MAKALAH DEFENISI DAN RUANG LINGKUP LOGIKA SCIENTIFIK- selamat malat malam saudara-saudari sekalian, malam ini saya akan membahas tentang defenisi dan ruang lungkup logika scientifik. makalah ini saya tulis ketika semester empat jurusan manajemen dakwah namun saya poskan akhir ini dengan tujuan bisa di jadikan sebagai refensi oleh pembaca sekalian. berikut kamu jelaskan tentang makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Semua orang mempergunakan pemikiran untuk meyakinkan orang lain
mengenai suatu ucapan, akan tetapi orang lain itu diyakini, kalau
pemikiran-pemikiran itu membuktikan dengan baik ucpan.
Pemikiran-pemikiran
yang sah merupakan syarat mutlak untuk semua orang yang hendak diyakini orang
lain,akan tetapi lebih perlu lagi bagi mereka yang hendak memberikan atau
mengajarkan suatu ilmu pengetahuan. Sebab tidak orang yang seluruhnya dan tetap
diyakinkan kecuali kalau disajokan kepadanya ucapan yang memaksa untuk
menyetujui.
Dalam logika
dipandang pemikiran, yang memuat pengertian-pengertian yang mampu membuktikan
suatu ucapan, pemikiran itu terdiri dari banyak putusan dan dibagi dalam
pengertian-pengertian.
1.2. Maksud dan Tujuan.
Maksud dan tujuan dalam
pembuatan makalah ini diantaranya :
- Mengkaji lebih dalam hal-hal tentang logika.
- Menambah wawasan akan batasan logika pada takaran sebenarnya.
- Menambah wawasan tentang sejarah logika.
1.3. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam
pembahasan ini adalah :
1.
Logika dalam Al-quran.
2.
Sejarah logika scientifik.
3.
Pengertian dan klasifikasi logika scintifik.
4.
Hukum-hukum logika Scientifik.
BAB II
PEMBAHASAN
“ Defenisi dan Ruang Lingkup Logika Scientifik”
2.1. Logika Dalam Al-quran
Untuk mengkaji makna berpikir dan dalam
al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang
disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian
kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan
berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran.
Akal dan pikiran merupakan karunia paling mulia yang diberikan Allah Swt kepada manusia. Orang-orang yang tidak berpikir dan menolak untuk menghamba kepada Tuhan, dipandang sebagai mahkluk yang lebih buruk dari pada binatang seperti firman Allah dalam Alquran;
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang
seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun. (Q.S. Al-anfal
:22)
Karena
itu, berulang kali al-Quran menyebutkan bahwa kebanyakan orang tidak berpikir,
atau tidak menggunakan akalnya Menurut Allamah Thabathabai, Allah Swt dalam
al-Quran menyeru manusia sebanyak lebih dari tiga ratus kali untuk menggunakan
dan memberdayakan anugerah pemberian Tuhan ini[1]. dimana
ayat-ayat ini dapat diklasifikasikan secara ringkas sebagaimana berikut:
- Mencela secara langsung manusia yang tidak mau berpikir:
Pada kebanyakan ayat al-Quran, Allah Swt
menghukum manusia disebabkan karena mereka tidak berpikir. Dengan beberapa
ungkapan seperti, “afalâ ta’qilun”, “afalâ tatafakkarun”, “afalâ
yatadabbaruna al-Qur’ân”, Allah Swt mengajak mereka untuk berpikir dan menggunakan
akalnya.
- Ajakan untuk berpikir dalam pembahasan-pembahasan tauhid:
Allah
Swt menggunakan ragam cara untuk mengajak manusia berpikir tentang keesaan
Allah Swt; seperti pada ayat, “Sekiranya ada di langit dan di bumi
tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha
Suci Allah yang mempunyai ‘Arasy dari apa yang mereka sifatkan.” (Qs.
Al-Anbiya [21]:22) dan “Katakanlah, “Mengapa kamu menyembah selain dari
Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat kepadamu dan tidak (pula)
mendatangkan manfaat bagimu? Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
(Qs.
Al-Maidah [5]:76) serta ayat-ayat yang menyinggung tentang kisah Nabi Ibrahim
As dalam menyembah secara lahir matahari, bulan dan bintang-bintang, semua ini
dibeberkan sehingga manusia-manusia jahil dapat tergugah pikirannya terkait
dengan ketidakmampuan tuhan-tuhan palsu.
Dengan
demikian, Allah Swt mengajak manusia untuk merenungkan dan memikirkan ucapan
dan ajakan para nabi, “Apakah mereka tidak memikirkan bahwa teman mereka
(Muhammad) tidak berpenyakit gila? Ia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang
pemberi peringatan yang nyata (yang bertugas mengingatkan umat manusia terhadap
tugas-tugas mereka).
“(Qs. Al-A’raf [7]:184); “Katakanlah,
“Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya
kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian
kamu pikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikit pun pada
kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagimu sebelum
(menghadapi) azab yang keras.” (Qs. Al-Saba [34]:46).
2.2. Sejarah Logika
Bila kita ingin
berbicara tentang sejarah timbulnya logika, maka sesungguhnya logika muncul
sudah lama yaitu setua umur manusia. Sejak manusia itu ada, Logika pun telah
ada karena manusia itu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selalu berfikir.
Berfikir seperti ini disebut dengan logika naturalis (berfikir berdasarkan
kudrat). Walaupun manusia belum mempelajari hukum-hukum akal dan kaedah-kaedah
ilmia, namun secara praktis telah dapat berfikir dengan teratur terutama dalam
soal yang mudah-mudah seperti matahari berbeda dengan saya. Akan tetapi bila
manusia memikirkan hal-hal yang sulit, ia akan membutuhkan kaedah-kaedah ilmiah
yaitu logika.
A. Zaman Yunani
Pengetahuan
tentang logika pertama kali tumbuh di Yunani. Filosuf Yunani yang memberikan
rangsangan bagi pertumbuhan dan perkembangan pemikiran-pemikiran filsafat,
khususnya logika sebagai bagian dari filsafat.
Hanya filosuf Yuanani
yang dianggap sebagai peletak batu pertama untuk munculnya ilmu logika. Adapun
peletak batu pertama ialah Socrates, kemudian dilanjutkan oleh Plato dan
dilengkapi oleh Aristoteles, dipandang sebagai bapak pendiri logika karena
beliaulah yang pertama kali menyusun ilmu ini dengan pembahasan teratur yang
dibuat dari ilmu falsafah. Konsep berfikir beliau itu dikumpulkan oleh muridnya
dan diberi nama “Organon”[2].
Jadi istilah logika baru dipakai untuk menggantikan organon pada abad ke 2 M.
Aristoteles tidak
memberi nama dengan logika, beliau membri nama dengan “dialektika analitika”[3].
Kemudian baru Cirero yang menyebut ilmu ini dengan logika (abad ke-1 sebelum
masehi), dalam arti ’seni berdebat’ dan Alexander Aphrodisias (sekitar
permulaan abad ke-3 sesudah masehi), menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu
yang menyelidiki lurus ridaknya pemikiran kita[4].
Walaupun demikian Aristoteles merupakan orang yang berperan dalam perkembangan
ilmu logika. Logika Aristoteles merupakan logika kuno atau tradisional logic
yan dikembangkan oleh filosuf-filosuf hingga sampai abad ke 19.
Disamping itu
orang-orang yang berjasa dalam ilmu logika ikut menyempurnakan ajaran
Aristoteles adalah: Theoprastus dan Porphyry..
B. Abad Pertengahan.
Pada abad ini, logika mengalami perkembangan yang pesat dibawah pemeliharaan dan pengembangan yang
dilakukan oleh para sarjana Islam. Sebab setelah filsafat meninggalakan bangsa
yunani, ia dipelihara oleh orang-orang Islam, sehingga menjadi satu bagian yang
terpenting dalam sejarah kebudayaan islam.
Dalam hal ini
sejarah mencatat jasa Al-Farabi sebagai pelanjut dan pengembang filsafat Yunani
Khususnya logika. Karena jasanyalah dunia mengenal kembali pelajaran logika
yang disusun oleh Aristoteles. Ia tidak hanya sekedar menyalin pelajaran logika
itu dari bahasa Yunani ke bahasa Arab, tetapi juga sekaligus memberikan ulasan
dan komentar tambahan, hingga mudah dipahami orang Keahliannya dalam bidang
filsafat umumnya dan logika pada khususnya mengantarkanya untuk mendapat gelar
sebagai guru pertama pada kedua bidang tersebut adalah Arisdtoteles.
Dan patut dicatat
bahwa salah satu usaha Sarjana Muslim dalam menyempurnakan Logika Aristoteles
adalah konsepsi metode otoritas dan metode induksi dalam penyelidikan ilmiah.
Jejak Al-Farabi
dan para Filusuf Muslim lainnya dibidang logika diikuti oleh para filosuf
berikutnta hingga kini.
C. Abad Modern
Sejarah telah
mencatat bahwa otoritas pemikiran Aristoteles dibidang logika berpengaruh
selama lebih kurang 22 abad. selama kurun waktu tersebut, logikanya tetep
terpakai bahkan dianggap sempurna dan tidak dapat diperbaiki lagi.
Gagasan tentang
Logika Modern, baru muncul pada abad ke 17. Logika yang lebih mengarah kepada
kepentingan penerapan dan bercorak matematis ini dirintis Leibniz (1646-1716)
yang menyadari keterbatsan logika Aristoteles dalam konstelasi perkembangan
ilmu pengetahuan. Rintisannya ini merupakan awal dari Logika modern yang juga dikenal dengan istilah
Logika simbolik. Leibniz mengemukakan suatu gagasan bahwa hubungan antara
kalimat tunggal dan kalimat majemuk dapat dinyatakan dengan cara tertentu,
sehing timbul kemungkinan untuk menyusun notasi kalimat majemukl menjai kalimat
sederhana. Denag notasi sederhana, maka hubungan menjadi jelas dan dapat
diperiksa dengan lebih mudah.
D. Logika
di Dinia Islam
Logika
mulai tumbuh dan berkembang didunia Islam yaitu pada zaman kerejaan Islam.
Islam ketika itu telah berkembang sampai
ke Spanyol di barat dan ke timur mencapai perbatasan Cina. Zaman itu adalah
zaman berkembangan Ilmu pengetahuan dan dilakukan penterjemahan buku-buku
yunani kuno, Persia dan Sanskerta kedalam bahasa Arab terutama di zaman
Khalifah Al-Ma’mun dari daulat Abbasyah di Bagdadd dan khalifah Abdurrahman
dari Dinasti Bani Umayyah di kordova.
Khalifah Al-ma’mun adalah seorang
khalifah yang cinta kepada Ilmu Pengetahuan terutama Ilmu yang berhubungan
dengan filsafat, Beliau tidak segan-segan menghabiskankeuangan untuk
kepentingan gerakan penterjemahan. Maka mulailah gerakan Penterjemahan saat
itu, yaitu buku yunani.
dan akhirnya akan menimbulkan pemikiran yang tidak benar. Jadi
ketiga persoalan inilah yang akan dibahas dalam ilmu logika untuk mengarah
pemikiran kita ke arah yang valid.
2.3 Pengertian dan Klasifikasi Logika
A. Pengertian
Pengertian logika
berasal dari kata sifat dari kata kerja logis dari bahasa Yunani yang berarti
“kata” atau “ucapan” atau pemikiran yang diucapkan dengan selengkap-lengkapnya[5].
Dan kata lain logika sering juga disebut dengan istilah “manthiq” asal dari
kata “nathaqo” yang berarti “berkata”[6],
atau “hukum yang memilahara hati nurani dari kesalahan berfikir”[7].
Menurut istilah,
logika adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang
aturan-aturan berfikir, agar dengan aturan-aturan tersebut dapat diambil
kesimpulan yang benar. pendapat lain mengatakan logika (mantiq) adalah berfikir
dengan sekehendak dan mencegah dari kesalahan[8].
Menurut Partap Sing Mehra “logika adalah suatu ilmu yang memberi aturan-aturan
berfikir valid[9]”.
Menurut Muhammad Nur Ibrahim “mantiq adalah suatu ilmu (undang-undang) yang
membimbing manusia dalam berfikir supaya terpelihara dari tergelincir dan
menyelamatkan pengetahuannya dari tersalah[10].
Dari berbagai defenisi tersebut di atas dapat ditekankan bahwa:
a.
Logika
adalah ilmu tentang undang-undang berfikir.
b.
Logika
adalah ilmu untuk mencari dalil.
c.
Logika
adalah ilmu untuk menggerakkan fikiran kepada jalan yang lurus dalam memperoleh
sesuatu kebenaran.
d.
Logika
adalah ilmu sebagai alat yang dapat dijadikan untuk berfikir benar dan
sistematis.
Adapun nama lain dari logika antara lain[11]:
a.
Ilmu
Mantiq, artinya ilmu berfikir karena ia menata fikiran yang diungkapkan dalam
bahasa. Jadi bahasa merupakan pernyataan dari fikiran. Kalau bahasa salah,
tentu berasal dari bahasa yang berfikir yang salah. Karena mantiq mendidik fikiran
agar selalu berfikir benar dan di salurkan melalui bahasa yang benar.
b.
Ilmu
Mizan, artinya ilmu timbangan karena logika menimbangdan memberi ukuran sampai
dimana kebenaran ilmu-ilmu itu.
c.
Mi’rajul
‘ulum, artinya ilmu jembetan, karena ilmu ini merupakan perantara untuk
mencapai ilmu lain. Logika sebagai jembatan lebih dahulu perlu dipelajari, agar
berfikir terhadap ilmu-ilmu yang benar.
B. Klasifikasi
Klasifikasi logika memuat pembagian logika secara logis adalah
pemecahan genus atau klas-klas yang lebih kecil yang membentuk genus atau klas
itu dan berdasarkan atas suatu prinsip yang tertentu. Pembagian secara logis
bukanlah berarti penghitungan hal-hal yang ditunjuk oleh term itu, melainkan
berarti pemecahan term dan klas-klas yang membentuknya berdasarkan
prinsip-prinsip yang tertentu. Pemecahan demikian menjelaskan klas yang
membentuk term itu sehingga mudah di beda-bedakan.
Pembagian secara
logis selalu merupakan pembagian klas dalam sub dan bukan merupakan pembagian
individu kedalam bagian-bagianya atau pun dalam suatu klas kedalam
atribut-atributnya. Pembagian individu didalam pembegiannya disebut pembagian
secara fisik ; pembagian individu atau klas kedalam atribut-atributnya
dinamai pembagian secara metafisik. Pembagian “kursi” atas” sandarannya,
tangannya, kakiknya, dan sebagainy” adalah pembagian fisik, sedangkan
“meja” atas “ kerasnya, bentuknya, warnanya, dan sebagainya disebut pembagian
metafisik.
Pembagian
secara logis berdasarkan atas perturan-peraturan dibawah ini:
1. Pembagian
secara logis haruslah merupakan pembagian klas kedalam sub klasnya dan tidak
merupakan pembagian individu kedalam bagian-bagiannya. Hal ini telah kita
bicara kan diatas. pelanggaran atas peraturan ini akan mengakibatkan timbulnya
“ pembagian secara fisik atau pembagian secara metafisik”
2. Pembagian
secara logis hanya berdasarkan atas suatu prinsip yang tertentu. Artinya, suatu
atribut yang bisa dijadikan prinsip pembagian akan membagi suatu klas kedalam
sub-sub klasnya tergantung kepada dimilikinya atau tidak atribut itu. Sebagai
contoh kita ambil “manusia”. klas “manusia” akan kita bagi kedalam sub klasnya
berdasarkan atas “intelek” nya berdasarkan p[ada prinsip ini kita bagi”
manusia” ke dalam dua sub klas, yaitu “:manusia berintelek” dan “manusia tak
berintelek”.
Jika prinsip ini tidak diikuti maka akn terjadilah kesalahan
3. Jumlah subklas
yang merupakan bagian dari suatu klas harus sama dengan jumlah klas itu. Dengan
kata lain, denotasi term yang dibagi harus sama dengan jumlah denotasi semua
subklasnya. jika tidak demikian maka terjadilah kesalahan yang disebut
pembagian terlalu sempit dan pembagian terlalu luas. Jika suatu spicies tidak
diikutsertakan kedalam suatu pembagian. maka pembagian ini mejadi pembagian
terlalu sempit dan jika pembagian itu meluputi klas-klasnya maka, pembagian
menjadi pembagian terlalu luas. Jika sati species tidak diikut sertakan ke
dalam suatu pembagian, maka pembagian itu menjadi pembagian terlalu sempitdan
jika pembagian itu meliputi klas-klas yang tak termasuk dalam term, maka
pembagian menjadi pembagian terlalu luas.
4. subklas-klas
dari term yang dibagi harus terpisah-pisah, artinya suatu anggota tidak boleh
menjadi anggota lebih dari suatu subklas. perturan adalah kelanjutan dari
peraturan ini akan menimbulkan kesalahan yang disebut pembagian saling meliputi
(Overlaping Devision).
5. Nama klas yang
dibagi harus berlaku juga untuk tiap-tiap sub klasnya. Peraturan ini adalah
kelanjutan dari peraturan yang telah kita bicarakan diatas, yaitu bahwa jumlah
semua subklas harus sama degan jumlah keseluruhannya. Apabila ada subklas yang
tak dapat dinamai dengan nama klas yang dibagi-bagi, maka jumlah denotasi klas
yang dibagi. Pelanggaran atas peraturan ini akan menimbulkan pembagian
secara fisik atau pembagian secara metafisik.
pembagian klas ke
dalam subklas atau pembagian dalam subklas kedalam subklas selanjutnya haruslah
selalu merupakan pembagian kedalam proximate apeciesnya, tidak boleh
meloncat-loncat, harus selalu tingkat demi tingkat. Kalau ada suatu subklas
yang diliwati maka terjadilah pembagian yang terlalu sempit.
2.4. Hukum-hukum Logika
Setiap cabang ilmu pengetahuan didasarkan atas prinsip dasar
tertentu. Demikian pula halnya dengn logika. Prinsip dasar dalam logika adalah
segala kebenaran yang dalam logika dianggap benar dan semua pemikiran kita
harus didasarkan atas kebenaran ini supaya pemikiran itu valid. Aris Toteles
merumuskan tiga buah hukum yaitu :
1. Hukum identitas
2. Hukum
kontradiksi
3. Hukum
penyisihan jalan tengah
Dari ketiga hukum diatas seorang ahli filsafat Letnitz menambahkan
satu hukum lagi yaitu; Hukum cukup alasan.
Dilihat dari
berbagai pendapat para filosof Islam seperti Ibnu Saleh dan Imam Nawawi menghukumi
haram mempelajari mantiq sampai mendalam. Sedangkan Al-Gazali menganjurkan dan
menganggap baik. Kemudian menurut Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang
yang mempunyai cukup akal dan kokoh imannya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pengertian logika
berasal dari kata sifat dari kata kerja logis dari bahasa Yunani yang berarti
“kata” atau “ucapan” atau pemikiran yang diucapkan dengan selengkap-lengkapnya.
Dan kata lain logika sering juga disebut dengan istilah “manthiq” asal dari
kata “nathaqo” yang berarti “berkata”, atau “hukum yang memilahara hati nurani
dari kesalahan berfikir”.
Menurut istilah,
logika adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang
aturan-aturan berfikir, agar dengan aturan-aturan tersebut dapat diambil
kesimpulan yang benar. pendapat lain mengatakan logika (mantiq) adalah berfikir
dengan sekehendak dan mencegah dari kesalahan. Menurut Partap Sing Mehra
“logika adalah suatu ilmu yang memberi aturan-aturan berfikir valid”. Menurut
Muhammad Nur Ibrahim “mantiq adalah suatu ilmu (undang-undang) yang membimbing
manusia dalam berfikir supaya terpelihara dari tergelincir dan menyelamatkan
pengetahuannya dari tersalah.
3.2 Kritik dan Saran
Diharapkan kepada pembaca agar memahami makalah ini dengan
sebaik-baik mungkin dan mudah-mudahan bisa menambah wawasan pembaca tentang
ruang lingkup logika, dan apabila terdapat kesalah didalam makalah ini penulis
harap dimaklumi dan mohon untuk di nasehati. Karena manusia tak luput dari
kesalahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar