baik dan qadar buruk ’berkata dia lak-laki’ kamu benar’,. Berkata ia laki-laki ceritakan olehmu kepadaku tentang ihsan! Berkata nabi SAW ‘bahwa engkau menyembah allah seakan-akan engkau melihatnya maka jika engkau tidak melihat allah maka sesungguhnya allah melihat engkau’. Berkata ia laki-laki ceritakan olehmu kepadaku tentang hari kiamat! Berkata nabi SAW ‘orang yang ditanya tidak lebih mengetahui dari pada yang bertanya’. Berkata ia laki-laki ceritakan olehmu kepadaku tentang tanda-tandanya! Berkata nabi SAW ‘telah melahirkan oleh hamba sahaya akan penghulunya, dan kamu lihat orang yang bersandal sebelah telanjang miskin yang berbondong-bondong dalam membangun’. Kemudian berlalu ia laki-laki sejenak. Kemudian berkata nabi SAW ‘ hai umar apakah kamu tahu tentang masalah ini? Berkata aku ‘hanya allah dan rasulnya yang mengetahuinya, berkata nabi SAW ‘ maka sesungguhnya itu jibril, dia telah datang kepada kamu mengajarkan kamu tentang agama kamu[2].
Dalam hadits di atas ada empat pokok yang saling berkaitan satu sama lain. Yaitu iman, islam, ihsan, dan hari kiamat. Seseorang tidaklah cukup menganut islam saja tanpa mengiringinya dengan iman. Begitu juga sebaliknya iman tanpa islam tidaklah berarti. Akan tetapi iman dan islam tidaklah cukup kearena harus dibarengi dengan ihsan supaya segala amal ibadahnya mendapat nilai atau berpahala di sisi allah SWT[3]. Dengan demikian, ia akan mendapatkan hasilnya, yaitu mendapat pahala dari ibadahnya, baik di dunia, dan terutama di hari kiamat kelak, yang tidak ada seorang pun yang mengetahuinya kapan terjadinya kecuali allah SWT.Di bawah ini akan dibahas lebih rinci tentang iman, islam, ihsan dan hari kiamat.
1. Iman
Dalam hadits di atas diterangkan bahwa iman adalah percaya kepada allah SWT, malaikatnya allah, kitab-kitabnya allah, rasulnya allah, hal itu semua sesuai dengan firman allahSWT.
Artinya:
“ rasul itu mempercayai apa yang diturunkan kepadanya dari tuhannya. Begitu pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada allah, malaikatnya, kitab-kitabnya, dan rasul-rasulnya. Dan mereka berkata,”kami mendengar dan kami taat,(kami mengharap) ampunan-mu.dan kepada engkau-lah kami menyembah.(Q.S. Al-baqrah: 285)
Menurut salah satu tokoh yakni Dr. Yusuf al-Qardhawi iman adalah pengakuan dengan hati dan pengucapan dengan lisan serta pengalaman melalui rukun-rukunNya.[4]Secara singkat dapat dijelaskan bahwa iman artinya kepercayaan, yang intinya percaya dan mengakui bahwa allah itu ada dan esa, tiada tuhan selain allah dan muhammad adalah utusan-nya.
Dalam hadits lain, seperti yang diriwayatkan oleh kahnas dan sulaiman at-Tamimi, disebutkan pula beriman kepada qadha dan qadar, baik yang buruk maupun yang baik. Dengan demikian , jumlah rukun iman, menurut sebagian besar ulama, adalah enam. Keimanan dipandang secara sempurna, apabila ada pengakuan dengan lidah, pembenaran dengan hati secara yakin dan tidak bercampur keraguan, dan dilaksanakan dalam perbuatan sehari-hari.[5]
2. Islam
Islam adalah agama yang dibawa oleh para utusan allah dan disempurnakan pada masa rasulullah SAW. Yang memiliki sumber pokok al-quran dan sunnah rasulullah SAW. Sebagai petunjuk bagi umat manusia sepanjang mas.(Q.S. 48: 28, dan 5.3).Islam dibangun atas  lima asas sebagai mana sabda rasulullah SAW:
Artinya:
“dari ibnu umar r.a ia berkata, rasulullah SAW bersabda,”islam didirikan atas lima perkara, yakni bersaksi tiada tuhan selain allah dan bahwa nabi muhammad utusan allah, dan mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan haji ke baitullah, dan puasa pada bulan ramadhan.
Islam adalah kepatuhan menjalankan perintah allah dengan segala keikhlasan dan kesungguhan hati.hal itusesuai dengan arti kata islam, yakni penyerahan. Seseorang muslim harus menyerahkan dirinya kepada allah secara total karna memang manusia diciptakan untuk mengabdi kepada-nay[6].Islam adalah agama yang benar dan hanya islamlah agama yang diterima di sisi allah sebagai mana firman allah:
Artinya:
Sesungguhnya agama yang benar di sisi allah adalah agama islam. (Q.S. Ali-imran: 19)
Meskipun telah jelas bahwa islam agama yang benar, tetap saja banyak manusia yang tidak mau mengikutinya. Hal itu antara lain karna allah tidak memberikan petunjuk kepadanya sehingga hatinya menjadi gelap. Di samping itu karna mereka tidak mau berusaha untuk mengimani-nya dan memeluk islam hingga allah SWT memberikan siksa-nya.
Islam menentukan dan mengatur cara mengabdi kepada allah SWT. Menurut cara yang diridhai-nya. Ibadah dalam islam antara lain bertujuan untuk merekatkan dan mendekatkan hubungan antara makhluk dengan khalik, supaya manusia senetiasa mendapatkan karunia dan ridha-nya. Dalam hubungan dengan manusia, islam pun mengatur sikap hidup dan tingkah laku yang baik, dalam lingkungan lebih kecil maupun dalam lingkungan masyarakat lebih luas. Dalam islam telah diatur pula hubungan dengan anggota masyarakat yang berbeda agama, bahkan yang tidak beragama sekalipun. Senuanya bertujuan agar terciptanya hubunga yang baik dan harmonis antar sesama manusia.
Islam pun mengatur hubungan manusia dengan alam dan hewan. Manusia haruslah memperlakukan hewan secara wajar. Begitu juga dalam mengeksplotasi alam ia harus mengaturnya sedemikian rupa sehingga tidak merusak lingkungan dan tercipta lingkungan yang asri dan memberikan kebahagiaan serta kesejahteraan bagi manusia. Secara singkat, dapat dijelaskan bahwa islam mengatur segala aspek kehidupan, baik yang berkenan dengan kepercayaan, ibadah, moral, sosial, ekonomi, kebudayaan, pemerintahan, hubungan internasionalserta pandangan dan sikap hidup terhadap alam semesta.
3. Ihsan
Ihsan secara bahasa adalah berbuat kebaikan sebagai mana dinyatakan dalam ayat:
Artinya:
Sesungguhnya allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebaikan. (Q.S. An-nahl: 90)
Dalam arti khusus, ihsan sering disamakan dengan akhlak, yaitu sikap atau tingkah laku yang baik menurut islam. Dan terkadang pula diartikan sebagai suatu kesempurnaan. Adapun ihsan menurut syari’at, telah dirumuskan oleh rasulullah SAW dalam sabdanya yaitu ‘menyembah allah seakan-akan engkau melihat-nya, jika kamu tidak mampu melihat allah, maka sesungguhnya allah melihat engkau.
Menurut imam An-nawawi, ihsan berarti berusaha menjaga tata krama dan sopan santun dalam beramal, seakan-akan kamu melihat-nya seperti Dia melihat kamu. Hal itu harus dilakukan bukan karna kamu melihatnya, tetapi karna selamanya Dia melihat kamu. Maka beribadah lah dengan baik meskipun kamu tidak melihat-nya[7]. Ihsan merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan diterima atau tidaknya suatu amal oleh allah SWT. Karna orang yang berlaku ihsan dapat dipastikan akan ikhlas dalam beramal, sedangkan ikhlas merupakan inti diterimanya suatu amal ibadah.
4. Hari kiamat
Percaya kepada hari kiamat termasuk salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh semua orang yang beriman meskipun tidak da yang tau kapan waktunya, bahkan rasulullah pun tidak mengetahuinya karna hanya allah saja yang tau, akan tetapi rasulullah memberikan beberapa tanda-tanda terjadinyahari kiamat.
Bagi mereka yang beriman, tidak diketahui terjadinya hari kiamat tidak akan mengurangi kadar keimanannya. Mereka justru waspada dan senentiasa meningkatkan amal kebaikan untuk bekal menghadapinya.
II.2 Kadar Iman berkurang karena maksiat
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ
يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَزَادَ فِي رِوايَةٍ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَ
يْهِ أَبْصارَهُمْ فِيهَا حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ». ﴿أَخْرَجَهُ البُخَارِيّ
Hadist  riwayat Abū Hurairah rađiyaLlāhu‘anhu, ia berkata; Nabi şallaLlāhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang pezina tidak akan berzina di mana ketika sedang berzina ia dalam keimanan yang baik. Dan seseorang tidak akan meminum khamar di mana ketika sedang minum-minum ia dalam keimanan yang baik. Dan seorang pencuri tidak akan mencuri di mana ketika sedang mencuri ia dalam keimanan yang baik. Dan seorang mulia yang terpandang tidak akan merampas hak orang di mana ketika sedang merampas ia dalam keimanan yang baik.” (Şaĥīĥ al-Bukhāriy ĥadīś no. 2295)
Orang yang beriman kepada Allah SWT. Akan merasa suatu perasaan segala tingkah lakunya selalu diawasi oleh Dzat yang maha mengetahui, Allah SWT. Ia memiliki keyakinan bahwa segala amal perbuatannya harus dipertanggung  jawabkan kelak dihadapan-Nya dan ia sendiri yang akan menerima akibat dari perbuatannya, baik ataupun buruk sekecil apapun perbuatannya.
Firman Allah
Artinya :
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan walaupun seberat dzarah(benda paing kecil) niscaya dia akan melihat (balasan)Nya, dan barang siapa yang mengerjakan amal kejelekan seberat dzarah pun ,niscaya dia akan melihatnya.(Q.S. Al-Zalzalah)
Oleh karena itu, orang yang benar-benar beriman pasti selalu berusaha untuk mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang dilarang-Nya. Ia tidak mungkin berbuat maksiat dengan sengaja kepada-Nya karena ia merasa malu dan takut menghadapi azabnya serta takut tidak mendapatkan ridha-Nya.[8]
Syaikh Bin Baz mengatakan : "Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan." Penjelasan Maksudnya adalah pembicaraan tentang bertambahnya iman dengan melakukan ketaatan dan berkurangnya keimanan disebabkan adanya perbuatan kemaksiatan yang dilakukan. Perkataan ini adalah benar dan tidak ada keraguan padanya. Pendapat ini didasarkan pada dalil-dalil yang banyak yang bersumber dari al-Qur'an.[9]
jadi,  orang yang tidak beriman kepada Allah Swt akan merasa bahwa hidupnya didunia tidak memiliki beban apa-apa.  Ia hidup semaunya dan yang penting baginya adalah ia merasa senang dan bahagia . ia tidak memikirkan kehidupan setelah mati kelak karena ia tidak mempercayainya. Dengan demikian perbuatannya pun tidak terlalu dipusingkan oleh masalah baik maupun buruk. Dan kalaupun suatu ketika ia melakukan perbuatan baik, bukan karena mengharapkan ridha Allah , karena ia tidak percaya kepada-Nya sehingga Allah pun tidak akan memberi pahala.
Adapun bagi mereka yang menyatakan dirinya beriman, tetapi sering melakukan perbuatan dosa/maksiat, mereka merasa dan mengetahui bahwa perbuatan ang dilakukannya adalah perbuatan dosa, tetapi mereka tidak berusaha untuk  mencegah dirinya dari perbuatan tersebut. Hal itu antara lain karena kuatnya godaan setan dan besarnya dorongan hawa nafsu untuk melakukan perbuatan maksiat. Dalam keadaan seperti ini , ia tetap beriman, hanya saja keimanannya lemah (berkurang) . semakin sering melakukan perbuatan dosa, semakin lemah pula imannya.[10]
Keimanan seseorang adakalanya berkurang , maka seyogyianya setiap orang beriman harus berusaha untuk selalu memperbaharui keimanannya , antara lain dengan selalu mengingat-Nya dan mengerjakan perbuatan yang baik dan di ridhaI-Nya . dengan demikian keimananya relatif stabi. Jadi, orang yang betul-betul beriman tidak mungkin secara sengaja mengerjakan maksiat. Maka seorang mukmin yang melakukan perbuatan dosa seperti, berzina ,mencuri , membnuh dan lain-lain berarti dia sedang tidak beriman atau imannya berada dalam titik terendah. Oleh karena itu seyogyianya  setiap orang yang beriman selalu memperbaharui keimanannya dengan selalu mengingat Alla dan melakukan perintahNya.
II.3 Rasa malu sebagian dari Iman
حدثنا عبد الله بن يوسف قال اخبرنا مالك بن انس عن ابن شهاب عن سالم بن عبد الله عن ابيه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم مر على رجل من الانصار وهو يعظ اخاه في الحياء فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم دعه فان الحياء من الايمان (خر جه البخاري فكتابلايمانبابالحياءمنالايمان)                                                                       
Artinya : “meriwayatkan Abdullah bin Yusuf telah berkata, Malik bin Anas mengkhabarkan dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah dari ayahnya, bahwasanya Rasulullah saw lewat pada seorang Anshar yang sedang member nasehat saudaranya perihal pemalu. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Biarkan dia, karena malu itu sebagian dari iman.”
Rasa malu merupakan salah satu sifat yang dimiliki manusia dan sekaligus merupakan salah satu sifat yang membedakan manusia dengan makhluk lainya. Kadar rasa malu setiap orang berbeda-beda ada yang pemalu , agak pemalu dan tidak pemalu. Dalam hadist diatas disebutkan bahwa malu bagian dari iman. Sehingga islam sangat mengagung agungkan keberagaman setiap orang, khususnya dalam sifat malu. Namun malu dalam hadist dia atas bukan dalam arti bahasa, tapi arti malu di hadis ini adalah  malu dalam mengerjakan perbuatan yang  jelek. Sehingga dipertegas dalam hadis lain : yang artinya “Imran bin Hushain r.a ia berkata bahwa Rasullullah SAW bersabda , malu itu tidak akan menimbulkan sesuatu kecuali kebaikan semata”(H.R Bukhari dan muslim).
Kemudian para ulama mendefinisikan malu dengan “hakikat malu adalah sifat dan perasaan yang menimbulkan keengganan  melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan”. Menurut Abdul Qasim, perasaan malu akan timbul bila memandang budi pekerti yang baik dan melihat kekurangan diri. Kemudian menurutnya  Al-Hulaimy berpendapat bahwa hakikat malu adalah rasa takut untuk melaksanakan kejelekan . menurut para ulama yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab fathu Al Bary bahwa merasa malu dalam mengerjakan perbuatan haram adalah wajib., dan mengerjakan pekerjaan yang makruh adalah sunnah , dan dalam mengerjakan perbuatan yang mudah adalah kebiasaan/ adat. Perasaan malu yang seperti itulah yang merubah salah satu cabang iman.[11]
Dalam hal ini malu dalam perbuatan baik tidaklah dikategorikan dalam hadis ini sebagaimana firmannya : Artinya “ dan Allah tidak malu (menerangkan ) yang benar.” (QS. Al-Azhab :53)
Al Faqih Abu Laits As-samarqandi berpendapat bahwa malu dalam syariat islam terbagi atas dua macam yaitu :[12]
1. Malu kepada Allah SWT. Maksudnya adalah merasakan nikmat dari Allah SWT. Hingga tidak sampai hati dan malu untuk berbuat maksiat atau melanggar larangannya
2. malu kepada sesama manusia, maksudnya menutup mata dari hal-hal yang tidak berguna.
Sifat malu ada dua macam, yaitu :
1. Malu yang merupakan watak asli manusia
Sifat malu jenis ini telah menjadi fitrah dan watak asli dari seseorang. Allah menganugrahkan sifat malu seperti ini kepada siapa saja yang dikhendaki Nya .  memilki sifat malu seperti ini adalah nikmat yang besar, karena sifat malu tidak akan memunculkan kecuali perbuatan yang baik bagi hamba-hamba Nya.Nabi SAW bersabda , dari Imran Ibn Husain r.a : “Rasa malu itu tidak akan mendatangkan kecuali kebaikan .” (HR. Bukhari Muslim)
2. Malu yang diupayakan (dengan mempelajari syari’at)
Al-Qurthubi berkata , “malu yang diupayakan ini lah yang Allah jadikan bagian dari keimanan . Malu jenis inilah yang dituntut , bukan malu  karena watak atau tabiat. Jika seorang hamba dicabut rasa malunya, baik malu karena tabiat atau yang diupayakannya , maka dia sudah tidak lagi memiliki pencegah yang dapat menyelamatkannya dari perbuatan jelek dan maksiat, sehingga jadilah dia setan yang terkutuk yang berjalan di muka bumi dalam wujud manusia.”
Ketahuilah bahwa ada malu yang disebut malu tercela, yatiu malu yang menjadikan pelakunya mengabaikan hak-hak Allah ta’ala sehingga akhirnya dia beribadah kepada Allah dengan kebodohan. Di antara malu yang tercela adalah malu bertanya maslah agama., tidak menunaikan hak-hak secara sempurna, tidak memenuhi hak yang menjadi tanggung  jawabnya, termasuk hak kaumm muslimin. Meskipun malu adalah tabiat dasar seorang wanita, sifat ini tidak boleh menghalagi untuk berbuat kebaikan. Berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan sampai menjadi wanita yang paling mulia di sisi Allah.
Jadi malu dalam pandangan Islam adalah malu dalam melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Dan dipandang jelek oleh manusia . Adapun orang yang merasa malu untuk melakukan perbuatan baik atau malu menegur orang yang melakukan kejelekan tidak termasuk dalam kategori ini , tetapi termasuk perbuatan yang tercela.




















BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Iman ialah percaya kepada Allah swt, para malaikat-Nya, pertemuan denganAllah, para Rasul-Nya, percaya kepada hari berbangkit dari kubur, dan percayakepada qadha dan qadar.  Islam ialah menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat yangdifardhukan, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan; danIhsan ialah menyembahkepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya, kalau tidak mampu melihat-Nya, harusdiyakini bahwa Allah melihat kita.Ketiga hal di atas, ditambah mempercayai terjadinya hari kiamat, yang tidak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah swt. merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam membentuk jiwa untuk mengabdi kepada Allah sehinggamendapat keridhaan-NyaKeimanan seseorang akan terpantul dalam bentuk amal shaleh.
Oleh sebab itu,meningkat atau menurunnya amal shaleh yang diperbuat merupakan indikator menurun dan berkurangnya iman. Orang yang betul-betul beriman tidak mungkinsecara sengaja mengerjakan maksiat. Dengan demikian, seorang mukmin yangmelakukan perbuatan dosa seperti zina, mencuri, membunuh dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya, berarti dia sedang tidak beriman atau imannya berada dalamtitik terendah.
Oleh karena itu, seyogianya setiap orang yang beriman selalumemperbaharui keimanannya dengan selalu mengingat Allah dan melakukan berbagai perintah-Nya.Malu dalam arti sebenarnya (menurut pandangan Islam) adalah malu dalammelakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. dan yang dipandang jelek olehmanusia. Adapun orang yang merasa malu untuk melakukan perbuatan baik ataumalu menegur orang yang melakukan kejelekan tidak termasuk malu dalam kategoriini, tetapi justru termasuk perbuatan tercela.

III.2 Pesan dan Saran
Demikianlah makalah ini kami selesaikan , kami berpesan pada pembaca agar bisa membaca makalah dari sudutpandang yang mampu mengefisienkan ilmu di makalah ini.
Selain itu juga pemakalah ingin menyarankan kepada pemabaca agar makalah ini tidak hanya dijadikan  satu satunya refrensi dalam menimba ilmu tentang Keimanan, akan tetapi kita harus mengadakan studi banding dengan refrensi lain agar dapat pengetahuan yang banyak.


[1] Idri, Studi Hadis (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010), hlm 7
[2] سيد أحمد الها شمي المصري, 2005, hlm: 189
[3] Syafe’i,Al Hadist (Bandung: Pustaka Setia, 2000).hlm 16
[4] Sulaiman, pemikiran Dr.Yusuf Al Qardhawi dalam timbangan (Bogor : Pustaka Imam Asy syafi’i, 2003), hlm 48
[5]Syafe’i,op.cit, hlm 17
[6]Ibid, hlm. 19.
[7]Ibid, hlm. 22.
[8] Ibid,hlm 25-26
[9] Khilman Dayatullah,Iman bisa bertambah bisa berkurang.Gudang Makalah
[10] Syafe’i ,op.cit, hlm 26
[11] Ibid, hlm 31
[12] Ibid, hlm 32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar