Laman

Rabu, 17 Desember 2014

Hakikat dan Tantangan Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB I
Hakikat dan Tantangan Manajemen
Sumber Daya Manusia
1. Pengertian Personal Manajemen dan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia timbul sebagai suatu masalah baru pada dasawarsa 1960-an, sedangkan personnal manajemen sudah timbul pada tahun 1940-an.
Antara manajemen sumber daya manusia dan personnal manajemen terdapat perbedaan didalam ruang lingkup dan tingkatannya. Manajemen sumber daya manusia mencakup masalah-masalah ang berkaitan dengan pembinaan, penggunaan dan perlindungan sumber-sumber daya manusia baik yang berada dalam hubungan kerja maupun yang berusaha sendiri.
Personnal manajemen mencakup sumber daya manusia yang berada dalam perusahaan-perusahaan terutama perusahaan-perusahaan modern yang dikenel dengan sektor formal.
Tugas dari pada personnal manajemen adalah mempelajari dan mengembangkan cara-cara yang mana manusia dapat secara efektif diintegrasikan ke dalam berbagai organisasi yang diperlukan oleh suatu masyarakat. Organisasi-organisasi adalah peralatan sosial dan teknologi yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan yang kompeleks yang tidak mungkin dilaksanakan oleh orang perorangan.
2. Permasalahan Sumber Daya Manusia
Secara umum ada 2 modal pokok yang penting bagi negara-negara yang berkembeng untuk mengatasi keterbelakangan yang berabad-abad dengan tujuan untuk mencapai suatu negara yang maju dan modern. Modal pokok tersebut adalah sumber-sumber daya alam yang potensial dan masih terpendam serta sumber-sumber daya manusia berupa penduduk yang jumlah nya besar.
Hakikat dari pada manajemen sumber-sumber daya manusia sangat berbeda dibandingkan dengan manajemen sumber-sumber daya alam. Manajemen sumberdaya manusia sangat ditentukan oleh sifat sumber-sumber daya manusia itu sendiri yang selalu berkembang baik jumlahnya maupun mutunya, sedangkan sumber-sumber daya alam jumlah absolutnya tidak berkembang. Manajemen sumber daya manusia harus dapat mencari keseimbangan antara jumlah dan mutu sumber daya manusia itu dengangan kebutuan-kebutuhan sesuatu negara di dalam pembangunan nasional.
Apabila kita perhatikan negara-negara di dunia ini, maka dari apek sumber-sumber daya manusia negara-negara tersebut dapat digolongkan menjadi 2 kelompok: ialah negara-negara  di mana kekurang sumber daya manusia akibat pertumbuhan penduduk sangat rendah, sedangkan tingkat dan kemajuan ekonomi cukup tinggi dan pesat dan kelompok negara-negara di mana masih terdapat kelebihan sumber-sumber daya manusia dibandingkan dengan tingkat perkembangan perekonomian nasionalnya. Yang termasuk kelompok pertama, yang kekurangan sumber daya manusia umumnya adalah negara-negara industri yang maju; sedangkan ke dalam kelompok ke dua termasuk negara-negara yang sedang berkembang di mana di dalam perekonomiannya masih berdominan sektor pertanian dan baru memulai tahap-tahap industrialisasi.
3.Manajemen Sumber Daya Manusia di Negara-negara Yang Sedang Berkembang
Umumnya di negara-negara sedang berkembang, laju pertumbuhan penduduk masih sangat tunggi dan jumlah penduduk cukup besar. Hali ini dapat kita amati umpamanya di Asia seperti di India, Pakistan, Bangladesh, Indonesia dan negara-negara lainnya yang mempunyai penduduk lebih 100 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk lebih 2 persen per tahun. Akibat dari pada keadaan yang demikian timbullah masalah-masalah seperti pengangguarankekurangan tempat tinggal, kekurangan prasarana dan sarana kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, kesempatan kerja dan sebagainya. Untuk mencari keseimbangan antara sumber-sumber daya manusia yang tersedia dengan tingkat perkembangan ekonomi pada tahap-tahap tertentu diperlukan suatu manajemen sumber daya manusia yang tepat pada tingkat nasional.
Manajemen sumber daya manusia pada tingkat nasional bertujuan untuk mengintegrasikan sumber-sumber daya manusia ke dalam pembangunan sehingga terjadi pengunaan sumber-sumber daya manusia yang rasional dan efekif dengan kesempatan kerja yang penuh.
Unsur-unsur dari manajemen sumber daya manusia secara nasional meliputi : pengaturan jumlah penduduk, pendidikan dan latihan, perencanaan sumber daya manusia, produktifitas tenaga kerja, pengupahan dan pendapatan, penyebaran sektoral dan regional, perkiraan-perkiraan penyediaan dan penawaran serta kebutuhan tenaga kerja pada periode perencanaan dan proyeksi-proyeksi pada masa yang akan datang, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun dalam jangka panjang.
4. Pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia di Negara Yang Sedang Berkembang
Berdasarkan keadaan seperti yang telah diuraikan di atas, di mana di negara-negara yang sedang berkembang terdapat kelebihan sumber daya manusia, maka salah satu pendekaan utama adalah berusaha menekan atau mengurangi laju pertumbuhan penduduk.
5. Fungsi-fungsi Pokok Manajemen Sumber Daya Manusia
Ke dalam manajemen sumber daya manusia dalam arti makro diterapkan funsi-fungsi pokok manajemen umumnya yang mneliputi: fiungsi-fungsi manajemen dan fungsi-fungsi manajemen personalia yaitu fungsi-fungsi operatif. fungsi-fungsi manajemen biasanya meliputi planning, organizing, directing, dan controlling. fungsi-fungsi operatip meliputi procurement, development, compensation, integration, maintenance dan separation. Tetapi perbedaannya adalah fungsi-fungsi tersebut dilakukan bukan oleh para manajer seperti pada perusahaan-perusahaan swasta biasa, tetapi oleh badan-badan pemerintahan yang mengelolah sumber-sumber daya manusia pada tingkat makro.
Fungsi-fungsi manajemen dan fungsi operatif di atas secara sepenuhnya dapat dilakukan pada tingkat perusahaan personnel manajemen, tetapi pada tingkat makro fungsi-fungsi manajemen tsebut tidak semuanya dapat dipakai. Dengan demikian antara manajemen terdapat perbedaan bukan saja dalam ruang lingkup dan tingkatnya tetapidi dalam fungsinya juga terdapat perbedaan-perbedaan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

















BAB II
Sumber Daya Manusia Sebagai
Modal Pokok Pembangunan
1. Masalah Pertumbuhan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia
Dalam konsepsi dan pelaksanaan pembangunan sering dirasakan adanya masalah yang merupakan dua kutub yang bertentangan, yaitu antara pertumbuhan ekonomi dan dan sumber daya manusia yang besar. Hal ayng demikian ini terjadi antara lain karena titik tolak pemikiran dan cara-cara pendekatan mengenai modal pokok pembangunan didasarkan hanya pada tersedianya dana, khususnyadana pemerintahan yang berupa Anggaran Pendapatan dan Belanjan Negara (APBN) sebaliknya ada pula anggapan bahwa jumlah penduduk yang besar hanay merupakan beban pembangunan dan penciptaan kesempatan kerja dianggap hanya sebagai masalah sampingan di dalam pembangunan tersebut.
Dengan adanya masalah yang demikian maka pemikiran tentang cara-cara pendekatan dalam pembangunan, khususnya dalam perluasan kesempatan kerja menjadi penting.
2. Penduduk Sebagai Modal Pembangunan
Di dalam meninjau jumlah penduduk sebagai modal pembangunan, masalah pertumbuhan ekonomi tidak perlu diabaikan. Antara dinamika jumlah penduduk dan proses pertumbuhan ekonomi terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat. Hubungan tersebut dicerminkan dalam hal bahwa penduduk merupakan faktor dinamika pokok pertumbuhan ekonomi di satu pihak dan proses pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh aktif terhadap dinamika bersarnya penduduk di lain pihak,sehingga pada saat tertentu akan terjadi suatu keseimbangan rasional antara jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Keadaan keseimbangan yang demikian itu tidak pernah akan dapat di capai apabila mulai dari sekarang penduduk tersebut tidak di lihat sebagai faktor produktif dalam pembangunan.
Pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi timbul pada dasarnya dalam bentuk:
a. Pertama,penduduk sebagai konsumen. Syarat-syarat terpenting untuk pertumbuhan ekonomi yang seimbang adalah bahwa barang-barang dan jasa yang di hasilkan betul-betul di butuhkan oleh masyarakat,seba justru penduduk merupakan konsumen tunggal barang-barang dan jasa-jasa. Dalam hal ini penduduk merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi.
b. Kedua,penduduk sebgai sumber tenaga kerja. Pertambahan jumlah penduduk merupakan sumber tenaga kerja baru,oleh karena itu merupakan faktor pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini tenaga kerja tersebut dapat bekerja secara produktif dan akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai hasil dari pada pertumbuhan ekonomi,mka syarat-syarat penghidupan penduduk akan mengalami perbaikan,yang berarti akan meningkatkan produktifitas kerja.
3. Konsep Tenaga Kerja
Sebagai konsekuensi pemikiran bahwa penduduk sebagai modal pokok pembangunan, maka beberapa konsep mengenai tenaga kerja perlu ditinjau kembali. DI antaranya adalah konsep mengenai angkatan kerja, bekerja, menganggur dan lain-lainnya.
Suatu hal yang lucu di suatu negara yang sedang membangun apabila yang dimaksud dengan angkatan kerja itu adalah penduduk usia kerja yang bekerja dan yang mencari pekerjaan untuk mendapatkan upah. Sedangkan penduduk usia kerja yang tidak mencari pekerjaan dan tidak bersedia menerima pekerjaan yang tersedia di anggap tidak menganggur dan tidak masuk angkatan kerja.
Konsep tenaga kerja yang demikian secara tidak sadar menjadikan sebagian penduduk usia kerja hanya sebagai konsumen yang produktif, yang berarti menjadi beban bagi angkatan kerja yang produktif.
4. Struktur Tenaga Kerja
Salah satu indikator yang terpenting di dalam menilai perkembangan ekonomi adalah struktur pekerja menurut sektor. Keseimbangan antara tenaga kerja di sektor-sektor produksi materiil (pertanian, pertambangan, industri dan pertimbangan) dengan sektor-sektor jasa sangat menentukan perkembangan ekonomi.
Pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang jumlah tenaga di sektor-sektor produksi materiil meliputi jumlah yang terbesar. Tetapi sebagian besar dari jumlah tenaga kerja tersebut berada di sektor pertanian.
Dalam keadaan sektor pertanian masih terbelakang, maka dapat dipastikan bahwa kualifikasi tenaga kerja di sektor tersebut masih rendah. oleh karena itu pentingnya industrialisasi tidak saja sebagai upaya untuk mengubah struktur ekonomi, tetapi juga sekaligus sebagai strategi dalam pengaturan masalah penduduk dan kesempatan kerja.






BAB III
Klasifikasi dan Defenisi
Sumber Daya Manusia
1. Penduduk
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan adalah pelaksanaan pembangunan itu sendiri yaitu para pekerja khususnya dan seluruh penduduk Indonesia umumnya. Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar ke-5 di dunia, dengan jumlah penduduk sebesar 172.009.540 orang pada tahun 1987, berarti merupakan negara yng memiliki sumber daya manusia yang besar.
Penduduk Indonesia yang jumlahnya tinggi berkembang dengan tingkat perkembangan 2,1% pertahun. Walaupun tingkat perkembangan ini tidak tinggi mengingat jumlah penduduknya besar, pertambahan penduduk yang harus disediakan lapangan kerjanya setiap tahun cukup banyak. Jelas di sini bahwa masalah ketenaga kerjaan sangat penting dan perlu dilakukan studi ketenaga kerjaan. Studi kependudukan memang sudah banyak dilakukan di Indonesia, mengingat banyaknya  studi ini, hasil dari setiap studi harus saling menunjang dan harus dapat dibandingkan. Untuk itu salah satu syaratnya terminologi dan konsep yang dipakai harus sama, karena itu di sini akan dikemukakan berbagai konsep/defenisi ketenaga kerjaan. konsep defenisi yang dipakai akan mengikuti konsep dan defenisi yang dikeluarkan oleh biro pusat statistik, mengingat biro pusat statistik adalah suatu abdan yang bertugas mengkoordinasikan kegiatan statistik Indonesia.
Penduduk dibedakan menjadi, penduduk angkatan kerja dan penduduk bukan angkatn kerja. Konsep angkatn kerja yang dipakai di Indonesia sejak sensus 1961 adalah konsep “Labour Force”. Di dalam pendekatan “Labour Force” orang yang masuk kategori angkatan kerja selalu dibatasi dengan umur minimal.
2. Bekerja
Sebelum konsep tentang kerja diberikan perlu diketahui tentang defenisi bekerja.
“Bekerja adalah melakukan kegiatan dengan maksud memperoleh atau mampu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam satu minggu yang lalu. Waktu kerja tersebut harus berurutan dan tidak terputus.”
Konsep bekerja ini adalah konsep “Labour Force”.
3. Sementara tidak bekerja
Orang yang bekerja karena sesuatu hal ada yang sementara tidak bekerja, yang didefenisikan sebagai berikut :
“ Punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja adalah kegiatan dari mereka yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena suatu sebab seperti sakit, cuti, menunggu panenan dan mogok. Termasuk mereka yang sudah diterima bekerja, tetapi selama seminggu yang lalu belum bekerja.
Di atas telah disebutkan bahwa penduduk dibagi menjadi 2 kategori penduduk angkatan kerja dan penduduk bukan angkatan kerja.
4. Angkatan Kerja
“Angkatan kerja adalah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja, sementara tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan.”
Penduduk yang sedang mencari pekerjaan disebut penganggur. Di indonesia persentase penganggur adalah kecil, mengingat orang yang mencari pekrjaan biasanya juga mnegrjakan pekerjaan sambilan sementara menunggu pekrjaan yang tetap. Sedangkan apabila orang yang mencari pekerjaan dalam waktu satu minggu bekerja satu jam saja untuk mendapatkan upah tidak diklasifikasikan lagi sebagai pencari pekerjaan, tetapi diklasifikasikan sebagai pekerja.
5. Bukan angkatan kerja
Penduduk bukan dalam angkatan kerja terdiri dari penduduk yang mengurus rumah tangga, murid atau mahasiswa, penerima pendapatan dan lain-lain.
6. Pekerjaan Utama dan Pekerjaan Sambilan
Di Indonesia masih banyak yang melakukan pekerjaan sambilan untuk menambah pendapatan.
a.       Jika seseorang hanya mempunyai satu pekerjaan maka pekerjaan tersebut digolongkan sebagai pekerjaan utama. Dalam hal pekerjaan yang dilaksanakan lebih dari satu, maka penentuan pekerjaan utama adalah waktu terbanyak yang digunakan. Sedangkan jika waktu yang digunakan sama maka penghasilan yang terbesar sebagai pekerjaan utama. Jika penghasilan dan waktu ayng digunakan sama maka pekerjaan utama tergantung kepada jawaban responden.
b.      Pekerjaan sambilan/tambahan adalah pekerjaan lain di samping pekerjaan utama.
Selain itu penduduk yang bekerja dapat dibedakan menurut jenis pekerjaan dan lapangan pekerjaan/lapangan usaha.
7. Jenis pekerjaan
“ Jenis pekerjaan adalah macam pekerjaan yang dillakukan oleh seseorang atau ditugaskan kepada seseorang di tempat bekerja.”
8. Status pekerjaan
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang di dalam melakukan pekerjaan, yaitu apakah orang tersebut berkedudukan sebagai buruh/karyawan, berusaha dengan dibantu pekerjaan keluarga/buruh tidak tetap, buruh dibantu oleh buruh atau karyawan tetap pekerja tanpa upah atau sebagai pekerja sosial.
9. Lapangan kerja
Lapangan kerja adalah kegiatan dari usaha/perusahaan/instansi di mana seseorang bekerja.
Untuk Indonesia klasifikasi lapangan usaha telah dibuat oleh biropusat statistik tahun 1983 dan telah dipublikasikan dengan judul “Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia” (KLUI). KLUI dibuat oleh biro pusat statistik bersama instansi-instansi yang berkaitan berdasarkan International Standard Industrial Classification (ISIC) yang disesuaikan dengan keadaan Indonesia. Untuk setiap lapangan usaha diberi kode, kode tersebut terdiri dari 5 digit.
Digit kesatu disebut sektor, digit kedua disebut sub sektor, digit ketiga disebut golongan pokok, digit keempat disebut golongan dan digit kelima disebut sub golongan.














BAB IV
Perencanaan Penggunaan
Sumber-sumber Daya Manusia
Di dalam praktek perencanaan sumber-sumber daya manusia mencakup:
a.       Penduduk yang aktif ekonomi, yaitu penduduk umur 10 tahun ke atas yang bekerja dan mencari pekerjaan tidak termasuk di dalamnya ibu-ibu rumah tangga, orang sekolah dan orang-orang yang cacat berat yang tidak mungkin melakukan pekerjaan secara fisik.r
b.      Penduduk yang tidak aktif secara ekonomi, yaitu penduduk umur 10 tahun ke bawah dan yang sudah pensiun, tetapi masih mampu melakukan pekerjaan.
1. Tugas-tugas Perencanaan dan Kekhususan Penggunaan Sumber Daya Manusia
Penggunaan rasional sumber-sumber daya manusia menentukan lajunya pertumbuhan produksi dan perbaikan tingkat hidup masyarakat. Tugas pokok dari pada perencanaan penggunaan rasional sumber-sumber daya manusia adalah menjamin kesempatan kerja penuh bagi angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan perekonomian nasional.
Kriteria umum dari pada pendistribusian rasional dan pengguanaan efektif sumber-sumber daya manusia dalam keseluruhan perekonomian nasional adalah tingakat pertumbuhan optimal produksi dan pemuasan kebutuhan masyarakat dengan penuh, di mana pengeluaran tenaga manusia minimal dan tersedianya kesempatan kerjanya bagi angkatan kerja.
Kekhususan perencanaan sumber daya manusia terletak pada adanya penduduk yang terampil sebagai tenaga produktif yang penting dari masyarakat dan konsumen dari barangdan jasa-jasa yang dihasilkan.
Penggunaan sumber0sumber daya manusia di Indonesia dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:
a.       Sumber-sumber daya manusia masih menjadi penghambatpertumbuhan perekonomian nasional. Dengan demikian baiknya produksivitas tenaga kerja, maka kesempatan kerja akan berkurang, sedangkan angkatan kerja tetap maningkat. Tendensi yang demikian di satu pihak akan menguntungkan konsumen dengan adanya barang-barang pruduksi yang lebih murah tetapi di lain pihak tambahan angkatan kerja baru akan mengalami kesukaran di dalam mencari pekerjaan.
b.      Terdapat perubahan di dalam sumber pertambahan angkatan kerja.
c.       Terjadinya perubahan-perubahan yang berarti di dalam komposisi profesi dan kualifikasi tenaga kerja.
d.      Makin kuatnya pendistribusian tenaga kerja antar daerah.
e.       Penggunaan sumber-sumber daya manusia di dalam pembangunan nasional menuntut adanya suatu mekanisme yang memberi dorongan ekonomi bagi tenaga kerja untuk bekrja di daerah-daerah dan sektor-sektor yang di perlukan.
2. Analisa  Keadaan dan Penggunaan Sumber-sumber Daya Manusia
Sensus penduduk dilakukan secara priodik, laporan-laporan statistik, dan data-data suvai angkatan kerja serta kesempatan kerja merupakan sumber daya dapat dipergunakan untuk menganalisa keadaan dan penggunaan sumber-sumber daya manusia dalam periode sebelum perencanaan.
Analisa sumber-sumber daya manusia mempunya arah sebagi berikut:
a.       Analisa sumber-sumber daya manusia di dalam apek demografi. Tujuan analisa yang demikian adalah untuk mempelajari faktor-faktor yang menimbulkan perubahan-perubahan di dalam komposisidan mekanisme penduduk.
b.      Analisa kesempatan kerja menurut bidang dan sektor perekonomian nasional dan juga menurut rayon-rayon ekonomi
c.       Analisa sumber-sumber pemenuhan kebutuhan perekonomian nasional terhadap tenaga kerja memungkinkan untuk menilai peranan sumber-sumber tertentu.
3. Pembagian Sumber Daya Manusia Menurut Sektor
Dalam sektor barang produksi antar jumlah kesempatan kerja di sektor industri dan pertanian mempunyai arti yang menentukan. Perubahan-perubahan pokok yang obyektif adalah realokasi tenaga kerja atas dasar pertumbuhan produktifitas tenagakerja disektor pertanian dan non pertanian walaupun terjadi penurunan jumlah pekerja disektor pertanian namun pengeluaran tenaga manusia masih tinggi sehubungan dengan tidak tingginya tingkat peningkatan produktifitas di sektor ini.
4. Proporsi Komposisi Sumber-sumber Daya Manusia Menurut Profesi dan Kualifikasi
Struktur profesional kualifikasi dari pada sumber-sumber daya manusia berubah sesuai dengan tuntuan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tendensi perubahannya ditujukan oleh meningkatnya bagian tenaga kerja yang berkualifikasi tinggi, berkurangnya kerja tangan dan kualifikasi yang rendah, meningkatnya bagian tenaga kerja di sektor industri pada waktu ini hanya di dalam sistem pendidikan kejuruan teknik dipersiapkan tenaga kerja yang berkualfikasi.
Salah satu tendensi perubahan yang maju dari komposisi tenaga kerja yang profesional dan bekualifikasi adalah pengurangan jum,lah profesi-profesi yang spesialisasinya sempit.
5. Metode Perencanaan Penggunaan Sumber-sumber Daya Manusia
Metode yang dipakai untu perencanaan penggunaan sumber daya manusia adalah metode neraca. Di dalam neraca tenaga kerja sumber-sumber daya manusia dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat terhadap tenaga kerja dengan memperhitungkan pembagian yang lebih rasional dan penggunaan yang epektif, pengunaan sumber-sumber daya manusia tersebut yang meminjam proporsi di dalam pembagian sektor dan daerah sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional. Di dalam perencanaan kerja sangat luas digunakan metode statistik khususnya metode analisa korelasi.

6. Permasalahan Perencanaan Sumber Daya Manusia di Negar-negar Sedang Berkembang
Salah satu ciri pokok yang dapat diamati dair pada negar-negar yang sedang berkembang adalah keinginan untuk membangun negaranya secepat mungkin dengan memobilisir sumber-sumber daya yang masih terpendam untuk mengatasi keterbelakangan yang berabad-abad.
Salah satu alat penting di dalam mengatasi keterbelakangan untuk memobilisir sumber-sumber daya yang ada adalah perencanaan pembangunan nasional yang telah dilaksanakan mulai dari dasawarsa 1950 dan 1960-an oleh negara-negara yang sedang berkembang. Umumnya rencana pembangunan nasional tersebut dibagi atas rencana lima tahun.
Tetapi perencanaan pembangunan nasional baru merupakan indikator-indikator pokok, terutama indikator-indikator ekonomi. Dengan demikian rencana pembangunan ekonomi itu sendiri belum dapat dijadikan dasar untuk menyusun rencana ketenaga kerjaan, padahal rencana ketenaga kerjaan diperlukan untuk menyusun rencana pendidikan. Perencanaan ekonomi yang masih bersifat agregate disebabkan antara lain oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a.       Masih terbatasnya peranan pemerintah secara lansung di dalam perekonomian yang umumnya baru pada pembangunan prasarana-prasaran ekonomi dan sosial.
b.      Negara-negara yang sedang berkembang termasuk Inndonesia merupakan lautan dari usaha-usaha kecil dan rumah tangga baik di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan. Karena usah-usaha kecil tersebut belum terorganisir dengan baik, maka sangat sukar untuk dijadikan sebagai agent of development dan agent of planning.
Dalam keadaan yang demikian itu maka perncanaan tenaga kerja harus ditangani secara khusus sehingga dapat menunjang kekurangan-kekurangan dari pada perencanaan ekonomi dan mengatasi hambatan-hambatan di dalam pembangunan nasional. Dengan demikian perlu dilihat kemungkinan penyusunan dan pelaksanaan rencana tenaga kerja baik dalm ruang lingkup nasional maupun regional dan kaitannay secara timbal balik.
Perencanaan tenaga kerja dari segi praktisnya dapat dilihat dari tiga unsur pokok:
a.       Bagaimana memproyeksi kesempatan kerja (menyangkut macam, lokasi, jumlah dan metodeloginay).
b.      Bagaimana memproyeksi angkatan kerja di berbagai sektor.
c.       Mengkaitkan/menyesuaikan (matching) pertumbuhan kesempatan kerja dengan pertumbuhan angkatan kerja.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk tindak lanjut perencanaan tenaga kerja terutama:
a.       Perumusan hasil-hasil pembahasan/diskusi yang telah dilakukan melalui berbagai seminar maupun pertemuan lainnya serta perumusan makalah dari biro perencanaan departemen-departemen.
b.      Pemantapan data BPS.
c.       Pengunaan data sektoral (departemen).
d.      Pemantapan tim perencanaan tenaga kerja yang ada.
Yang penting untuk dipertimbangkan adalah perencanaan tenaga kerja nasional yang diharapkan untuk mendukung pengembangan nasional.
Dalam hal ini diperlukan kerja sama atau adanya hubungan, misalnya melalui pertemuan atau wadah antaradepartemen tenaga kerja dengan biro perencanaan departemen-departemen. Perlu dipikirkan agar pusat-pusat latihan dikembangkan di daerah dan jangan berorientasi di kota-kota besar.
Lebih baik latihan diserahkan ke daerah masing-masing. Dengan demikian paling tidak dapat dipenuhi latihan berdasarkan potensi yang rill/nyata.








BAB V
Penyebaran Sumber Daya Manusia Sektor dan Regional

1. Penduduk
Sensus penduduk pada tahun 1980 menghasilkan perhitungan bahwa pada tahun tersebut jumlah penduduk telah mencapai 147,5 juta jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata pertahun (1971-1980) adalah 2,34 persen.
Perkembangan penduduk yang demikian itu menunjukkan bahwa perkiraan laju penduduk selama ini sebesar 2,1 persen bahkan ada yang memperkirakan 1,8 persen terlalu rendah. Memenag sebelum keluarnya hasil sementara sensus 1980 para ahli demografi masih belum sependapat mengenai laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,1 persen untuk periode 1961-1971, sebab ada yang memperkirakan sebesar 2,4 persen dan bahkan 2,9 persen.
Perbadaan-perbedaan hasil perkiraan tersebut antara lain disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan asumsi yang digunakan.
2. Angkatan Kerja, Penduduk da Pengangguran
Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan cepatnya laju pertumbuhan angkatan kerja, terutama dikalangan tenaga kerja muda. Dalam meninjau masalah kesempatan kerja terkait 3 unsur :
a.       Golongan umur penduduk yang akan menuntut penggarapan di tahun ini dan tahun akan datang.
b.      Laju peningkatan umur tertentu dalam angkatan kerja di masa yang akan datang.
c.       Arah perkembangan ekonomi (demand) yang lebih banyak dapat menyerap angktan kerja.
Golongan umur yang perlu diperhatikan pada situasi mendesak di masa-masa mendatang adalah golongan umur 15-24 tahun yang akan turun dalam pasar kerja untuk pertama kali, dan yang sebagian dari mereka yang drop-out.
Menurut penilaian Bank dunia 900 juta orang, yang hampir separuh penduduk negara-negara sedang berkembang menerima pendapatan kurang dari $75 per kepala per tahun. Maslah pengangguran dan setengah pengangguran tidak dengan sendirinya dapat diatasi dengan pertumbuhan ekonomi saja, tetapi masih memerlukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang-bidang lainnya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa minimum tingkat pertumbuhan ekonomi harus lebih tinggi dari tingkat petumbuhan penduduk, atau tingakat pertumbuhan ekonomi per kapita harus lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk.
3. Kebijaksanaan ketenagakerjaan Indonesia
Sebelum mneinjau masalah kebijaksanaan ketenagakerjaan di Indonesia, terlebih dahulu kita ambil satu pengetian apa itu kebijaksanaan, dalam hal ini kebijaksanaan ketenagakerjaan.
Kalau kebijaksaan itu diartikan sebagai semua langkah program yang ditujukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan dengan jalan mempengaruhi variabel-variabelnya, maka dengan dasar uraian di atas kita dapat membahas kebijaksanaan ketenagakerjaan yang berjalan sekarang ini dan memberikan saran-saran perbaikan untuk masa-masa yang mendatang.
Berbicara mengenai kebijaksanaan tenaga kerja di Indonesia, dapat dikatakan bahwa kebijasanaan aktif dalam bidang tersebut sedang dilaksanakan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut telah dituangkan dalam REPELITA yang meliputi kebijaksanaan kesempatan kerja umum, kebijaksanaan kesmpatan kerja sektoral dan kebijaksanaan kesempatan kerja khusus.Kebijaksanaan kesempatan kerja khusus adalah program dan langkah yang khusus direncanakan untuk memperluas kesempatan kerja lansung maupun tidak lansung. Kebijaksanaan tersebut berfungsi sebagai alat untuk menanggulangi kekurangan kesempatan kerja yang tidak sesuai dengan rencana perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan kesempatan kerja sektoral merupakan hal yang pokok dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan secara fundamental. Sedangkan kebijaksanaan kesempatan kerja umum merupakan penunjang kebijaksanaan-kebijaksanaan sektoral dalam memperluas kesempatan kerja. Kebijaksanaan kependudukan adalah untuk mengurangi penawaran tenaga kerja baru melalui program keluarga berencana dan meningkatkan mutu tenaga kerja.
Di dalam GBHN, dinyatakan bahwa kebijaksanaan ketenagakerjaan tersebut diarahkan kepeda perluasan kesempatan kerja, perlindungan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan ini perogaram-progaram pembangunan sektoral maupun regional perlu mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan imbalan jasa yang sepadan.
melalui perluasan dan pemerataan lapangan kerja dan peningkatan mutu lapangan kerja diharapkan akan dapa dikurangi perbedaan penghasilan di antara tenaga kerja yang berpengahsilan tinggi dengan tenaga kerja yang berpenghasilan rendah dan dengan demikian dapat ditingkatkan pemerataan pendapatan.
Adapun pendekatan yag digunakandi dalam mencapai sasaran di atas adalah pendekatan yang menyeluruh, dalam rangka mengembangkan dan melaksanakan perencanaan tenaga kerja secara nasional dan komprehenshif. Dalam hubungan ini dipergunakan empat jenis kebijaksanaan; yaitu:
a.       Pertama, adalah kebijaksanaan umum yang ditujuakan untuk menciptakan iklim, suasana seta kerangka pengambilan keputusan secara mnyeluruh sedemikian rupa sehingga kegiatan pembangunan yang bersifat intensif tenaga kerja dapat lebih mudah terwujud.
b.      Kedua, kebijasanaan sektor. Yang dituju adalah agar pilihan produk dan pilihan cara produksi di masing-masing sektor bersifat padat karya baik lansung maupun tidak lansung.
c.       Ketiga, kebijaksanaan khusus. Kebijaksanaan ini merupakan langkah-langkah yang khusus dilaksanakan dalam rangka perluasan lapangan kerja, pengurangan pengangguran baik yang terbuka maupun yang tersembunyi dan usaha peningkatan mutu tenaga kerja.
d.      Kempat, kebijasanaan yang menyangkut daerah. dalam hubungan ini ditingkatkan perencanaan dan pelaksanaan usaha perluasan kesempatan kerja berdasarkan perencanaan daerah yang terpadu khususnya di daerah-daerah padat penduduk, minus dan miskin dan daerah-daerah pemukiman baru.
Pada masa yang akan datang perlu lebih ditekankan lagi bahwa kebijaksanaan ketenagakerjaan hendaknya dijadikan suatu isu nasional tidak saja karena sifatnya yang umum dan berada disemua sektor, tetapi juga karena permasalahannya pada tahun 1980-an akan menjadi lebih dominan. Tetapi untuk mengubah ke arah strategi perluasan kesempatan kerja ini perlu diadakan beberapa penyempurnaan terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan Departemen yang orientasinya adalah out-put.














BAB VI
Prospek Hubungan Ketenagakerjaan
                                         Pada Era Insustrialisasi                     
1. Perkembangan Ideologi di Dunia
Pada dasawarsa delapan puluhan, terjadi perkembangan ideologi di negara-negara sosialis. Perkembangan-perkembangan tersebut sangat mendasar terutama timbulnya tuntutan-tuntutan menjernihkan demokrasi, hak asasi dan peningkatan kebeasan pribadi. Keadaan ini menulari sendi-sendi politik, hukum dan sistem-sistem sosial ekonomi lainnya, malalui berbagai perjuangan intelektualitas.
Di negara-negara yang menganut kapitalistik, domokratisasi dan hak-hak asasi manusia serta kesejahteraan pekerja lebih terjamin dan profil hubungan ketenagakerjaan berubah secara drastis. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan adanya peningkatan teknologi dan sistem kerja sebagai sublimasi dari peningkatan teknologi sehingga berpengaruh terhadap :
·         Manajemen dan sistem kerja
·         Peningkatan kesejahteraan
·         Pola latihan keterampilan
Perbedaan yang mendasar dari perubahan-perubahan tersebut yaitu perubahan politikbagi negara sosialis sedangkan perubahan di negara kapitalis adalah perubahan teknik.
Perubahan itu wajar mengingat masyarakat dimanapun bersifat dinamis dan menginginkan perubahan. Faktor-faktor yang menjadi penyebab perubahan di negara-negara sedang berkembang adalah :
·         Perkembangan internasional
·         Kemajuan pendidikan
·         Kemajuan di bidang informasi
·         Kemajuan teknologi
·         Kemajuan di bidang kesejahteraan
·         Kemajuan di bidang manajemen
·         Berkembangnya budaya tradisional ke arah budaya modern
Dari semua kemajuan-kemajuan tersebut di atas, yang akan dibahas mendalam di dalam pembhasan ini adalah kemajuan di bidang manajemen dan pengaruh budaya terhadap manajemen itu.
Suatu hal yangmenjadi keprihatinan kita selama ini yaitu kemajuan teknologi yang sudah ada dan akan berkembang pada satu dasawarsa yang akan datang perlu didukung oleh budaya kerja orang Indonesia yang selam ini pernah diamati serta diteliti masih kurang menghargai efisiensi dan disiplin kerja.
Dari segi konsepsi maka upaya-upaya yang mengarah kepada hubungan ketenaga kerjaan yang dalam jangka panjang telah dilakukan.
2. Kebudayaan yang mendukung hubungan ketenagakerjaan di Indonesia
Pengaruh budaya sangat terasa dalam manajemen pada umumnya, sistem kerja dan hubungan ketenagakerjaan pada khususnya. Beberapa aspek yang sangat menonjol dalam pengaruh budaya terhadap hubungan ketenagakerjaan adalah tentang hari libur dan jam kerja khususnya jam kerja pada hari jum’at yang berasal dari pada budaya islam yang dianut sebagian besar penduduk Indonesia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi budaya kerja dan hubungan ketenagakerjaan antara lain :
·         Pembengunan
Pada awal tahun 70-an, pembangunan telah menjadi “idiologi” baru, atau semacam “agama sekuler” yang berlaku di negara-negara industri.
Pembangunan tersebut mengubah sistem kerja karena adanya motivasi tertentu baik motivasi yang dapat meningakatkan intlektualisme maupun sistem kerja itu sendiri.
·         Industialisasi
Industrialsasi mempunyai konsep yang luas yaitu konsep madernisasi.
Dengan adanya industrialisasi, maka terjadi perubahan-perubahan sosisal terutama dari penduduk yang mempunyai unsur-unsur mulai bergeser ke arah modernisasi. Oleh karena itu, maka norma-norma yang pada mulanya bersifat tabu di sektor tradisional menjadi norma umum dan tidak ditabukan lagi oleh masyarakat.
·         Jasa kerja malam
Pembangunan industri mentilerir adanya jasa hiburan yang diberlakukan pada malam hari. Namun pandangan baru memperkenalkan bahwa jasa kerja malam sangat diperlukan yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat industri.
Hal tersebut di atas telah mengubah pandangan dalam arti kerja serta norma-norma yang berkaitan dengan itu, sekalipun masih berpijak di kota-kota besar saja.
3. Berbagai Tipe Hubungan Ketenagakerjaan di Indonesia
Keanekaragaman hidup dan pola kerja di Indonesia yang disebabkan pengaruh timbal balik antara bangsa, buday dan sistem, menjadikan keanekaragman hubungan ketenagakerjaan di Indonesia baik yang terdapat di dalam pemerintahan, swasta, koperasi maupun masyarakat lain pada umumnya.
adapun tipe-tipe hubungan ketenagakerjaan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Hubungan Ketenagakerjaan di Instansi Pemerintah
Sehubung dengan struktur pemerintah kita mirip dengan struktur pemerintah negar-negara barat sebagai warisan pemerintah kolonial tempo dulu, maka pengaruh barat dalam pemerintah cukup besar.
b. Hubungan Ketenagakerjaan di Perusahaan-perusahaan Negara
Hubungan ketenagakerjaan di perusahaan-perusahaan juga merupakan warisan pemerintah kolonial tempo dulu dengan adanya berbagai perusahaan-perusahaan perkebunan, perusahaan-perusahaan pelayaran dan eksport-import.
c. Hubungan ketenagakerjaan di Perusahaan Swasta
Yang dimaksud dengan perusahaan swata di sini adalah perusahaan swasta non pribumi yang menjadi idola perdagangan di Indonesia.
Sekalipun perusahaan-perusahaan besar swasta pribumi didominasi oleh golongan ethnic Cina namun pola Barat dalam sistem kerja dan hubungan ketenagakerjaan tetap dipakai.
Di perusahaan- perusahaan Swasta pribumi terutama pada perusahaan berskala besar memang sam dengan pola Barat yang dipadukan dengan pola Cina. Namun pada perusahaan-perusahaan pribumi berskala kecil tidak menganut pola Barat maupun pola Cina.
Kesimpulannya, di perusahaan swasta berskala besar cendrung akan menjadi lebih maju karena memakai konsep manajemen perpaduan antara pola Barat dan pola Cina. Di lain pihak swasta berskala kecil sulit berkembang karena tidak menganut sistem manajemen seperti di atas. Pola mereka adalah “hari ini bekerja untuk makan hari ini”. Daya juang swasta kecil sangat rendah dan sulit dipakai sebagai teladan dan pengembangan ilmu manajemen di Indonesia pada mas yang akan datang.
d. Hubungan Ketenagakerjaan pada Koperasi
Dalam pasal 33 ayat (1) Uud 45 mengutamakan kepentingan bersama secara kekeluargaan. Koperasi di Indonesia menganut sistem ekonomi dasar kekluargaan. Jadi unsur kebersamaan mendominasi dalam sistem kerja dan hubungan ketenagakerjaan pada koperasi,yang berarti hubungan ketenagakerjaan tersebut pada garis harizontal.
Kesimpulan dari hal-hal di atas adalah manajemen sistem kerja dan hubungan ketenaga kerjaan tidak mendukung perumbuhan koperasi di masa yang akan datang.Untuk itu pelu dibenahi secara total sistem manajemen koperasi yang memisahkan antara badan yang mengkoordinasi keanggotaan denagan badan yang menjalakan bisnis.
e. Hubungan Ketenagakerjaan pada Tani dan Nelayan
Hubungan ketenagakerjaan pada tani dan nelayan di Indonesia mencarminkan keaslian dan kemurnian hubungan ketenagakerjaan di Indonesia sebelum datang pemerintah kolonial. Hubungan atas dasar bagi hasil antara pemilik dan pekerja adalah suatu hubungan yang menguntungkan kedua belah pihakdari segi bisnis.
Kesimpulannya, sistem bagi hasil pada hubungan ketenagakerjaan di Indonesia dapat dikembangkan, namun pada usaha berskala kecil.
f. Hubungan Ketenagakerjaan di Sektor Informal
Hubungan ketenagakerjaan di sini sulit dilacak karena sifatnya “one made man”, dan mandiri murni yaitu berskala kecil, atau sama sekali tidak mempunyai pekerja di bawahnya. Apabila unit-unit usaha di sektor Informal tidak dapat mengembangkan diri seperti Pujasera, proyek pasar-pasar inpres, dan lokasi yang menghimpun unit-unit sektor informal usaha sejenis maka mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang sehingga sulit memperoleh pembinaan dari pemerintah.
Hubungan ketenagakerjaan yang tidak terbentuk di sektor informal akan merugikan mereka sendiri.
Kesimpulannya, sektor informal sulit dipertahankan di dalam masyarakat modern dengan sistem kerja manajemen yang baik di masa yang akan datang.
4. Labour Manajement Consultation Mechanism
Dalam konsep Labour Manajement Consutation Mechanism dijamin bebrapa hal seperti sebagai berikut :
·         Menganut manajemen terbuka di suatu perusahaan
·         Inisiatif bawahan sangat dihargai terutama yang menyangkut memajukan perusahaan dan produksi, dengan peran dalam proses demokratisasi di dalam perusahaan
·         Mekanisme inisiatif bawahan diselanggarakan melalui isian form atau lwat lembaga Bipartite
·         Lebih mengutamakan peningkatan mutu melalui pengendalian mutu terpadu (TQC) dan gugus kerja terpadu (QCC) yang inisiatifnya timbul dari bawah dan memperoleh bimbingan dari atasan.
Atas dasar beberapa pokok uraian tersebut di atas maka perinciannya dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Perserikatan Melalui Bipartite dan Tripartite
1) Bipartite
Filosofi dari kelembagaan Bipartite adalah asas penting dari sistem hubungan ketenagakerjaan kita yaitu asas usaha bersama, asas kekeluargaan, dan asas musyawarah untuk mencapai mufakat.
Kelembagaan Bipartite adalah tingkat perusahaan dan hal ini sangat penting. Oleh karena itu ditingkat perusahaan ini terdapat pihak yang berwenang sebagai pengambil keputusan dan perumusan kebijaksanaan dari perusahaan yang bersangkutan.
b. Manajemen Partisipasi
Di dalam manajemen partisipasi lebih jelas terlihat hubungan yang serasi antara pekerja dan pengusaha. oleh karena itu pekerja dan pengusaha mempunyai kedudukan yang sama dalam penentuan program dan amandem terhadap peraturan perundang-undangan.
Jadi dalam manajemen partisipasi kelihatan dangan jelas ‘moral kerja’ yang tidak semata-mata tumbuh dari pemilik perusahaan tetapi juga pekerja sendiri, yang merasa memiliki asset perusahaan tersebut. Bagi hubungan ketenagakerjaan di Indonesia, maka manajemen partisipasi telah mempunyai akar yang kuat di masyarakat karena sudah membudaya P-4 dan Tri darma.
Kesimpulannya, manajemen partisipasi di Indonesia dapat dapat tumbuh dengan subur dengan pengertian diciptakan lebih dahulu iklim kerja yang baik.
c. Longlife Employment
Prinsip pekrja tetap atau longlife employment muncul sebagai akibat adanya sistem kerja dan hubungan dari pekerja seperti pemecatan sewenang-wenang, keresahan dalam bekerja sehingga timbul kemacetan dalam produksi.
Longlife employment dianggap dapat memberikan jaminan bagi pekerja keras tanpa dibayangi oleh pemecatan sewaktu-waktu, dengan demikian motivasi kerja tumbuh dan berkembang denagn kuat.
d. Pengendalian Mutu Terpadu dan Gugus Kendali Mutu
Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) dan Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah konsep gemilang sangat subur di Jepang. Oleh karena itu Jepang menjadi salah satu negara industri yang majubukan semata-mata baru peningkatan teknologinya saja tetapi juga didukung oleh sistem manajemen melalui PMT dan GKM.
Pembentukan GKM bukan semat-mata inisiatif atasan tetapi justru timbul dari bawah. Dengan metode-metode statistik dan berfikir secara rational maka sistem perusahaan dapat lebih maju dalam mengembangkan produksi dan pemasaran.
e. Codetermintion Manajement Reaction
Di Swedia konsep Codetermintion Manajement Reaction (CMR) timbul dari peranan pengusaha di dalam menyusun peraturan perundangan dan KKB khususnya yang menyangkut tntang persyaratan kerja, rasionalisasi penetapan, memperkenalkan teknologi baru, perencanaan tenaga kerja dan pembinaan sistem informasi.
Dalam hal ini parisipasi manajer dalam berbagi penentuan ketetapan perusahaan di semua bidang sangat mentukan. Hal ini didasari pada pengembangan profesionalisme dan jobdiscription yang telah maju.
Para manajer merupakan suatu team work yang kompak yang selalu  berpartisipasi dalam semua kegiatan serta penyusunan konsepsi dan cepat tanggap terhadap semua reaksi dari masyarakat.
5. Profil Hubungan Ketenagakerjaan di Indonesia Pada Satu Dasawarsa Akan Datang
Ada pertanda bahwa konsepsi-konsepsi baru muncul di perusahaan antara lain :
·         Tumbuhnya konglomerat di segala bidang
·         Hubungan ketenagakerjaan gsys Barat dengan semua perangkat lunak dan kerasnya sebagai akibat hungan internasional dan hubungan perdagangan internasional semakin mantap dan lancar.
·         Efisiensi kerja mendorong penggunaan teknologi maju dan teknologi informasi yang canggih yang perlu didukung oleh pekerja yang berkualitas tinggi (pekerja otak lebih utama dari pada pekerja otot).
·         Sistem manajer gaya Cina dan Jepang lebih merasuk ke dalam sektor-sektor jasa dan industri pengolahan mengingat kedua sistem tersebut masih dikuasai bahkan akan lebih dikuasai oleh swasta non pribumi.
·         Dukungan pendidikan dan keterampilan perlu ditingkatkan untuk memacu hubungan ketenagakerjan yang akan datang.
·         Akan terjadi penambahan dan perubahan peraturan perundang-undangan yang memacu pada suatu sistem hubungan ketenagakerjaan baru pada satu dasawarsa yang akan datang.
Profil hubungan ketenagakerjaan di Indonesia pada satu dasawarasa yang akan datang ialah :
·         Hubungan ketenagaerjaan mengarah kepada modernisasi dalam sistem jaringan yang luas
·         Hubungan ketenagakerjaan terwujud dalam kelembagaan yang berperan aktif dari perencanaan sampai pengawasan
·         Hubungan ketenagakerjaan bermuara pada peningkatan produktifitas dan kesejahteraan pekerja
·         Mekanisme hubungan ketenagakerjaan didasarkan kepada Codetermination Manajement Conultation Mechanism
·         Status pekerja umumnya diperlakukan sejajar dalm penentuan kebijaksanaan memajukan perusahaan
·         Gaya hubungan ketenagakerjaan merupakan kombinasi sistem Barat dan sistem Cina/Jepang
·         Hubungan ketenagakerjaan didukung oleh tenaga yang terampil dan profesional dalam bidang hukum, labour relation, labuor economicsdan safety.
6. Pokok-pokok Kebijaksanaan untuk Memacu Hubungan Ketenagakerjaan Indonesia pada Satu Dasawarsa akan datang
Kebijaksanaan tentang hubungan ketenagakerjaan Indonesia yang baru pada satu dasawarsa yang akan datang harus dirumuskan oleh semua pihak untuk memperoleh konsensus bersama sehingga dengan demkian terdapat saling pengetian dari semua pihak.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan tentang hubungan ketenagakerjaan Indonesia yang baru tersebut adalah :
1.      Meninjau semua peraturan perundang-undangan yang sifatnya memberikan kemudahan dan kelancaran pelayanan kepada masyarakat.
2.      Mendidik tenaga profesi di bidang hukum ketenagakerjaan, labour economics, labour relation dan manajemen.
3.      Menciptakan iklim dan suasana kerja yang mendukung peningkatan produktifitas dan kesejahteraan pekerja.
4.      Mengarahkan lembaga-lembaga ketenagakerjaan pada peningkatan produktifitas yang akhirnya kesejahteraan pekerja.
5.      Mengadakan studi-studi perbandingan dan penilitian tentang hubungan ketenagakerjaan yang ada kaitannya dengan hubungan internasional, teknologi yang baru dan dampaknya serta pertumbuhan perusahaan-perusahaan di Indonesia sebagai bahan masukan bagi terciptanya iklim dan suasana baru.
6.      Memperhitungkan pengaruh budaya dan etos kerja di Indonesia yang dapat menjadi dorongan bagi terciptanya hubungan ketenagakerjaan yang mendukung produktifitas kerja.
7.      Menciptakan kelas menengah dalam semua bidang supaya dapat menterjemahkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dari kelembagaan yang ada kepada masyarakat secara luas.



BAB VII
Prospek Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam dunia usaha baik itu pengusaha, pekerja itu sendiri maupun instansi-instansi pemerintah yang dalam tugas pokonya mengelolah sumber-sumber daya manusia dan pihak-pihak lain dari kelembagaan swasta.
Kesejahteraan itu merupakan sasaran pokok terlepas dari isitem dan teknologi apapun yang dipakai dalam proses produksi.
salah satu aspek dari pada kesejahteraan manusia adalah keselamatan dan kesehatan kerja terutama dala era industrialisasi.
1. Kondisi dan Lingkungan Kerja Masa Kini
Era industrialisasi ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sektor industri pastia aka menggunakankan teknologi maju di berbagai sektor kegiatan. Penerapan teknologi canggih tersebut di satu pihak akan memacu pembangunan ekonomi memasuki era industrialisasi, namun dipihak lain bila tidak ditangani secara berencana dan terpadu, dapat meningkatkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, ergonomi bahkan peningkatan pengangguran.
Untuk mencegah terjadinya dampak negatif tersebut perlu dikaji terlebih hal-hal berikut ini :
a.       Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
b.      Alat-alat pelindung harus buil-in (melekat)
c.       Pengunaan peralatan yang tidak melebihi nilai ambang batas (NAB)
d.      Jabatan fungsional keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
e.       Gizi kerja yang mendukung produktifitas
f.       Penyakit akibat kerja
2. Berpaculah Dalam Era Industri Tahun 2000
Konvensi ILO No. 148 dan rekomendasi ILO No. 156 tahun 1977 tentang perlindungan tenaga kerja terhadap bahaya lingkungan kerja yang disebabkan oleh polusi udara, kebisingan dan getaran perlu mendapay perhatian dalam upaya penggunaan teknologi canggih tersebut. Perhatian tidak hanya ditujukan pada pelaksanaan pencegahan penyakit akibat kerja saja tetapi juga perhatian terhadap perencanaan, design pabrik-pabrik seperti semua mesin, bahan-bahan dan peralatannya harus bebas bahaya dan built-in denagan label-label serta petunjuk teknisnya.
3. Keterkaitan Antara Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kesejahteraan, dan Produktifitas
Penyakit akibat kerja bila tidak ditangani secara sungguh-sungguh dan terpadu, dapat menjadi bumerang bagi pekerja dan perusahaan di temapat mana mereka bekerja. Tegasnya, pencegahan penyakit akibat kerja dilakukan melalui pendekatan pekerja, pengusaha dan pengaturan oleh pemerinath tentang norma-norma keselamatan dan kesehatan pekerja, seperti norma penamanan kerja, norma mempelancar pekerjaan bongkar muat dan penyimpanan barang, norma pencegahan aliran listrik dan sebagainya.
Upaya pencegahan penyakit akibat kerja secara terpadu atau terkait tersebut adala sebagai berikut:
a.       Penagturan jam kerja
b.      Daya tahan tubuh pekerja
c.       Kemudahan menghemat dalam waktu dan efisiensi kerja
d.      Kenyamanan kerja
e.       Keamanan kerja
4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Gaya Baru (K3GB)
Pola K3 yang dihadapi pada akhir PELITA IV dan awal PELITA V dapat disebut sebagai pola konvensional yaitu pila dimana K3 hanya berperan pasif terhadap tekonologi yang ada. Jadi teknologinya diciptakan baru disusun dengan teknologi keselamatan dan kesehatan kerja untuk mencapai higienis perusahaan yang optimal. Dukungan K3 pada peralatan yang ada bersifat supplement sehingga aktivitas K3 cendrung lamban dalam mengikuti sesuatu teknologi yang baru.
Menyadari akan ketinggalan teknologi yang kita miliki sekarang maka diperlukan pengkajian ulang terhadap standar industri Indonesia (SII) yang sesuai dengan paket baru tersebut. Di dalam paket tersebut perlu disepakati beberapa hal sebagai berikut:
a.       Kontribusi biaya sebesar 0,5%-1% dari production cost
b.      Tekonologi K3 yang terpuji
5. Terapan Teknologi Diimabangi Dengan Teknologi Perlindungan Tenaga         Kerja
Pilihan terhadap penggunaan teknologi canggih di sektor industri dan sektor-sektor lainnya harus berjalan seiring dengan pengembangan pranata sosial sebagai pendukungnya, sehingga teknologi tidak merupakan substansi asing diluar manusia dan masyarakat tetapi built-in di dalam budaya bangsa Indonesia sehingga rasa ketergantungan dapat ditarnsformasi menjadi unsur yang positif.
Untuk menerapkan teknologi industri yang diimbangi dengan teknologi perlindungan kerja diperlukan beberapa hal sebagai berikut :
a.       Transfer of technologi
b.      Promosi dan uji teknologi canggih
c.       Perijinan penggunaan teknologi industri
6. Kebijaksanaan Dalam Sikap Kerja, Alat Kerja, Alat Perlindungan Kerja dan Mendeteksi Penyakit Akibat Kerja
Dalam satu dasawarsa yang akan datang, tepatnya sampai dengan tahun 2000 maka kebijaksanaan yang perlu ditempuh dalam keselamatan dan kesehatan kerja dan hiperkes adalah sebagai berikut:
a.       Membudayakan K3 dan hiperkes melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah mulai SD sampai dengan perguruan tinggi.
b.      Mempersiapkan tenaga ahli K3 dan hiperkes di semua sektor dan bidang kerja.
c.       Memperkenalkan konsep keselamatan dan kesehatan kerja gaya baru (K3GB melalui sistem teknologi perlindungan tenaga kerja yang built-in mulai dari kesatuan alat secara paket sampai kepada konstruksi biaya, tenaga ahli dan asuransi.
d.      Perlu adanya pendelegasian wewenang tentang teknologi perlindungan K3 namun tetap dalam koordinasi departemen tenaga kerja.
e.       Teknologi perlindungan K3 memperoleh perhatian untuk dibisniskan sehingga menciptakan lapangan kerja baru.
f.       Membuat standardisasi-standardisasi baru dengan menambahkan komponen teknologi K3 sebagai persyaratan persetujuan memperoleh SII.
g.      Meningkatkan pengawasan melalui uji coba dan pemekrisaan terhadap teknologi canggih untuk memperoleh lisensi sebagai sold agen dan dealer dalam teknologi perlindungan K3.
h.      Penggalakan pernan bank dalam bisnis teknologi perlindungan K3 dengan sistem kredit jangka panjang dengan persyaratan yang lunak.

i.        Meninjau kembali semua ketetapan-ketetapan standar K3 dan SKB-SKB tentang K3 untuk diperbarui baik dalam sistemnya maupun teknisi pelaksanaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar